GridHEALTH.id - Hati orangtua mana yang tak resah jika sang anak tak pulang ke rumah higga berbulan-bulan.
Hal inipun tengah dirasakan Nor (41), seorang janda dengan pekerjaan serabutan yang tinggal bersama anak semata wayangnya, Atan.
Baca Juga: Sama Saja Dengan Memberikan Kokain, Penggunaan Smartphone Pada Anak Mesti Dihindari
Dengan segala macam pengorbanannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya itu, Nor rela menjalani pekerjaan apa saja.
Namun, bak air susu dibalas air tuba, perjuangan dan pengorbanan Nor harus dinodai dengan tingkah sang anak laki-lakinya yang baru berusia 13 tahun.
Kisah perjuangan Nor ini dilansir dari World of Buzz, janda 41 tahun yang tinggal di Kula Keddah, Malaysia itu berharap mengubah putra semata wayangnya.
Atan yang sempat putus sekolah saat kelas 4 SD itu dikirm ke sebuah pondok pesantren di Pendang.
Sayangnya, dia berhenti sekolah lagi di pesantren tersebut akibat diganggu teman-temannya di sana.
Baca Juga: Ibu Ini Basmi Kutu Rambut Anaknya Dengan Semprotan Nyamuk, Padahal Bisa Sebabkan Efek Kematian!
Kemudian, Nor membawa Atan ke sekolah agama lain di Tunjang dan bahkan di sana ia diintimidasi oleh siswa lain.
Penindasan berakhir ketika ibunya mengeluh kepada seorang guru agama di pesantren.
Sayangnya, Atan putus sekolah agama karena Nor tidak mampu membayar biaya bulanan RM250, dan ia tak lagi sekolah sejak tahun lalu.
Selepas itu Atan pun menghabiskan waktu bermain bersama sebayanya hingga suatu hari ia diajak memancing dan menangkap kepiting dengan seorang pemuda setempat bernama 'Botak'.
Pemuda itu memberi tahu Atan bahwa jika dia membantu menangkap kepiting, dia akan diberi sejumlah uang.
Baca Juga: Air Mata Darah Pria Ini Nyata Akibat Penyakit Genetik yang Langka
Namun, alih-alih dibayar sejumlah uang, Atan diberikan metamfetamin alias sabu.
Semenjak saat itu pun Atan tak lagi pulang ke rumah selama 3 bulan.
Ibunya yang khawatir langsung membuat dua laporan pada pihak polisi.
Kepala unit AADK Kota Setar dan Pokok Sena, Suria Azlina Shaarin mengatakan bahwa Atan akan dirujuk ke petugas kesejahteraan kabupaten
Remaja 13 tahun tersebut telah dites obat-obatan oleh National Anti-Drug Agency (AADK) pada Selasa (10/8) dan hasilnya positif.
Melansir dari Kid's Health, penggunaan metamfetamin pada anak di bawah umur dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti munculnya penyakit gigi dan gusi yang parah ini sering menyebabkan gigi patah atau rontok.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menyebabkan masalah dengan ingatan dan gerakan tubuh, dan dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan perilaku kekerasan.
Tak hanya itu, menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Child Abuse & Neglect, menyebutkan bahwa paparan bahan kimia beracun dapat mencakup keracunan, luka bakar dan iritasi paru-paru; kerusakan organ dalam seperti hati, ginjal, jantung, otak, dan sistem kekebalan tubuh; kanker seperti limfoma dan leukemia, penekanan sumsum tulang yang mengakibatkan anemia dan peningkatan risiko infeksi; dan masalah perkembangan dan pertumbuhan.
Ukuran tubuh anak-anak, tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang lebih tinggi, dan metabolisme yang lebih cepat dan tingkat pernapasan berarti bahwa anak-anak lebih mungkin menyerap lebih banyak bahan kimia dan obat-obatan ke dalam tubuh mereka daripada orang dewasa.
Otak yang berkembang dan sistem organ lainnya lebih rentan terhadap kerusakan pada tingkat kematangan tertentu.
Baca Juga: Diancam Dibunuh jika Mengadu, 2 Gadis Asal Maluku Ini Jadi Korban Kekerasan Seksual Ayahnya Sendiri
Anak-anak mungkin tidak dapat memproses dan menghilangkan bahan kimia seperti orang dewasa dan karena itu juga berisiko mengalami masalah neurologis dan perkembangan.
Bahkan, metamfetamin dan banyak bahan kimia yang terlibat dalam pembuatannya diserap langsung melalui kulit.
Anak-anak memiliki rentang hidup yang jauh lebih lama daripada orang dewasa untuk mengembangkan efek akut atau kronis dari paparan bahan kimia atau kanker.
Bahkan ketika digunakan dalam dosis yang lebih besar, sabu dapat menyebabkan suhu tubuh tinggi, kebingungan, kejang-kejang (gerakan tubuh menyentak yang tidak terkendali), dan bahkan kematian.
Kini, Presiden Yayasan Pencegahan Kejahatan Malaysia (MCPF), cabang Kota Setar, Dr Zaki Zamani mengimbau orangtua dan anggota masyarakat harus bekerja bahu membahu untuk membatasi penggunaan narkoba di lingkungan anak-anak.
Diharapkan bahwa Atan dan remaja yang terkena dampak akan menerima bantuan yang mereka butuhkan, dan dia akan melanjutkan pendidikannya setelah itu.
Berkaca dari kejadian ini, sudah pasti orangtua mulai semakin memberi batasan-batasan positif bagi anak-anaknya agar tak salah arah. (*)