Find Us On Social Media :

Baru Sebatas Pengujian pada Telur, Kalung Antivirus Corona Sudah Dianggap Solusi

Bak 'Jimat' Antivirus Corona, Kalung Ini Siap Diproduksi Masal Kementerian Pertanian Justru Dinilai Timbulkan Salah Persepsi, Gak akan Ngaruh?

GridHEALTH.id - Publik tanah air belakangan dihebohkan dengan kemunculan kalung antivirus corona buatan Kementerian Pertanian (Kementan).

Bagaimana tidak, selain diklaim sebagai penangkal virus corona (Covid-19) kalung antivirus ini juga disebut-sebut siap diproduksi secara massal.

Alhasil tak sedikit masyarakat yang heran dan bertanya kebenaran klaim tersebut.

Terlebih sampai saat ini saja Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum juga menemukan obat atau vaksin yang bisa mengatasi infeksi virus corona.

Sadar temuannya sedang menjadi buah bibir di masyarakat, akhirnya Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Kementan, Dr. Ir. Evi Savitri Iriani, MSi yang juga ikut terlibat dalam penelitian kalung antivirus Covid-19 ini angkat bicara.

Menurutnya kalung antivirus tersebut memang merupakan produk dari eucalyptus, yakni kandungan dari daun kayu putih.

Evi menyampaikan, penelitian tentang eucalyptus ini sebenarnya sudah dilakukan sejak Januari 2020. Artinya, ini bukan penelitian baru.

Baca Juga: Trump Klaim 99% Kasus Covid-19 'Benar-benar Tidak Berbahaya', Ketika 2,8 Juta Penduduk AS Telah Terinfeksi Corona

Baca Juga: Transformasi Manusia Wajah Singa, Setelah 20 Tahun Kini Bisa Kembali Normal

Namun ia mengakui bahwa penelitian eucalyptus untuk kalung antivirus corona ini baru sebatas pengujian pada telur yang sudah ada embrio ayamnya di laboratorium.

"Walaupun in vitro, tapi penelitian ini bukan pada media agar kemudian dikasih virus. Ini antara in vitro dan in vivo. Kita (penelitian) pada telur yang sudah ada embrio ayamnya," jelas Evi dikutip dari Kompas.com (6/7/2020).

Telur yang sudah memiliki embrio ayam diinfeksikan dengan virus corona umum, kemudian diberikan beberapa perlakuan setelahnya.

Ada telur yang diberi eucalyptus dengan konsentrasi mulai dari 0,1 %, 1 %, dan 10 %.

Baca Juga: WHO Resmi Hentikan Uji Coba Hydroxychloroquine, Gagal Kurangi Kematian Pasien Covid-19

Selain diberi eucalyptus, tim juga memberikan beberapa bahan lain pada telur ayam sebagai pembanding.

"Setelah embrio ayam kita diamkan selama seminggu, kita pecahkan telurnya dan kita lihat," kata Evi.

"Kalau (telur) yang hanya diberi virus saja, embrio ayamnya mati semua. Berarti dia (embrio ayamnya) mati terserang virus," imbuhnya.

Baca Juga: Kemanakah Limbah Medis, Seperti Bagian Tubuh, Dibuang? Ternyata Ada Pengepulnya

"Sementara yang dengan perlakuan eucalyptus (dengan konsentrasi) 0,1 sampai 1 %, ternyata si ayamnya bisa tumbuh dengan normal. Berarti si eucalyptus mampu menetralisir virus yang sudah diinfeksikan ke embrio ayam."

Evi mengatakan, penelitian yang dilakukan ini merupakan studi awal, sehingga diperlukan uji klinis lanjutan.

Menurut Mayo Clinic, untuk menilai efektivitas dan keamanan suatu produk seperti antivirus, perlu dilakukannya uji klinis, disamping pengujian pada hewan atau uji pra-klinis.

Diketahui uji klinis merupakan tahap akhir dari penelitian yang dilakukan kepada manusia.

Baca Juga: WHO: Cuma Jakarta yang Penuhi Standar Minimum Tes Corona di Jawa

Dimana orang yang menjadi sampel bisa sampai ribuan atau puluhan ribu, serta waktu yang dibutuhkan pun tidak sebentar.

Terkait itu Evi pun mengetahui bahwa muncul banyak pertanyaan kenapa riset ini tidak dilakukan uji klinis atau diujikan ke manusia.

Evi menerangkan, dalam hal ini pihaknya tidak dapat melakukan uji klinis karena Kementan tidak memiliki mandat untuk melakukan uji ke manusia.

"Karena untuk melakukan uji klinis, kita sudah komunikasi juga dengan Badan POM, itu ketua pengujinya harus dokter paru. Kami kementerian pertanian enggak punya (dokter), jadi hasil ini yang kita publish ke masyarakat," terangnya.

Baca Juga: Takut Menulari Warga, Pak RT Gembok Rumah yang Dihuni Pasangan Penderita Covid-19

Oleh karena itu, Evi berharap para dokter dan laboratorium yang kompeten untuk mengujikan eucalyptus dengan virus SARS-CoV-2 untuk melanjutkan riset ini.

Pasalnya, hingga saat ini SARS-CoV-2 pun tidak dapat ditumbuhkan di laboratorium.

"Mungkin karena saking spesifiknya (SARS-CoV-2), kalau tidak ditumbuhkan di inang yang sesuai, dia tidak tumbuh. Dia hanya bisa ditumbuhkan di embrio ayam, di kelelawar, atau di manusia," jelas Evi.

Baca Juga: Masuk Dunia Malam Hingga Seks Bebas Tapi Takut Saat Hamil, Kini Telaten Besarkan Anak Kebutuhan Khusus karena Penyakit Langka

Sementara untuk menumbuhkan virus penyebab Covid-19 di kultur jaringan dalam laboratorium, virus ini gagal tumbuh.

"Mudah-mudahan kalau Airlangga (Unair) atau Eijkman bisa, nanti kita bawa eucalyptus kita ke mereka. Tapi sampai saat ini, kita belum ketemu lab yang mampu menumbuhkan si SARS-CoV-2," ujarnya.

"Oleh sebab itu, temuan ini tolong ditindaklanjuti oleh laboratorium yang kompeten. Entah itu Litbang kesehatan atau perguruan tinggi yang punya Fakultas Kedokteran, bisa melakukan pengujiannya. Entah menumbuhkan SARS-CoV-2 nya, entah langsung ke uji klinisnya," tutupnya.(*)

Baca Juga: Awas, Hewan Pengerat Menggelikan Ini Sering Masuk dan Bersarang di Telinga Manusia

 #berantasstunting

#hadapicorona