Find Us On Social Media :

Salah Treatment di Rumah Sakit, Otak Bayi Usia Beberapa Hari Terinfeksi Bakteri yang Hidup di Tanah

Ilustrasi-otak terinfeksi bakteri

Baca Juga: Menteri Agama Fachrul Razi Beri Kabar Gembira, Salat Idul Adha Boleh Diselenggarakan saat Pandemi Covid-19, Asal dengan Syarat Ini!

Setelah semua berkas dan hasil CT scan dikirim ke Singapura, dokter saraf anak di sana, Prof. Low Poh Sim, menganjurkan segera datang kesana.

Pada 10 Maret 2006, Ardi Wibowo berhasil membawa anak keduanya ke Singapura.

"Entah mengapa, saat itu saya merasa, inilah jalan Allah swt untuk si kecil. Jadi, saat berangkat hingga tiba di sana, kami begitu yakin akan terjadi kemajuan dan kesembuhan bagi si kecil."

Sesampainya di NUH, langsung dibawa ke bangsal perawatan anak. Segalanya sudah disiapkan dengan baik, kamar dan para perawat sudah menunggu.

Prof. Low Poh Sim hadir lengkap dengan tim dokter dan seorang dokter bedah saraf yang bernama Prof. Chou Ning.

Baca Juga: Rahasia Santri Positif Corona di Pondok Gontor 2 Cepat Sembuh, Meski Jumlahnya Sempat Melonjak

Mereka mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan anak si kecil, agar dapat menyiapkan waktu yang tepat untuk melakukan operasi pada hari itu juga.

"Sungguh, kami sangat terkesan dan kaget melihat cara kerja mereka. Hanya dalam hitungan jam setelah mendarat di Singapura, anak saya sudah berada di kamar operasi dan mendapatkan penanganan terbaik. Operasi berlangsung sekitar dua jam dan anak kami langsung masuk ICU. Tampak selang-selang keluar dari kepalanya di bagian kiri dan kanan yang terhubung dengan tabung-tabung, namanya EVD (External Ventricular Drain). Jadi, mereka meneluarkan VP Shunt-nya dan mengganti dengan EVD untuk membersihkan cairan otak yang terinfeksi."

Beberapa hari setelah operasi, Prof. Low Poh Sim dan Prof. Chou Ning memberitahukan hasil kultur cairan otak (CSF) yang mereka lakukan.

Menurut mereka, cairan otak anak saya terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia Cepacia. Bakteri ini amat sangat tidak mungkin bisa masuk kedalam cairan otak Rayhana kecuali pada saat tindakan operasi atau proses penyuntikan obat ke kepalanya itu dilakukan, karena bakteri tersebut biasanya hidup di dalam tanah.

Baca Juga: Tingkat Kesembuhan Covid-19 Lebih dari 50 Persen, Presiden Jokowi: 'Penanganan Kesehatan Tidak Boleh Mengendur Sedikit Pun'

"Bukan hanya saya dan suami serta mertua yang kaget bukan kepalang, tetapi juga kedua profesor itu. Prof. Chou Ning mengatakan, pengobatan melalui penyuntikan ke kepala yang pernah dialami anak saya di Indoensia itu salah, seharusnya tidak dilakukan."

Sebenarnya, lanjut Ardi Wibowo, infeksi saat operasi/tindakan mungkin saja terjadi, tetapi jenis bakteri yang masuk itulah yang membuat semuanya kaget, karena bakteri tersebut tidak seharusnya ada di suatu lingkungan steril, apalagi rumah sakit.

Walaupun demikian, beber Ardi Wibowo, hal tersebut fakta menakutkan yang harus kami terima, tapi kami tak mau berpikir ke belakang, melainkan langsung fokus ke depan dan bekerja sama dengan para tim dokter di NUH untuk memberikan perawatan terbaik bagi anak kami. ALAMI HAMBATAN PERTUMBUHAN

Karena suami dan mertua harus kembali ke Jakarta, menurut Ardi Wibowo maka selama si Singapura hanya saya bersama si kecil.

Singkat cerita, dari Maret 2006 sampai Juni 2007, Rayhana mengalami 13 kali operasi. baik yang berhubungan dengan EVD, VP Shunt, ataupun pemasangan kateter untuk memasukkan obat ke dalam badannya yang diakibatkan oleh pembuluh darah yang sudah tidak memadai untuk dipasangkan infus.

Setelah Rayhana pulang ke Jakarta, Ardi Wibowo dan suami, juga keluarga menjadi amat sangat hati-hati dengan kondisinya.

Baca Juga: 3.000 Dokter dan Perawat, 12.000 Pasien, 176 Rumah Sakit di Inggris Dilibatkan Untuk Menemukan Obat Covid-19 Murah