GridHEALTH.id - Kasus kepala sekolah yang mencabuli anak didiknya akhirnya diungkap pihak kepolisian.
Parahnya, kasus pencabulan ini baru terungkap setelah empat tahun berjalan.
Dilansir dari TribunBali, oknum kepala sekolah tersebut menjabat di salah satu Sekolah Dasar di Kecamatan Kuta Utara, Bali.
Kini oknum kepala sekolah berinisial IWS udah ditetapkan sebagai tersangka dan diamankan Polres Badung, Minggu (22/2/2020).
Dari hasil pemeriksaan, pencabulan diketahui sudah terjadi sejak tahun 2016 lalu sekitar bulan Juli. Dimana saat itu korban masih duduk di kelas 6 SD.
Namun meski sudah tamat SD, aksi pencabulan terus berlanjut hingga Januari 2020 lalu.
Saat ini korban berusia 16 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Menurut Kasat Reskrim Polres Badung, AKP Laorens Rajamangapul Heselo, pelaku tidak ingat berapa kali berhubungan terhadap korban.
"Berdasarkan pemeriksaan, pelaku mengakui perbuatannya. Bahkan tidak hanya sekali pelaku juga mengaku mengajak korban berhubungan di rumah dan di beberapa penginapan," ujarnya.
Baca Juga: Mengaku Cuma Iseng dan Khilaf, Pelaku Begal Payudara Di Yogyakarta Ternyata Seorang Guru Honorer
Lebih lanjut, Laorens mengatakan, IWS melakukan aksinya pertama kali di ruang kepala sekolah.
Ia memanggil korban ke ruang kepala sekolah. Saat berduaan pelaku memaksa korban untuk melayaninya berhubungan badan.
"Intinya saat itu dia disuruh berhubungan, mungkin juga ada paksaan hingga korban mau melakukannya," ungkapnya.
Pelaku yang beralamat di Perumahan Dalung Permai itu pun kembali mengajak korban untuk berhubungan badan beberapa kali.
Bahkan diakui pelaku dilakukan beberapa tempat di antaranya di ruangan tempat les pelaku di wilayah Dalung, Kuta Utara, di dalam kamar di rumah pelaku di Dalung, dan di beberapa penginapan di wilayah Kuta Utara.
"Pelaku ini kan membuka les di rumahnya. Jadi mungkin di sana pelaku diajak. Termasuk disewakan tempat," kata Laorens.
Terbongkarnya hubungan pelaku dengan korban berawal dari ayah korban didatangi oleh seorang guru pembina pramuka korban di sekolahnya sekarang.
Guru itu memberitahukan korban sempat bercerita bahwa telah disetubuhi oleh pelaku, yang sudah beristri.
"Korban menerangkan bahwa saat masih kelas 6 SD (sekitar bulan Juli 2016) dibujuk oleh pelaku agar mau berhubungan badan dengannya. Ayah korban pun menanyakan kebenaran informasi tersebut kepada korban dan korban mengakuinya," jelasnya.
Baca Juga: 10 Cara Hilangkan Mata Lelah Akibat Kesibukan Pekerjaan di Kantor
Dari informasi tersebut, orangt tua korban melaporkan IWS ke Polres Badung pada Sabtu (22/2/2020) dengan laporan tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
"Setelah menerima laporan, saya pun perintahkan anggota unit PPA Satreskrim Polres Badung, dipimpin oleh Kanit IV Reskrim Ipda Komang Juniawan melakukan penyelidikan terhadap keberadaan pelaku. Kami kemudian amankan pelaku di tempat tinggalnya di Perumahan Dalung," ungkapnya.
Terkait motif terjadinya kasus pencabulan ini, Laorens mengatakan karena pelaku IWS menyukai korban dan berhasrat menjadikan korban sebagai pacar.
Menilik dari sisi medis, tentu kejadian ini justru akan mempengaruhi kesehatan korban dalam hal ini siswi tersebut, baik itu secara kesehatan fisik maupun mental.
Melansir dari NCBI, sebuah penelitian yang dilakukan oleh akademisi dari University College London (UCL) dan staf spesialis dari rumah sakit King's College NHS mengungkapkan fakta mengejutkan.
Empat dari lima korban pencabulan atau pemerkosaan berisiko menderita kesehatan mental yang melumpuhkan mereka beberapa bulan setelah 'penyerangan'.
Dimana korban akan mengalami kecemasan, depresi, gangguan stres pasca-trauma dan kondisi serius lainnya empat hingga lima bulan setelah 'diserang'.
Baca Juga: 7 Cara Praktis dan Hemat Ini Untuk Menangkal Keriput di Wajah
Bahkan, para ahli mengatakan bahwa mereka yang menjadi korban pencabulan di masa kanak-kanak bisa menyebabkan masalah kesehatan mental yang dapat bertahan hingga dewasa atau seumur hidupnya.
Penelitian ini melibatkan 137 gadis berusia antara 13 dan 17 - usia rata-rata 15,6 tahun - yang diserang antara April 2013 dan April 2015.
Ketika para gadis diperiksa empat hingga lima bulan setelah diserang, 80% dari mereka memiliki setidaknya satu gangguan kesehatan mental. Lebih dari setengah (55%) memiliki setidaknya dua kelainan.
Tidak hanya kesehatan mental saja yang terancam, para korban juga mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami penyakit lain.
Studi tersebut menemukan sejumlah gadis (4%) hamil setelah diserang, 12% memiliki infeksi menular seksual dan 8% - satu dari 12 - telah menjadi sasaran serangan seksual lainnya.
Melihat kembali masalah tersebut, semoga kasus pencabulan seperti ini tidak terulang kembali dikemudian hari, apalagi yang melibatkan pendidik dan anak dibawah umur.(*)
Baca Juga: RSCM Kebanjiran, Deretan Alat Medis Ini yang Terendam Banjir
#berantasstunting