Find Us On Social Media :

Real Count Belum Usai Tapi 456 Petugas KPPS Sudah Meninggal Dunia, Ternyata Bukan Karena Kelelahan

Ilustrasi - Banyak petugas KPPS meninggal dunia.

GridHEALTH - Banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 ini, menyedot banyak perhatian publik tanah air.

Bahkan masyarakat dunia pun banyak yang memerhatikan hal ini.

Baca Juga : Tya Ariestya 'Membedah' Bra Untuk Ibu Menyusui, Ternyata Seperti Ini yang Pas Untuk Busui

Hal ini terjadi karena gencarnya pemberitaan mengenai banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia dalam pemilu 2019 di Indonesia.

Disinyalir banyaknya petugas KPPS yang meninggal dalam Pemilu di Indonesia ini terbanyak dalam sejarah dunia.

Bahkan baru kali ini sejak Indonesia menggelar pemilihan umum, jatuh banyak korban jiwa.

Bagaimana tidak, sejauh ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia sudah mencapai 456 orang (data dari Kompas.com 8 Mei 2019, pukul 15.45) dan 4.310 orang sakit.

Baca Juga : Pemilu 2019, Sejumlah Petugas Meninggal, Ini Risiko Akibat Kelelahan!

Banyak spekulasi pendapat dan analisis mengenai penyebab meninggalnya 456 petugas KPPS.

Umumnya, banyak yang mengambil kesimpulan kelelahan adalah faktor utama dari jatuhnya korban meninggal dunia sebanyak 456 dari petugas KPPS.

Banyak pengamat menganggap para petugas ini meninggal akibat kelelahan sesudah menjalani serangkaian kegiatan Pemilu 2019 yang sangat padat.

Karena tidak ada otopsi kepada korban petugas KPPS yang meninggal dunia, hingga saat ini belum diketahui penyabab pasti secara medis apa yang menyebabkan 456 orang petugas KPPS meninggal dunia dalam kurun waktu hampir bersamaan dan berurutan, dan sama-sama sedang mengerjakan tugas yang sama sebagai petugas KPPS Pemilu 2019.

Baca Juga : Menahan Kantuk Saat Puasa Mengapa Malah Menjadi Sakit Kepala?

Tapi jika kita melihat dari asumsi yang berkembang di masyarakat, meninggalnya 456 petugas KPPS pada Pemilu 2019 karena faktor kelelahan, dalam ilmu medis tidak ada yang namanya meninggal karena kelelahan.

Beberapa penelitian menunjukkan, termasuk penelitian dr. Alan Yeung, direktur medis di Stanford Cardiovascular Health.

Menurutnya kelelahan tidak secara langsung menyebabkan kematian.

Peneliti menganggap kondisi stres berkepanjangan dan iskemia-lah yang menyebabkan risiko kematian, karena dapat memicu penyakit jantung.

Iskemia adalah kekurangan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh, karena permasalahan pada pembuluh darah.

Baca Juga : Tya Ariestya 'Membedah' Bra Untuk Ibu Menyusui, Ternyata Seperti Ini yang Pas Untuk Busui

Tanpa pasokan darah yang cukup, jaringan atau organ manusia tidak mendapat cukup oksigen.

Akibatnya, kondisi yang membahayakan dapat terjadi, seperti serangan jantung dan stroke.

Iskemia dapat memiliki penyebab yang tidak disebabkan oleh penyakit yang mendasari.

Contohnya termasuk olahraga ekstrem, paparan dingin.

Dikutip dari laman time.com, dr. Alan Yeung, direktur medis di Stanford Cardiovascular Health, mengatakan, seseorang yang memiliki tingkat stres tinggi akan mengalami peningkatan irama jantung dan tekanan darah.

Sebab bekerja terlalu lama atau terlalu giat bisa menyebabkan level stres yang sangat tinggi.

Baca Juga : Petugas Pemilu Banyak yang Meninggal Karena Serangan Jantung, Ini Pertolongan Pertama Saat Serangan

Apalagi jika sebelumnya kita juga tak memiliki waktu istirahat yang cukup.

Saat stres, jantung akan bekerja lebih keras dari biasanya, kondisi itulah yang kemudian akan meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung dan gagal jantung.

Terutama pada mereka yang telah memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya.

Baca Juga : Jangan Biarkan Stres Terlalu Lama, Kurangi Dengan Kegiatan Positif Ini

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa hormon kortisol dan epinephrine yang dilepaskan saat stres, turut menyumbang masalah jantung pada mereka yang bekerja lembur.

Pendapat tersebut sejalan dengan penjelasan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial Syah, yang menyatakan masalah kesehatan yang dialami para anggota KPPS bukan hanya karena faktor fisik saja, tapi juga psikis.

Baca Juga : Antisipasi Hipertensi pada Pemilu 2019, Beberapa Dokter Ingatkan Hal Ini

Para petugas KPPS harus menghadapi protes dari warga yang kesulitan mendapat hak pilih, kemudian harus bekerja ekstra hati-hati karena pekerjaan mereka diawasi oleh para saksi.

Hal semacam ini menurut Ari, akan sangat menguras energi para petugas dan menyebabkan stress yang bisa memperburuk kondisi kesehatannya.

Baca Juga : Meghan Markle Melahirkan di Kehamilan 41 Minggu, Peneliti; 'Bayi Lahir Terlambat Otaknya Lebih Pintar Tapi Berisiko Cacat Fisik'

Ari mengatakan, manusia bukan mesin yang bisa bekerja terus menerus.

"Mesin saja butuh beristirahat agar performa tetap optimal, begitu juga dengan manusia. "Lalu bagaimana menyiasati hal ini? Tidak ada jalan lain, mereka hanya butuh beristirahat dan tidur," pungkasnya kepada wartawan Kompas.com (8/5).(*)