GridHEALTH.id - Tenaga kesehatan Tanah Air seakan sudah mulai kelelahan akan bertambahnya pasien Covid-19 di Indonesia.
Bagaimana tidak, selama 7 bulan pandemi Covid-19, para tenaga kesehatan harus menghadapi ribuan pasien Covid-19 yang terus bertambah.
Baca Juga: Keluarga Tenaga Medis Kena Bacok, Korban Merayap untuk Minta Tolong dengan Kondisi Berlumur Darah
Bahkan tak sedikit dari tenaga kesehatan ini harus berpisah dari pasangan, anak, dan keluarganya agar tidak terpapar virus corona.
Namun di balik perjuangan tenaga kesehatan yang mulai berguguran ini, seorang tenaga kesehatan menceritakan perjuangan menangani seorang pasien Covid-19 yang harus dioperasi.
Ia adalan Kartika Hapsari Tedjokusumo yang bekerja di RS Anak dan Bunda Harapan Kita.
Baca Juga: Gatal di Perut Jadi Salah Satu Masalah Kehamilan, Simak 7 Cara untuk Mengatasinya
Melalui unggahan di Facebook-nya pada Rabu (23/9/2020), Kartika menceritakan perjuangan menangani operasi pasien Covid-19 yang membutuhkan banyak tenaga kesehatan.
Kartika menyebut jika ruang rawat di rumah sakit tempat kerjanya tidak pernah tidak penuh pasien Covid-19.
"Full booked!!!" tuturnya.
Ia menceritakan pengalamannya melakukan operasi obstetri yang cukup sulit pada pasien Covid-19.
"Perlu diketahui, usaha yang diberikan untuk melakukan operasi 1 pasien Covid-19 sangatlah besar, mulai dari SDM atau Sumber Daya Manusia, yaitu tenaga perawat, dokter, dan cleaning service."
"Total tim bisa mencapai banyak sekali orang. Minimal 1 tim covid di ruang operasi untuk menangani 1 pasien adalah 9 orang tenaga medis, terdiri dari 1 dokter anestesi, 1 atau 2 dokter obgyn, 1 penata anestesi, 2 perawat/instrument, 1 dokter anak perinatologi, 1 perawat perinatologi, 1 CS dan 1 atau 2 perawat sebagai tim luar ruang operasi," jelasnya.
Baca Juga: Janji Hadi Pranoto Usai Bertemu Dokter Tirta, Bagikan Masker Hingga Herbal Gratis Buat Warga DKI
Tak hanya itu, menurut Kartika, belum lagi jika sang pasien memiliki riwayat penyakit lain yang membutuhkan waktu operasi lebih lama.
"Apalagi bila kasus yang ditangani punya tingkat kesulitan tinggi yang membuat waktu operasi bisa memakan waktu berjam jam, maka tim yang terlibat menjadi 2-3 x lipat lebih banyak karena harus bergantian untuk menjadi perawat instrument atau anestesi atau operator," ucapnya.
Kartika menjelaskan, para tenaga kesehatan ini harus bergantian lantaran tidak ada yang kuat untuk melakukan operasi dalam waktu lama menggunakan alat pelindung diri (APD).
"Saat melakukan operasi tim terdiri dari 2 bagian, tim dalam ruang operasi dan tim luar. Tim dalam bertugas melakukan operasi, sedangkan tim luar bertugas membantu menyediakan apapun yang dibutuhkan tim dalam. Tim dalam full hazmat APD level 3, sedangkan tim luar memakai APD level 2."
"Mengapa butuh 2 tim? Karena tim dalam tidak bisa lagi keluar dari ruangan operasi sampai operasi selesai atau memang shiftnya berganti, sehingga butuh orang dari luar membantu. Komunikasi antar dua tim dilakukan menggunakan walkie talkie," jelasnya.
Ia pun mengaku bahwa tidak ada satu pun tenaga kesehatan yang sebenarnya kuat menghadapi tindak operasi saat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Perut Kencang saat Hamil Muda? Jangan Panik Dulu, Bisa Jadi 4 Hal Ini Penyebabnya
"Jujur, tidak ada yang kuat berdiri lama dan fokus operasi berjam jam mengunakan hazmat."
Tenaga kesehatan tersebut menyatakan bahwa terpaksa harus berjuang berlama-lama menggunakan hazmat lantaran terpaksa.
"Sesak kurang oksigen karena harus memakai masker N95 plus masker bedah yang ditutup plester, keringat mengucur deras, hazmat yang berat, belum lagi kacamata google dan face shield yang berembun."
"Susah sekali untuk melihat lapangan pandang operasi. Melihat benang saja terkadang sangat sulit."
Baca Juga: Usai Terinfesksi Virus Corona, Hormon Testoteron Pasien Pria Berkurang Drastis
"Tidak hanya operator yang merasa kesulitan, teman teman perawat asisten operasi juga terkadang sulit sekali mengenali alat apa yang harus diberikan ke operator."
"Bicara antar sesama pun kadang enggak terdengar, jadi harus teriak-teriak karena tertutup masker. Kondisi yang sangat tidak nyaman," terang Kartika.
Baca Juga: 6 Solusi Mengatasi Kaki Bengkak Saat hamil dan 4 Penyabnya, Jangan Minum Obat Pelancar Kencing
Para tenaga kesehatan ini merasa senang jika bisa operasi ditunda.
"Tetapi terkadang kasus-kasus, terutama kasus obstetri yg datang bersifat darurat atau emergency sehingga menyebabkan tidak ada pilihan lain untuk tetap melakukan operasi dengan segala risikonya."
Terlepas dari kisah pilu tenaga kesehatan tersebut, unggahan di Facebook-nya tersebut mendapat likes dari ribuan warganet.
Baca Juga: Dinyatakan Sembuh, Presiden AS Donald Trump Sebut Dirinya Kebal Corona hingga Lanjutkan Kampanye
Bahkan tak sedikit warganet yang terus memberi kalimat semangat bagi para tenaga kesehatan. (*)
#hadapicorona