Find Us On Social Media :

Setelah Covid-19, Kelelawar Kembali Jadi Penyebab Kembalinya Wabah Ebola yang Jauh Lebih Mematikan daripada Corona

kelelawar buah Mesir (Rousettus aegyptiacus)

GridHEALTH.id - Setelah Covid-19, Kelelawar Kembali Jadi Penyebab Kembalinya Wabah Ebola yang Jauh Lebih Mematikan daripada Corona.

November hingga Deseber 2019 gegara kasus virus corona di Wuhan China, Kelelawar divonis habis-habisa oleh banyak orang dan ahli sebagai penyebab dan biang keladi pembawa virus mematikan tersebut.

Baca Juga: Face Shield Benda Wajib Hadapi New Normal, Begini Cara Membersihkannya

Kini, virus corona belu usai, dan belum tertangani, dunia kembali dibuat hebh dan takut oleh virus ebola yang pembawanya adalah kelelawar.

Mewabahnya virus Ebola, diketahui setelah World Health Organization (WHO) mengumumkan adanya wabah baru virus ebola di negara Afrika.

Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo, merujuk laporan WHO, menyebutkan ada enam kasus ebola ditemukan di zona kesehatan Wangata, Mbandaka, Provinsi Equateur.A

Baca Juga: Alasan Ilmiah Mengapa Orang Gemar Berolahraga Jarang Depresi

Empat di antaranya meninggal dunia dan dua kasus sedang dalam perawatan.

Ini adalah outbreak ke-11 dari virus ebola di negara tersebut. Ebola memang merupakan virus endemik Afrika, pertama ditemukan pada 1976.

Baca Juga: Penambahan Kasus Positif Corona Kembali Melonjak hingga 609 Orang, Akankah PSBB Jakarta Kembali Diperpanjang?

Kota Mbandaka merupakan lokasi outbreak ebola kesembilan yang terjadi pada Juli 2018.

Outbreak ebola terakhir berlokasi di tiga kawasan, yaitu North Kivu, South Kivu, dan Provinsi Ituri. Outbreak ini belum selesai.

Pada 14 Mei 2020, Kementerian Kesehatan Kongo memulai 42 hari hitung mundur deklarasi berakhirnya outbreak ke-10.

Apa itu ebola?

Baca Juga: Sedih Lihat Dwi Sasono Ditangkap Karena Narkoba, Sejumlah Artis Beri Dukungan

Virus ebola termasuk dalam famili Filoviridae yang mencakup tiga kelompok, yaitu Cuevavirus, Marburgvirus, dan Ebolavirus.

Dalam genus Ebolavirus, enam spesies ditemukan yaitu di Zaire, Bundibugyo, Sudan, Tai Forest, Reston, dan Bombali.

Ebola Virus Disease (EVD) atau Ebola haemorrhagic fever merupakan penyakit dengan tingkat keparahan yang tinggi. Penyakit ini menginfeksi manusia dan primata, serta kerap berujung pada kematian.

Baca Juga: Jelang Akhir PSBB Jakarta, Paranormal Kondang Ini Larang Warga Pergi ke Pantai Meski Sudah New Normal

Baca Juga: Jelang Akhir PSBB Jakarta, Paranormal Kondang Ini Larang Warga Pergi ke Pantai Meski Sudah New Normal

WHO menyebutkan, angka mortalitas penyakit ebola berada pada kisaran 50 persen, tepatnya antara 25 hingga 90 persen.

Afrika adalah wilayah yang mengalami outbreak ebola terparah.

Outbreak yang terjadi pada 2014-2016 di Afrika Barat merupakan kasus terparah sejak penyakit tersebut pertama ditemukan pada 1976.

Selain di Republik Demokratik Kongo, ebola juga menjangkiti beberapa negara lainnya di Afrika, seperti Sierra Leone dan Liberia.

Baca Juga: Imbas Corona, 221.000 Calon Jemaah Haji Indonesia Tidak Diberangkatkan ke Tanah Suci

Baca Juga: Ibunya Dibentur dan Dibanting ke Lantai Akibat Uang Belanja, Sang Anak Rekam KDRT Sebut Tak Ingin Lagi Lihat Ayahnya

Transmisi

Sama seperti Covid-19, ebola adalah penyakit zoonosis yang ditransmisikan dari satwa liar. Para ilmuwan percaya bahwa inang dari virus ebola adalah kelelawar dari famili Pteropodidae, jenis kelelawar pemakan buah.

Selain kelelawar, beberapa satwa liar yang menjadi inang ebola adalah landak, simpanse, gorila, monyet, dan antelop.

Mayoritas penduduk Afrika terinfeksi ebola karena kontak langsung dengan hewan yang ditemukan sakit atau mati di hutan setempat.

Virus ebola kemudian menyebar antar-manusia melalui kontak langsung dengan darah, sekresi, organ, atau cairan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi.

Tak hanya kontak langsung, tetapi juga melalui benda mati yang terpapar cairan tubuh orang yang terinfeksi.

Banyak tenaga kesehatan di Afrika yang terinfeksi ebola karena menangani pasien tanpa alat pelindung diri (APD) yang lengkap.

Wanita hamil yang terinfeksi dan sembuh dari ebola bisa menurunkan virus tersebut kepada bayi atau janinnya lewat ASI dan jaringan di dalam rahim.

Baca Juga: Kasus Satu Keluarga Positif Covid-19 Kembali Terjadi, Kali Ini Menimpa Bupati Melawi Kalimantan Barat

Baca Juga: Bukannya Patuhi PSBB, Sejumlah Warga Malah Kepergok Berkemah di Bogor, Warganet Khawatir Ada Klaster Baru Covid-19

Tingkat kematian

Meski virus corona kini menjadi momok bagi hampir seluruh warga di dunia, bagi penduduk Kongo, virus ebola jauh membuat mereka takut.

Hingga Selasa (2/6/2020), menurut data worldometer, virus corona telah menginfeksi 3326 orang di Kongo.

Sementara itu, menurut laporan WHO per 5 Mei 2020, virus ebola telah menginfeksi 3317 orang.

Baca Juga: Daftar Rumah Sakit yang Menyediakan Test Covid-19 di Seluruh Indonesia, Lengkap Biayanya Mulai dari 300 Ribu Sampai 6 Juta

Sekilas, jika berbicara tentang kasus positif, keduanya hampir sama, bahkan hanya berselisih 9 kasus.

Namun, lain halnya jika berbicara tentang angka kematian.

Di saat virus corona 'hanya' menyebabkan 72 kasus kematian, virus ebola telah merenggut nyawa sebanyak 2279 jiwa.

Sebuah angka yang menunjukkan betapa virus ebola sangat jauh lebih mematikan dibanding virus corona.(*)

Baca Juga: Makin Memanas, Presiden AS Turunkan Ribuan Tentara Bersenjata Lengkap untuk Padamkan Kerusuhan Pasca Kematian George Floyd

 #brantasstunting

#HadapiCorona

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ebola Kembali Muncul di Kongo, Virus Apa Itu dan Bagaimana Penyebarannya?".