GridHEALTH.id - Sebagian besar orang menganggap mimpi buruk selama tidur merupakan sebuah hal yang sangat mengganggu.
Bagaimana tidak, mimpi buruk terkadang membuat detak jantung kita menjadi cepat hingga tak sedikit orang yang merasakan berkeringat saat mengalaminya.
Menurut laman WebMD, beberapa orang mengalami mimpi buruk setelah ngemil larut malam yang dapat meningkatkan metabolisme dan memberi sinyal pada otak untuk lebih aktif.
Sejumlah obat juga diketahui berkontribusi terhadap frekuensi mimpi buruk.
Obat-obatan yang bekerja pada zat kimia otak, seperti antidepresan dan narkotika, juga obat-obatan non-psikologis, termasuk beberapa obat tekanan darah, juga dapat menyebabkan mimpi buruk pada orang dewasa.
Namun baru-baru ini, ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa orang yang sering mimpi buruk dipercaya dapat menghadapi stres.
Para peneliti, sebagian didanai oleh pemerintah AS, mempelajari daerah otak mana yang menyala selama mimpi buruk.
Mereka memantau otak 18 orang ketika mereka tidur dan secara teratur membangunkan mereka bertanya apakah mereka mengalami mimpi buruk.
Para peneliti menemukan sebuah pola, seeperti selama mimpi buruk, sering ada aktivitas tinggi di daerah otak yang mengendalikan emosi.
Dalam percobaan kedua, mereka memberi 89 orang buku harian impian untuk diisi selama seminggu.
Pada akhirnya, setiap orang duduk melalui pemindaian MRI sambil ditunjukkan gambar negatif dan menakutkan.
Mereka menemukan bahwa, pada orang yang mengalami mimpi buruk, daerah otak emosional mereka merespons lebih cepat dan lebih efisien daripada mereka yang tidak.
Baca Juga: Penampilannya Berubah, Mantan Istri Farhat Abbas Mengaku Rela Menahan Rasa Sakit Selama 3 Hari
Sebuah artikel yang diterbitkan bulan lalu di jurnal Human Brain Mapping, membantu mereka mengidentifikasi bagaimana mimpi buruk menerangi otak secara real time.
"Dengan menganalisis aktivitas otak berdasarkan respons partisipan, kami mengidentifikasi dua wilayah otak yang terlibat dalam induksi rasa takut yang dialami selama mimpi yaitu insula dan korteks singulata," kata Lampros Perogamvros, salah satu penulis utama.
Insula melepaskan respons rasa takut kita di saat-saat bahaya, sementara korteks singulata mengendalikannya.
"Untuk pertama kalinya, kami telah mengidentifikasi korelasi saraf rasa takut ketika kami bermimpi dan telah mengamati bahwa daerah yang sama diaktifkan ketika mengalami rasa takut di kedua kondisi tidur dan terjaga," lanjutnya.
Di luar insula dan korteks singulata, mereka juga melihat amigdala dan korteks prefrontal yang juga mengendalikan emosi.
Beberapa peneloiti menyimpulkan bahwa sampai batas tertentu, mimpi buruk tampaknya bermanfaat, membantu menguatkan untuk pengalaman yang menegangkan.
namun mimpi buruk yang berdasarkan dengan trauma masa lalu belum terbutkti dapat membuat seseorang mampu menghadapi stres. (*)