Pertanyaan Awam, 'Apakah Saya Tetap Pakai Masker Setelah Disuntik Vaksin Covid-19?'

Seorang wanita memakai masker untuk membantu mengekang penyebaran virus corona di Jakarta.Indonesia. Senin, 7 Desember 2020. (Foto AP)

Seorang wanita memakai masker untuk membantu mengekang penyebaran virus corona di Jakarta.Indonesia. Senin, 7 Desember 2020. (Foto AP)

GridHEALTH.id - Hampir setahun berlalu sejak virus corona ditemukan merebak di seluruh penjuru dunia. Orang mulai jenuh menggunakan masker karena keringat yang menggenang di dalam masker, napas yang tidak bebas, dan bosan harus berganti masker setiap waktu.

Dan sekarang vaksin Covid-19 diluncurkan dan diberitakan hasil yang luar biasa dari uji coba, banyak orang percaya ini bisa menjadi akhir dari pemakaian masker untuk selamanya. Tapi benarkah begitu?

Sayang sekali, semua ahli virus corona dan ahli epidemiologi seluruh dunia sepakat, masker harus tetap dipakai setelah mendapat vaksin Covid-19 karena beberapa alasan. Tegasnya, masker dan jarak sosial masih akan direkomendasikan untuk beberapa waktu setelah orang divaksinasi.

Penting diketahui, vaksin Covid-19 pertama membutuhkan dua suntikan; Dosis kedua Pfizer dan BioNTech diberikan tiga minggu setelah dosis pertama dan dosis Moderna diberikan setelah empat minggu. Dan efek vaksinasi umumnya tidak langsung dirasakan.

Orang-orang diharapkan mendapatkan perlindungan dalam beberapa minggu setelah suntikan pertama. Tetapi perlindungan penuh mungkin tidak terjadi sampai beberapa minggu setelah suntikan kedua.

Belum juga diketahui apakah vaksin Pfizer dan Moderna melindungi orang dari infeksi sepenuhnya, atau hanya dari gejala.

Baca Juga: Segera Ganti Masker Berkeringat Ketika Berolahraga, Ini Alasannya

Baca Juga: Mari Mengintip Kandungan Kimia yang Ada Dalam Pil KB, Apa Saja?

Baca Juga: Musim Hujan dan Cuaca Dingin Sering Alami Pilek, Ini Jawabannya

Itu berarti orang yang divaksinasi mungkin masih dapat terinfeksi dan menularkan virus, meskipun kemungkinan akan berada pada tingkat yang jauh lebih rendah, kata Deborah Fuller, ahli vaksin di Universitas Washington, dikutip Associated Press (AP) melalui The Daily Sabah (13/12/2020).