Padahal di Thailand, kritik semacam ini akan dihukum berat di bawah undang-undang lese majeste, yang melarang pernyataan atau pendapat yang meremehkan tentang raja dan keluarga kerajaan.
Mengnai hal itu, siapa pun yang melanggar, akan diancam hukuman 15 tahun penjara.
Ada sejumlah kasus di masa lalu, beberapa warga Thailand dijebloskan ke penjara selama bertahun-tahun karena postingannya di Facebook.
Walau sudah ada kasus, namun media sosial tetap menjadi satu-satunya sumber untuk memahami bagaimana perasaan orang Thailand, terutama generasi muda, tentang kerajaan.
Terlepas dari risikonya, cuitan dari sejarawan di pengasingan Somsak Jeamteerasakul beredar di media sosial Thailand pada akhir Maret, menunjukkan jalur penerbangan raja ke Jerman dan bertanya dalam bahasa Thailand: "Untuk apa kita membutuhkan seorang raja?" postingan itu dengan cepat dibagikan ribuan kali dan menjadi trending topic selama berminggu-minggu.
Tak hanya itu, beberapa meme populer telah beredar, menduplikasi cuplikan Game of Thrones HBO: "Kami tidak melayani raja sial yang hanya menjadi raja karena ayahnya."
Beberapa warganet melayangkan kritik mereka, bukan hanya kepada raja tetapi pada sistem monarki secara keseluruhan.
Seorang pengguna Facebook, misalnya menulis: "Melihat orang-orang mempertanyakan di Twitter mengapa kita membutuhkan seorang raja, membuat saya senang, tetapi saya ingin kita lebih dari sekadar menghina dia di Twitter. Saya ingin orang membaca atau mendengar pembahasan tentang topik ini dan menekankan secara sistematis mengapa sistem ini ada, mengapa dianggap sangat penting dan mengapa, saat ini, tampaknya tidak perlu."
Baca Juga: Selama WFH Jumlah Ibu Hamil Meningkat, Ada Risikonya Kehamilan di Tengah Pandemi Covid-19