Find Us On Social Media :

Para Ilmuwan Temukan Varian Genetik Terkait Kondisi Covid-19 yang Lebih Parah

Petugas medis memindahkan pasien Covid-19 di kota Thessaloniki, Yunani. Ditemukan varian genetik yang bisa membuat Covid-19 jadi lebih parah.

Petugas medis memindahkan pasien Covid-19 di kota Thessaloniki, Yunani. Ditemukan varian genetik yang bisa membuat Covid-19 jadi lebih parah.

Foto: Associated Press (AP)

GridHEALTH.id - Para ilmuwan di Inggris  pada hari Jumat (11/12/2020) telah mengidentifikasi varian genetik yang membuat pasien lebih mungkin mengembangkan Covid-19 yang parah, dalam sebuah terobosan yang dapat melihat obat baru dan upaya membantu pasien bertahan dari penyakit tersebut.

Untuk menentukan mengapa beberapa orang mengembangkan radang paru-paru parah saat sakit dengan Covid-19, para peneliti menganalisis mutasi pada genom lebih dari 2.000 pasien yang sakit kritis di seluruh Inggris.

Mereka membandingkan susunan genetik mereka dengan kelompok kontrol dan mengidentifikasi sebanyak delapan urutan yang lebih umum di antara pasien Covid-19.

Mereka menemukan bahwa urutan ini terlibat dalam respons peradangan tubuh dan bagaimana sistem kekebalan memerangi patogen seperti virus korona baru.

Setelah lebih lanjut dianalisa komputer, mereka menyoroti dua gen spesifik, TYK2 dan CCR2, yang menyandikan molekul protein inflamasi.

Para peneliti menemukan bahwa individu yang memproduksi lebih banyak enzim TYK2 tampaknya berisiko lebih tinggi mengembangkan Covid-19 yang parah.

Baca Juga: Muncul Varian Baru Corona, Peneliti Minta Jaga Ketenangan dan Rasionalitas agar Tak Mudah Menular

Baca Juga: 4 Alasan Utama Mengapa Setelah Menikah Jangan Menunda Kehamilan

Baca Juga: Studi : Sistem Kekebalan Merespons Lebih Kuat Pada Pasien Covid-19 Tanpa Gejala

"Kami mencoba untuk memotong kerumitan yang luar biasa dari sistem kekebalan manusia untuk menemukan pengungkit yang dapat kami tarik yang akan mengubah hasil bagi pasien," kata Kenneth Baillie, seorang ahli genetika di Universitas Edinburgh dan penulis utama dari studi yang dipublikasikan di Nature.