Faktor penting untuk menghentikan penularan virus menjadi pandemi sebenarnya adalah kekebalan tubuh.
"Herd immunity [kekebalan massal] hanya bisa dicapai dengan vaksinasi atau ketika jumlah yang terkena mencapai angka sangat tinggi," jelas Dr Short.
Contoh, ketika flu babi mulai merebak bulan April 2009, virus ini berbeda dengan jenis virus flu sebelumnya, sehingga menyebar cepat menjadi pandemi.
Sekitar 10 persen penduduk dunia terkena virus tersebut.
Tapi enam bulan kemudian tersedia vaksin untuk memeranginya.
Di tahun berikutnya, flu babi ini menjadi flu musiman, masih beredar namun bukan lagi bersifat pandemik.
"Cukup banyak manusia yang memiliki kekebalan terhadap virus tersebut, entah karena mereka mendapat vaksinasi atau memiliki kekebalan karena sudah pernah terkena virus itu sebelumnya," kata Dr Short.
"Itu berarti kalau seseorang terkena, kita tidak akan menyebarkannya dan keparahannya sudah berkurang. "
Tapi ingat, Virus itu tidak hilang. Pada 2010 virus itu masih ada, tapi sudah ada kekebalan terhadap virus dari 2009. Karenanya tidak menjadi pandemi.
Lalau bagaimana dengan pandemi 1918?
Menurut Dr Short yang membedakannya adalah kekebalan massal.
Baca Juga: 11 Sektor Ini Boleh Beroperasi Seperti Biasa Saat PSBB Total DKI Jakarta, Mulai 14 September 2020
Tanpa adanya vaksin diperlukan waktu lebih lama untuk pandemi flu tersebut hilang, dibandingkan dengan pandemi flu babi di 2009.
Saat itu, tidak ada vaksin. Virus berkembang tanpa kendali dan pandemi itu masih terjadi di beberapa tempat hingga 1921.
Kenapa akhirnya usai? Jawabannya, muncul kekebalan massal, yang akhirnya membuat virus itu jadi flu biasa.
"Virus tahun 1918 tetap menjadi flu biasa sampai 1958, yang kemudian digantikan oleh jenis H2N2, pandemi flu Asia."
Baca Juga: Fakta Hasil Uji Klinis Vaksin Covid-19 pada Manusia Lanjut Usia