GridHEALTH.id - Raja Thailand dirindukan rakyatnya saat pandemi Covid-19.
Sebab, sejak merebaknya virus corona membuat Thailand lumpuh.
Jalanan di ibu kota Bangkok yang biasanya ramai berubah sepi.
Bandara Suvarnabhumi, pintu masuk pariwisata internasional alami penurunan lalu lintas yang cukup drastis.
Industri pariwisata Thailand yang menjadi penyumbang 20% dari PDB negara itu pada 2018, kini bisa dikatakan berhenti
Karenanya rakyat Thailand merindukan rajanya yang kini tidak ada di negaranya.
Diketahui, Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn sejak pandemi Covid-19 melanda mengkarantina diri dan keluarganya.
Raja Thailand tinggal sementara di sebuah hotel mewah di Pegunungan Alpen Bavaria, Jerman.
Baca Juga: Kronologi Teridentifikasinya Virus Covid-19 Indonesia yang Berbeda oleh Lembaga Eijkman
Vajiralongkorn menikmati izin khusus untuk tinggal di Hotel Sonnenbichl di Garmisch-Partenkirchen, Jerman. Sebab hotel ini tidak terbuka untuk umum.
Di sana Raja Thailand hidup bersama 100 orang, termasuk diantaranya 20 selirnya.
Raja yang resmi menggantikan ayahnya naik tahta pada Oktober 2016 namun baru dinobatkan melalui proses upacara megah selama tiga hari pada Mei 2019, memang berbeda dengan ayahnya yang sangat disegani dan dihormati rakyatnya.
Mengenai Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, "Perilaku raja selama krisis virus corona telah menjadi bencana bagi reputasi monarki Thailand," kata wartawan dan aktivis Andrew MacGregor Marshall.
Malah menurutnya, "raja yang bermasalah, sadis, dan otoriter, yang seharusnya tidak memiliki tempat di abad ke-21."
Marshall, penulis buku "A Kingdom in Crisis," berani menuliskan hal tersebut arena diizinkan untuk mengatakan apa yang diinginkannya tentang Raja Vajiralongkorn.
Baca Juga: 7 Mei Semua Transportasi Diperbolehkan Beroperasi, Menhub Budi Karya: 'Tapi Tidak Boleh Mudik!'
Padahal di Thailand, kritik semacam ini akan dihukum berat di bawah undang-undang lese majeste, yang melarang pernyataan atau pendapat yang meremehkan tentang raja dan keluarga kerajaan.
Mengnai hal itu, siapa pun yang melanggar, akan diancam hukuman 15 tahun penjara.
Ada sejumlah kasus di masa lalu, beberapa warga Thailand dijebloskan ke penjara selama bertahun-tahun karena postingannya di Facebook.
Walau sudah ada kasus, namun media sosial tetap menjadi satu-satunya sumber untuk memahami bagaimana perasaan orang Thailand, terutama generasi muda, tentang kerajaan.
Terlepas dari risikonya, cuitan dari sejarawan di pengasingan Somsak Jeamteerasakul beredar di media sosial Thailand pada akhir Maret, menunjukkan jalur penerbangan raja ke Jerman dan bertanya dalam bahasa Thailand: "Untuk apa kita membutuhkan seorang raja?" postingan itu dengan cepat dibagikan ribuan kali dan menjadi trending topic selama berminggu-minggu.
Tak hanya itu, beberapa meme populer telah beredar, menduplikasi cuplikan Game of Thrones HBO: "Kami tidak melayani raja sial yang hanya menjadi raja karena ayahnya."
Beberapa warganet melayangkan kritik mereka, bukan hanya kepada raja tetapi pada sistem monarki secara keseluruhan.
Seorang pengguna Facebook, misalnya menulis: "Melihat orang-orang mempertanyakan di Twitter mengapa kita membutuhkan seorang raja, membuat saya senang, tetapi saya ingin kita lebih dari sekadar menghina dia di Twitter. Saya ingin orang membaca atau mendengar pembahasan tentang topik ini dan menekankan secara sistematis mengapa sistem ini ada, mengapa dianggap sangat penting dan mengapa, saat ini, tampaknya tidak perlu."
Baca Juga: Selama WFH Jumlah Ibu Hamil Meningkat, Ada Risikonya Kehamilan di Tengah Pandemi Covid-19
Beberapa warganet bahkan secara tersirat menuntut penghapusan sistem kerajaan: "Jujur, saya ingin memiliki presiden."
Namun seorang pakar Thailand, yang ingin tetap anonim karena alasan keamanan, menyebut warga Thailand yang berusia di atas 30 tahun masih memegang teguh sistem monarki meskipun mereka diam-diam tidak menyetujui tindakan raja yang sekarang.
Tapi Marshall tidak percaya, ketidaksenangan yang tumbuh terhadap raja akan mengarah pada langkah konkret melawan monarki. Sebab raja didukung penuh militer.
Masih menurut Marshall, Vajiralongkorn telah berhasil mendorong kerajaan ke arah monarki absolut sejak menjabat. Walau secara resmi negara itu masih monarki konstitusional.
Untuk tujuan ini, raja telah membawa unit elit prajurit dan polisi di bawah kendalinya langsung.
Ia mengambil kendali langsung aset keluarga kerajaan, yang sebelumnya dikelola oleh Crown Property Bureau (CPB).
Menurut perkiraan, aset tersebut berjumlah $ 30 hingga $ 60 miliar (lebih dari Rp 453 triliun).
"Sudah jelas bahwa raja tidak mendapat dukungan dari sebagian besar warga Thailand, tetapi akan sangat sulit untuk menantang kekuasaannya karena kontrolnya atas militer. Pemberontakan melawan monarki akan menyebabkan pertumpahan darah massal di jalan-jalan Bangkok," kata Marshall.
Baca Juga: Jadwal Kontrol dan Perawatan Pasien Jantung di Masa Pandemi Covid-19
Baca Juga: Ini Kunci Dapatkan Manfaat Puasa Bagi Penderita Maag, Penasaran?
Para ahli, bagaimanapun, percaya bahwa meskipun mayoritas generasi muda Thailand mengkritik raja, mereka tidak mewakili pendapat mayoritas penduduk.
Kritik terhadap monarki mungkin akan mengarah pada kebijakan konkret dan melemahnya monarki mungkin hanya terjadi setelah perubahan generasi.
Saat pandemi ini memang nyata rakyat Thailand sangat merindukan Rajanya.(*)
#berantasstunting
#HadapCorona
Artikel ini pernah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Raja Thailand Hidup dalam Karantina Mewah, Sementara Negaranya Menderita"