GridHEALTH.id - Sampai dengan hari ini kasus virus corona di Indonesia masih terus mengalami peningkatan.
Banyak yang menjadi faktor dugaan hal tersebut, misalnya karena perpindahan warga akibat mudik lebaran sehingga menyebabkan sejumlah wilayah terutama di Jawa Timur mengalami kenaikan kasus baru virus corona.
Ada pula faktor lainnya yang juga diduga menjadi penyebab meningkatkan kasus virus corona, yakni munculnya klaster baru yang ditemukan.
Bahkan, kegiatan silaturahmi saat Hari Raya Idul Fitri beberapa waktu lalu pun sempat disebut-sebut sebagai faktor lainnya yang menyebabkan kasus virus corona di Indonesia yang tak kunjung menurun.
Meski kenaikan kerap terjadi, namun belum tentu dapat diartikan bahwa keadaan semakin buruk dan perjuangan dalam melawan pandemi gagal.
Dilansir dari laman resmi informasi seputar penanganan Covid-19 di Indonesia oleh Pemerintah, Ahli Epidemiologi dan Informatika Penyakit Menular dari Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah mengatakan bahwa kenaikan angka kasus Covid-19 dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya penambahan pemeriksaan.
"Yang paling mudah kita lihat sekarang adalah penambahan kasus positif bertambah tinggi, karena jumlah pemeriksaan juga bertambah tinggi," kata Dewi.
Baca Juga: Update Covid-19; Prediksi Kasus Virus Corona Melonjak Tajam Usai Lebaran
Dalam hal ini, hasil jumlah pemeriksaan terhadap orang yang diperiksa mempengaruhi angka kasus rata-rata penambahan positif setiap harinya.
Dengan kata lain, apabila angka tingkat positif menunjukkan hasil yang sama, berarti tidak ada perbedaan meski jumlahnya bertambah.
"Kalau dalam istilahnya adalah kita melihat positivity rate, berapa persen orang yang positif dari jumlah orang yang diperiksa. Kalau jumlahnya kurang lebih sama, berarti tidak ada perbedaan walaupun angkanya bertambah besar," kata Dewi.
Dewi pun memberikan contoh, ketika awalnya dilakukan pemeriksaan dengan target 10.000 lalu kemudian naik menjadi 20.000 perhari, maka hasilnya juga berpotensi akan mengalami peningkatan.
"Misal di awal kita punya target pemeriksaan 10.000 per hari, sekarang naik jadi 20.000 perhari, maka kita akan melihat lonjakan jumlah kasus positifnya," jelas Dewi.
Baca Juga: Indonesia Sudah Terapkan New Normal, WHO Malah Sebut Langkah Tersebut Terlihat Dipaksakan, Kenapa?
Oleh sebab itu, Dewi meminta masyarakat untuk tidak kemudian mengartikan bahwa penambahan angka kasus positif tersebut berarti kondisi semakin buruk dan perjuangan melawan Covid-19 selama ini menjadi sia-sia.
"Ketika kita melihat angka, maka jangan dilihat secara bulat," ujar Dewi.
Tak hanya itu, Dewi juga menjelaskan bahwa Covid-19 merupakan penyakit yang dinamis. Keadaan dinamis itu pun mempengaruhi berubahnya angka kasus.
Baca Juga: Obat Covid-19 Made in Indonesia Sudah Beredar di Pasaran, Telah Lulus Uji Klinis
Menurutnya, seseorang berpotensi mengalami perubahan status dari Orang Dalam Pemantauan (ODP) menjadi Pasien Dalam Pengawasan (PDP), kemudian berubah lagi positif hingga negatif setelah melalui rangkaian isolasi mandiri dan dua kali melakukan tes swab.
Dengan demikian, perubahan tersebut yang kemudian mempengaruhi data laporan kasus setiap harinya. Sehingga inilah yang kemudian disebut bahwa Covid-19 adalah penyakit yang dinamis.
Baca Juga: Jadi Kategori Penyumbang Tertinggi, Ini Saran Dokter Mencegah Penularan Virus Corona dari OTG
"Mungkin hari ini ada orang yang statusnya Orang Dalam Pemantauan (ODP) lalu kemudian setelah dites swab hasilnya positif, maka status berubah. Kemudian nanti selang dua minggu kemudian melakukan tes swab ulang sebanyak dua kali negatif, sembuh statusnya," jelas Dewi.
"Jadi yang tadi statusnya ODP, berubah menjadi positif berubah menjadi sembuh," imbuhnya.
Tak lupa Dewi juga kembali mengingatkan masyarakat dapat lebih meningkatkan lagi upaya pencegahan dengan selalu menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, dan meningkatkan imunitas tubuh.(*)
#berantasstunting #hadapicorona