Find Us On Social Media :

Anak SD Dihukum Push Up Ratusan Kali, Ini Bahayanya Bagi Pertumbuhan Tulang

Seorang anak SD dihukum push-up ratusan kali karena belum membayar SPP.

GridHEALTH.id - Peristiwa kekerasan terhadap anak terjadi lagi ketika seorang siswa SD swasta  dihukum push-up 100 kali karena belum melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan atau SPP.

Baca Juga : Penggunaan Baby Walker Untuk Membantu Bayi Berjalan, Amankah?

Orangtua GNS tak punya biaya sehingga belum melunasi biaya pendidikan. Karena hukuman tersebut, GNS (10) trauma berat hingga tidak mau lagi datang ke sekolah.

GNS mengatakan, peristiwa itu dialaminya pada pekan lalu, di salah satu sekolah kawasan Bojonggede, Kabupaten, Bogor.

"Lagi belajar tiba-tiba dipanggil kakak kelas, untuk menghadap kepala sekolah, enggak tahu kenapa," ucap GNS di di kawasan Kampung Sidamukti, RT 005 RW 010, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Depok, Jawa Barat.

"Yang nyuruh kepala sekolah. katanya belum dapat kartu ujian soalnya belum bayaran," ucap GNS dengan mata berkaca-kaca.

Menurut dia, hukuman push-up bukan kali ini diterimanya. Ia sudah dua kali dihukum seperti itu. Selain itu, kata dia, siswa lain pun ada yang dihukum sama dengannya. "Pernah lagi waktu itu dihukum push up, tetapi cuma disuruh 10 kali. Dari kelas aku ada dua orang lagi yang disuruh push-up," ucap dia.

Akibat push-up ini, GNS mengalami sakit pada perutnya. Ia pun takut bersekolah lagi. "Saya takut, takut disuruh push-up lagi (kalau datang ke sekolah)," ujar dia.

Kejadian yang menimpa GNS ini membuat pihak keluarga berencana memindahkannya ke sekolah lain. Pihak keluarga berharap, tidak ada lagi siswa di sekolah tersebut yang diperlukan demikian.

Baca Juga : Ikan Cupang Doyan Jentik Nyamuk, Wajib Dipelihara Untuk Berantas DBD!

"Semoga tidak ada lagi yang diperlakukan seperti adik saya ini. Kasihan sudah 10 hari enggak mau sekolah dan enggak mau ketemu orang," ucap kakak dari GNS yang enggan disebutkan namanya.

Kepala Sekolah SDIT Bina Mujtama, Budi, membenarkan adanya hukuman push-up yang dilakukan oleh pihaknya kepada GNS.

Budi mengatakan, hukuman tersebut dilakukan karena GNS belum melunasi SPP selama berbulan-bulan.

Baca Juga : Kaus Kaki Basah Segera Ganti Karena Berisiko Timbulkan Penyakit

“Sudah sangat banyak sih hampir 10 bulan lebih sih belum bayaran bahkan sudah sampai setahun dua tahun gitu,” ucap Budi.

Ia mengatakan, hukuman tersebut sebagai bentuk shock therapy pada GNS agar orangtuanya melunasi SPP.

“Jadi hanya shock therapy kita panggil saja, jadi memang kita lakukan (suruh push up) tapi tidak sampai sebanyak itu (100 kali) . Cuma 10 kali kok terus kita ajak ngobrol lagi anaknya. Kita juga mengerti kondisinya anak-anak masak kita suruh sampai sebanyak itu,” tutur Budi.

Apa pun alasan yang diberikan pihak kepala sekolah, nyatanya GNS sudah melaksanakan hukumannya.

Lantas, apa bahayanya melakukan push up berlebihan pada anak? Sebelum terjawab, ada baiknya ditekankan lebih dulu bahwa push up termasuk olahraga.

Nah, olahraga untuk anak disesuaikan dengan tumbuh kembang dan kemampuannya. Jadi usia yang terkait tumbuh kembangnya, menentukan jenis olahraganya.

Kembali ke olahraga, jadi bolehkah anak-anak melakukan latihan otot seperti push up atau sit up?

Baca Juga : Wow, Ayah Ini Bisa Menenangkan Bayi Menangis Dalam Hitungan Menit!

Dilansir dari American Pediatrics Association, ketika seorang anak dalam fase pertumbuhan dimana tulangnya belum menutup, jadi masih bertambah panjang bertambah tinggi, tidak boleh melakukan latihan kekuatan otot.

Kekuatan otot ini sifatnya membangun massa otot atau membentuk otot sedemikian rupa, sehingga menjadi besar yang disebut sebagai body building. Nah gerakan push up dan sit up termasuk aktivitas yang membangun massa otot.

Baca Juga : Kebiasaan Remeh Penyebab Berat Badan Susah Turun, Apa Saja?

Kalau sebelum remaja (di bawah 15 tahun) maka faktor penutupan tulang lebih cepat sehingga pertumbuhan anak, khususnya tinggi badan akan terhambat, dan nantinya tidak akan setinggi anak-anak seusianya (kuntet).

Lantas usia berapa yang dibolehkan? Secara medis penutupan bentuk tulang akan terjadi sekitar usia 17-18 tahun pada laki-laki biasanya sampai usia 19 tahun maksimalnya. Maka olahraga yang sifatnya membangun kekuatan otot, bisa dilakukan setelah penutupan bentuk tulang selesai. 

Apabila dipaksakan, bahkan dalam satu waktu melakukan ratusan kali seperti yang dilakukan terhadap siswa SD yang dihukum, dapat menimbulkan risiko cedera di tulang maupun otot.

Meskipun dikatakan tulang dan otot anak masih fleksibel tetapi beberapa literatur mengatakan resiko cedera lebih tinggi dibanding orang dewasa, karena sistem otot tulang anak-anak berbeda.

Ketika cedera terjadi pada tulang di dekat dimana titik tulang pertumbuhannya terjadi maka  penyembuhannya akan lebih lama, komplikasinya pun akan kemana-mana.

Bahaya yang paling buruk, anak bisa cacat, yang tentu saja di samping menghambat gerak tubuhnya, anak akan depresi bila melihat teman-temannya bisa aktif bermain dan berolahraga.

Baca Juga : Proses Kuret Ternyata Dilakukan Seperti Ini, Tidak Banyak yang Tahu

Maka, jangan paksakan anak melakukan olahraga atau menghukum dengan aktivitas fisik yang tidak sesuai dengan tumbuh kembangnya.

Di usia anak-anak, ajaklah anak-anak untuk olahraga yang ringan seperti sepak bola, basket, badminton serta olahraga-olahraga ringan yang lainnya. (*)