Ketika ini terjadi, bakteri dapat menghasilkan racun (toksin) yang dapat menyebabkan kelemahan, sakit tenggorokan, demam, atau pembengkakan di kelenjar leher.
Baca Juga: Ini Alasan Kenapa Lupus Dijuluki Sebagai 'Penyakit Seribu Wajah'
Menurut data WHO, difteri sering terjadi pada anak kecil, dan berakibat fatal pada 5-10% kasus difteri pada anak-anak.
Dalam dua hingga tiga hari, jaringan mati membentuk lapisan abu-abu tebal yang dapat menumpuk di tenggorokan atau hidung hingga dapat menutupi jaringan di hidung, amandel, kotak suara, dan tenggorokan, sehingga sangat sulit untuk bernapas dan menelan.
Racun juga dapat masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada jantung, saraf, dan ginjal.
Difteri tergolong penyakit menular berbahaya dan berpotensi mengancam jiwa, namun bisa dicegah melalui imunisasi.
"Untuk pencegahan difteri dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu pemberian vaksin difteri yang dikombinasikan dengan vaksin tetanus dan batuk rejan (pertusis).
"Imunisasi DPT termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak. Pemberian vaksin ini dilakukan pada usia, 2, 3, 4, dan 18 bulan, serta pada usia 5 tahun," pungkasnya.
Namun nahasnya, nyawa sang bocah 4 tahun itu tak selematkan, sepertinya masalah penyakit menular ini kembali menjadi PR tersendiri bagi Menteri Kesehatan baru. (*)