Find Us On Social Media :

Waspadai Gangguan Pramenstruasi Dysphoric, Gangguan Mental Sebelum Haid yang Lebih Parah

Gangguan dysphoric pramenstruasi (PMDD) mirip dengan PMS, tetapi ditandai dengan gejala emosional yang lebih parah.

Namun,para ahli yakin bahwa penurunan estrogen dan progesteron, yang terjadi setelah ovulasi, merupakan pemicunya. Hormon-hormon ini mengurangi produksi serotonin, suatu neurotransmitter kimiawi.

 

Penting diketahui, perasaan depresi, sedih, atau kecemasan yang dalam sering kali membutuhkan dukungan dan perhatian profesional. Jika merasa apatis, hampa, atau tanpa harapan, mungkin mengalami depresi.

Jika mudah tersinggung, sangat khawatir, atau stres, kita mungkin mengalami kecemasan. Kondisi ini biasanya merespons pengobatan dengan baik seperti terapi bicara, pengobatan, atau keduanya.

Wanita dengan kondisi tertentu mungkin menemukan bahwa gejala mereka meningkat sebelum dan selama menstruasi.

Ini dikenal sebagai eksaserbasi pramenstruasi. Kondisi yang dapat diperburuk oleh eksaserbasi pramenstruasi meliputi gangguan bipolar, gangguan depresi mayor, merasa ingin bunuh diri (suicidality), gangguan penyalahgunaan alkohol, gangguan makan, skizofrenia, dan gangguan kecemasan.

Baca Juga: Ibu Menyusui Mengonsumsi Gula Berlebih Berisiko Membuat Anaknya Diabetes

Baca Juga: Studi: Pasien Sembuh Covid-19 Berisiko Hadapi Beragam Masalah Kehidupan

Tangisan yang tidak terkendali atau lama, depresi berat, atau kesedihan yang mengganggu kehidupan sehari-hari mungkin merupakan bentuk PMS yang lebih parah, yang disebut gangguan dysphoric pramenstruasi (PMDD).