Find Us On Social Media :

Berantas Stunting: Indonesia Masih Darurat Stunting, Tapi Masih Sering Buang-buang Makanan

Indonesia masih darurat stunting, tapi masyarakatnya masih sering buang-buang makanan.

GridHEALTH.id - Meski angka stunting di Indonesia menurun sayangnya jumlahnya masih jauh dari target yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20%.

Diketahui menurut Riset Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 menunjukkan, 30,8% balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini memang turun jika dibandingkan data Riskesdas 2013, yakni 37,2%.

Akan tetapi kondisi darurat stunting ini juga diperparah oleh kebiasaan masyarakat Indonesia yang ternyata sering membuang-buang makanan.

Baca Juga: Berantas Stunting; Lurah Pulau Tidung Lakukan Pembibitan Daun Kelor Untuk Cegah Stunting

Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pernah memperkirakan bahwa sepertiga makanan yang diproduksi terbuang atau hilang begitu saja setiap tahunnya.

Jika dikonversikan menjadi uang, nilainya sekitar Rp 14 kuadriliun atau 14.000 triliun.

Angka tersebut tentu cukup besar jika digunakan untuk memberantas stunting.

Untuk konteks Indonesia, paradoks kelaparan dan buang-buang makanan ini tergambar dengan jelas dalam laporan oleh Barilla Center for Food & Nutrition pada tahun 2016 dan 2018.

Food Sustainability Index yang dibuat oleh Barilla Center for Food & Nutrition menunjukkan bahwa negara kita peringkat 45 di antara 67 negara jika dilihat presentase jumlah makanan yang hilang dibandingkan yang diproduksi secara domestik.

Baca Juga: Aria Permana Kini Senang Bermain Basket, Ternyata Ada Hubungannya dengan Kebutuhannya yang Pernah Mencapai Berat Badan 192 kilogram

Indonesia juga mendapat peringkat dua sebagai pembuang makanan terbanyak dari Barilla Center for Food & Nutrition pada 2016.

Sekitar 300 kilogram makanan per kapita terbuang setiap tahunnya di Indonesia, hanya kalah dari Arab Saudi yang membuang 427 kilogram per kapita per tahun.

Baca Juga: Malas Berkeringat? Lihat Bagaimana Olahraga Seperti Tai Chi Dapat Menurunkan Tekanan Darah!

Padahal, laporan dari organisasi yang sama pada tahun 2018 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara nomor delapan dari segi prevalensi kekurangan gizi di antara 67 negara (Arab Saudi nomor 20).

Menanggapi laporan ini, kita mungkin beranggapan bahwa makanan kita yang terbuang adalah ulah produsen dan distributor. Ternyata hal ini memang benar adanya.

Baca Juga: Komedian yang Nyunda Pisan Ini Gegera Kerupuk Kulit Harus Belajar Kesehatan Demi Sukses Diet

Menurut laporan mereka yang tahun 2016 menjelaskan bahwa di negara-negara berkembang, hilangnya makanan lebih sering terjadi karena infrastruktur dan praktik produksi yang tidak memadai.

Tidak adanya truk berpendingin, misalnya, membuat buah dan sayuran terbuang sebelum sampai ke pasaran.

Baca Juga: Mantan CEO Usia 81 Rela Jadi Sales Karena Ogah Berdiam Diri, Ini Manfaatnya Untuk Kesehatan

Akan tetapi, sampah makanan pada tingkat konsumen juga tidak main-main.

Para peneliti menulis, meskipun kesadaran mengenai masalah sampah makanan konsumen meningkat, hal ini masih menjadi halangan yang signifikan untuk mencapai sistem makanan yang berkelanjutan.

Mereka pun mengusulkan beberapa solusi. Salah satunya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memaksimalkan makanan yang ada.

Hal ini bisa dimulai dari program edukasi di sekolah dan perusahaan.

Baca Juga: Madu dan Gula Sama Saja, Sama-sama Bisa Membunuh Penderita Diabetes

Lalu, pemerintah juga dihimbau untuk membuat panduan manajemen makanan di rumah.

Selain itu, pelabelan makanan yang lebih akurat juga dapat mengurangi sampah makan di tingkat konsumen.

Penggunaan istilah “Sell by” (dijual sampai), “best by” (terbaik sampai) dan “use by” (gunakan sampai); misalnya, seringkali membuat konsumen kebingungan.

Baca Juga: Heboh Soun Cap Ayam Campur Kaporit, Konsumen Berisiko Terkena Kanker, Ini Kata Ahli

Untuk makanan yang memang harus dibuang, para peneliti mengusulkan untuk melakukan pendekatan sirkular dan memasukkannya kembali dalam rantai produksi.

Salah satu contohnya dari produksi biogas dari sampah makanan. Lalu, ada juga ide yang lebih kreatif seperti start up Orange Fiber di Italia yang memproduksi kain dari ampas produksi jus jeruk.(*)

 #berantasstunting

 Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan Judul Indonesia Kurang Gizi tapi Suka Buang-buang Makanan