Menurut dr. Asdar, komorbiditas yang dikaitkan dengan pneumonia komunitas antara lain penyakit respirasi kronik (seperti PPOK atau asma), penyakit kardiovaskular, gagal jantung kongestif, diabetes melitus, penyakit ginjal atau hati kronik, dan penyakit serebrovaskuler seperti stroke.
Dr. Asdar menjelaskan, sebagian besar pasien pneumonia komunitas menunjukkan perbaikan klinis dalam 72 jam pertama setelah pemberian antibiotik awal.
Namun, diperkirakan 6-15% pasien pneumonia komunitas yang dirawat tidak menunjukkan respons dalam jangka waktu tersebut, dan tingkat kegagalan mencapai 40% pada pasien yang langsung dirawat di ICU.
“Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 48-72 jam tidak ada perbaikan, diagnosis, faktor-faktor pasien, obat-obat yang telah diberikan, dan bakteri penyebabnya harus ditinjau kembali,” ujar dr. Asdar.
Penyebab paling sering kegagalan pengobatan pneumonia adalah faktor pemicu, dan bukan ketidaktepatan pemilihan antibiotik. Faktor ini meliputi beratnya penyakit, keganasan, pneumonia aspirasi, dan penyakit saraf.
Sementara itu, kurang responsif terhadap antibiotik awal mungkin disebabkan oleh kuman yang resisten, kuman yang jarang ditemukan (legionella, virus, jamur termasuk pneumocystis jiroveci, tuberkulosis), atau komplikasi pneumonia seperti obstruksi pasca-pneumonia, abses, empyema, atau super infeksi nosokomial.
Berbagai keadaan spesifik yang mungkin menyebabkan tidak responsnya pasien terhadap pengobatan pneumonia dapat diatasi jika diagnosis pneumonia telah ditegakkan. Antibiotik harus segera diberikan.
Pemeriksaan mikrobiologi hanya dilakukan pada pasien rawat inap dengan pneumonia berat atau yang memiliki faktor risiko infeksi patogen multiresisten.
Pemberian antibiotik harus dimulai dalam 1 jam sejak pasien masuk rumah sakit. Pemberian antibiotik dievaluasi secara klinis dalam 24-72 jam pertama. Jika terdapat perbaikan klinis, terapi dapat dilanjutkan.
Namun, jika terjadi perburukan, antibiotik harus diganti sesuai hasil biakan atau pedoman empiris.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan apabila pasien tidak responsif, yaitu pindahkan pasien ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi, lakukan pemeriksaan ulang untuk diagnosis, lakukan pemeriksaan invasif jika perlu, dan berikan antibiotik sesuai hasil biakan resistensi (terapi definitif).
Baca Juga: WHO Dapati Temuan 3 Kasus MERS di Arab Saudi, Ini Cara Cegah Penularan saat Ibadah Haji
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar