Find Us On Social Media :

Dibebani Biaya APD Rp 500 Ribu per Hari, Pasien Rawat Inap Non Covid-19 Keluhkan Masalah BPJS Kesehatan

[Ilustrasi} pasien rawat inap non Covid-19 harus tanggung biaya APD tenaga medis Rp 500 ribu per hari

GridHEALTH.id - Sejak pandemi virus corona menyeruak di Tanah Air, kabar bahwa BPJS Kesehatan untuk tidak menanggung biaya perawatan pasien Covid-19 sudah santer beredar.

Bahkan, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf menyatakan, pembiayaan pelayanan kesehatan pasien virus corona akan ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Baca Juga: Ketidakjujuran Pasien dan Minimnya APD Jadi Penyebab 84 Tenaga Kesehatan di RSUD Jayapura Positif Corona

Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Corona Virus sebagai Penyakit Dapat Menimbulkan Wabah dan Penanggulangannya yang diteken Menteri Kesehatan pada 4 Februari 2020.

Kendati demikian, rupanya para pasien non Covid-19 kini juga mengeluhkan masalah BPJS Kesehatan yang tidak menanggung sepenuhnya biaya perawatan pasien rawat inap.

Baca Juga: Masker N-95 Diklaim Tidak Aman dan Tak Disarankan, Benarkah Jenis Masker Ini Tak Mampu Cegah Corona?

Pasien rawat inap non Covid-19 ini juga mengeluhkan besaran biaya alat pelindung diri (APD) yang dibebankan pada pasien, yaitu sekitar Rp 500 ribu per hari.

Adalah Dani, anak dari seorang pasien rawat inap non Covid-19 yang merasakan keluhan terkait biaya perawatan pasien di tengah pandemi Covid-19.

Dani bercerita, sang ibunda mengidap penyakit diabetes melitus (sakit gula) dan dirawat inap di rumah sakit tersebut selama dua pekan.

Baca Juga: Tim Peneliti Unpad Tegaskan Relawan Uji Klinis Vaksin Covid-19 Harus Warga Bandung

"Pas hari Senin (13/4/2020) kemarin adik sepupu saya dipanggil ke ruang administrasi tuh, dijelaskan bakal ada biaya APD pada tanggal 13 April. Kalau tidak mau bayar, bakal dirujuk ke rumah sakit lain," kata Dani kepada Kompas.com, Selasa (14/4/2020).

Adapun biaya APD untuk tenaga medis yang dibebankan kepada seluruh pasien rawat inap, yakni Rp 500.000 per harinya.

"Iya Rp 500.000 per hari. Itu juga APD-nya dipakai perawatnya bukan buat keluarga pasien," ujar Dani.

Baca Juga: Bisa Menempel di Kulit, Benarkah Virus Corona Dapat Menular Melalui Luka Bakar?

Selain itu biaya APD juga dibebankan kepada pasien hemodialisa (HD) atau cuci darah, yakni Rp 100.000 per kedatangan.

Dani menilai kebijakan rumah sakit tersebut tidak logis. Sebab, kebijakan tersebut sangat membebani pasien dari segi finansial.

Selain itu, banyak pasien rawat inap di rumah sakit tersebut yang hanya mengandalkan BPJS Kesehatan.

"Iya tidak masuk akal saja dan itu lebih tidak manusiawi. Soalnya kebanyakan dari pasien itu pada bergantung sama BPJS. Bukannya keluarga saya mau jelekin RS tersebut tapi biar pemerintah sadar saja bahwa ada kasus seperti ini loh di RS tersebut," ujar Dani.

Baca Juga: Wanita Hamil Rawan Masalah Otot dan Sendi, Coba Lakukan 7 Cara Sederhana Ini di Rumah

"Terus pemerintah harus cepat ambil tindakan biar kasus kayak begini tidak terjadi lagi, soalnya kebanyakan dari pasien tadi malam memilih untuk pulang lebih awal karena ada biaya tambahan tersebut. Padahal pasien rawat inap masih butuh perawatan," lanjut Dani.

Sementara itu, akibat kebijakan rumah sakit tersebut, ibunda Dani pun memilih pulang dari rawat inap rumah sakit dan jalani rawat jalan.

"Sudah pulang ibu saya, semua pasien yang rawat inap sekarang pada minta pulang soalnya pada keberatan sama biaya tersebut. Iya mau tidak mau sekarang rawat jalan," ujar Dani.

Baca Juga: Muncul Beragam Hobi Baru saat Pandemi Covid-19, Tak Menutup Kemungkinan Terjadinya Luka Bakar, Begini Cara Penanganannya

Terlepas dari itu, pihak BPJS Kesehatan mengklaim bahwa telahmenyerahkan bantuan berupa Alat Perlindungan Diri (APD) kepada para tenaga medis dan fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan.

Bantuan tersebut merupakan hasil dari aksi penggalangan dana melalui Gerakan Gotong Royong Bantu Tenaga Kesehatan Cegah Corona (GEBAH Corona) yang diprakarsai BPJS Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Republika. (*)

#hadapicorona #berantasstunting