GridHEALTH.id - Kekacauan di masa pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia nampaknya dimanfaatkan betul segelintir oknum untuk berbuat kejahatan.
Bahkan terbaru pihak kepolisian dibuat geger dengan ditemukannya bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang isinya ternyata merupakan narkoba.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Direktur Reserse Narkoba Polda Jawa Barat Kombes Rudy Ahmad Sudrajat.
Menurutnya selama masa pandemi Covid-19, jumlah peredaran narkoba cukup tinggi.
Kondisi tak kondusif ini juga membuat pola peredaran narkoba di tengah pandemi virus corona ternyata mengalami perubahan.
Berbagai modus pengiriman barang haram itu dilakukan untuk mengelabui polisi.
Seperti pengiriman narkoba dilakukan dengan kedok bantuan sosial (bansos) Covid-19.
"Mereka berlindung di masa pandemi ini, peredarannya menggunakan jasa travel dan kedok pengiriman logistik bantuan sosal," kata Rudi di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Selasa (7/7/2020).
Berdasarkan barang bukti yang berhasil disita dari sejumlah kasus, Direktorat Reserse Narkoba Polda Jabar telah menyita sabu-sabu seberat 4.605,80 gram; ganja 25.942,30 gram; miras 20.454 botol; 27 jerigen dan satu ember tuak; serta ciu sebanyak 394 liter.
Barang bukti yang disita ini kemudian dimusnahkan Polda Jabar dengan cara dicampur cairan sulfat untuk sabu. Sementara untuk ganja dimusnahkan dengan cara dibakar.
Selain itu, Polda Jabar juga menangkap narapidana yang sempat bebas setelah mendapatkan program asimilasi.
Rudi menyebut bahwa empat orang napi asimilasi asal Kota Bandung, Kota Cirebon, Cimahi dan Kabupaten Majalengka ini mengedarkan narkoba dengan jaringannnya yang masih aktif.
"Napi asimilasi mengedarkan karena jaringan masih berjalan," ucap Rudy.
Terlepas dari itu, diketahui memakai narkoba tidak hanya akan merugikan diri sendiri, tapi orang lain disekitar juga.
Baca Juga: 5 Keunggulan Menanak Nasi Dengan Air Teh, Mencegah Tumor Hingga Hilangkan Bau Mulut
Dikutip dari Kompas.com, dokter kesehatan jiwa, dr. Andri, SpKJ, FAPM menjelaskan, zat golongan amfetamin atau metamfetamin seperti sabu-sabu dan ekstasi dapat menyebabkan lonjakan hormon serotonin dan dopamin berkali-kali lipat dari biasanya.
"Hal ini yang membuat pengguna stimulan merasakan rasa nyaman dan gembira luar biasa," jelas Andri.
Orang yang konsumsi sabu akan merasa lebih percaya diri. Namun, efek menyenangkan itu hanya terjadi sesaat.
Baca Juga: Kejadian Unik, Alat KB Milik Sang Ibu Dipegang Bayi Saat Lahir
Namun dari semua itu, efek berbahaya yang sebenarnya akan terjadi adalah kerusakan keseimbangan sistem di otak.
Akibatnya, mereka yang mengonsumsi sabu bisa menjadi lebih sulit mengelola stres.
Penggunaan sabu dalam jangka panjang bisa menimbulkan efek gangguan kecemasan di kemudian hari.
Bahkan efek tersebut masih muncul setelah sudah tak lagi konsumsi sabu.
Gejala kecemasan bisa berupa jantung berdebar tiba-tiba, sesak napas, hingga perasaan melayang.
Hal itu terjadi karena sudah rusaknya keseimbangan sistem hormon serotonin dan dopamin di otak.
Efek lain juga bisa muncul gejala psikotik, seperti ide-ide paranoid. Mereka bahkan jadi rentan depresi.
Baca Juga: Belum Selesai Covid-19, Penyakit 'Maut Hitam' Kembali Ditemukan di Cina, Penampakannya Mengejutkan
Melansir duniabebasnarkoba.org, penggunaan narkoba jenis apapun dalam waktu yang lama mengurangi rasa lapar alami, sehingga penggunanya akan mengalami penurunan berat badan yang luar biasa.
Selain itu, pola tidur juga akan kacau, hiperaktif, rasa mual, delusi kekuasaan, lebih agresif dan sifat lekas marah.
Efek-efek lain yang juga mengkhawatirkan adalah insomnia, kebingungan, halusinasi, kecemasan, paranoia dan lebih agresif. Dalam beberapa kasus, mengalami konvulsi yang dapat berakibat kematian.(*)
Baca Juga: Bukan dari Wuhan, Virus Corona Telah Ada di Spanyol Sejak Maret 2019 Berasal dari Air Limbah
#berantasstunting
#hadapicorona