GridHEALTH.id – Khitan merupakan salah satu prosedur yang penting dilakukan untuk anak.
Pasalnya, khitan atau yang dikenal dengan sunat memiliki sejumlah manfaat kesehatan, mulai dari mengurangi risiko infeksi saluran kemih pada anak, mengurangi risiko kanker penis, hingga menurunkan risiko penyakit menular seksual.
Namun, sebelum mengajak anak khitan, penting bagi orang tua mengetahui kapan sebaiknya Si Kecil dikhitan. Adakah usia optimalnya?
Berikut ini penjelasan selengkapnya dari dr. Yessi Eldiyani, Sp. B. A., Subsp. D. A., (K), Dokter Spesialis Bedah Anak Subspesialis Bedah Digestif Anak, RS Pondok Indah – Bintaro Jaya.
Kepada Nakita, dr. Yessi Eldiyani mengatakan, dari sisi medis, tidak ada usia tertentu yang dipandang optimal untuk melakukan prosedur khitan.
“Jika tidak ada masalah atau indikasi medis tertentu, khitan dapat dilakukan kapan saja. Saat ini, semakin banyak orang tua yang tak segan membawa anaknya untuk dikhitan sejak dini, bahkan sebelum si kecil berusia 1 tahun.” ujar dr. Yessi.
Selain karena adanya indikasi medis, juga untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
Lebih lanjut, dr. Yessi juga menjelaskan bahwa manfaat yang didapat dengan khitan yang dilakukan ketika bayi tak jauh berbeda dengan tindakan khitan yang dilakukan ketika anak berusia sekolah.
Bedanya, penggunaan anestesi pada pasien bayi dapat lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang berusia lebih besar.
Selain itu, ketika masih bayi, Si Kecil belum terlalu banyak bergerak, sehingga proses penyembuhan pun dapat lebih cepat. Risiko khitan saat bayi, usia balita, hingga usia sekolah juga relatif sama.
Selain memerhatikan usia yang tepat untuk menjalani proses khitan, orang tua juga perlu memerhatikan kondisi kesehatan Si Kecil. Pasalnya, ada beberapa kondisi medis tertentu yang tidak disarankan untuk dilakukan tindakan khitan karena dapat berisiko terjadinya komplikasi. Kondisi medis tersebut di antaranya:
Baca Juga: Apakah Ada Perbedaan Antara Metode Sunat Pada Anak-anak dan Pria Dewasa? Inilah Jawabannya
1. Adanya hipospadia di muara uretra yang terletak tidak pada ujung penis, tetapi pada bagian ventral penis. Hipospadia adalah kondisi di mana pasien seakan-akan telah disunat dari dalam kandungan
2. Adanya epispadia, berkebalikan letaknya dengan hipospadia, yaitu di bagian dorsal penis, dengan gejala yang sama
3. Si Kecil mengalami kelainan pembekuan darah, seperti hemofilia dan anemia aplastik
Oleh karena itu, ada baiknya tindakan khitan dilakukan di rumah sakit bersama dokter spesialis bedah umum atau dokter spesialis bedah anak, agar apabila ditemukan adanya kelainan organ atau kondisi medis tertentu, dokter dapat memberikan penjelasan dan penanganan yang lebih tepat.
Setelah tindakan khitan, pasien akan mengalami beberapa reaksi jangka pendek yang tidak membahayakan.
“Hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Reaksi tersebut antara lain seperti rasa ngilu pada kepala penis yang baru dikhitan.” kata dr. Yessi.
“Hal tersebut wajar terjadi karena kepala penis menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan atau ketika kontak dengan celana dalam. Rasa ngilu akan berangsur-angsur berkurang dalam kurun waktu dua hingga empat minggu.” sambungnya.
Untuk mengurangi rasa sakit, dr. Yessi menyarankan agar pasien menggunakan celana dalam yang tepat.
“Pakai celana dalam yang lebih longgar atau celana dalam sunat. Jika selesai berkemih, jangan lupa juga membersihkan sisa air dengan tisu atau kasa pada tiga hari pertama setelah khitan.” jelas dr. Yessi.
Selanjutnya, pada seminggu awal khitan sebaiknya mengurangi sejumlah aktivitas tertentu seperti naik sepeda, naik motor, atau menunggang kuda. Hal ini bertujuan untuk mengurangi gesekan antara luka khitan dengan sadel.
Jangan lupa berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter spesialis anak sebelum mengajak buah hati Anda untuk dikhitan, ya. Semoga bermanfaat! (*)
Baca Juga: 3 Rekomendasi Metode Sunat di Indonesia, Semuanya Tidak Sakit
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar