Find Us On Social Media :

Dipertahankan Hidup Meski Terkena Radiasi Nuklir Sebesar 17 Sievert; Aku Tak Tahan Lagi, Bukan Kelinci Percobaan

Hisashi Ouchi, korban radiasi nuklir yang dipertahankan hidup.

GridHEALTH.id - Kisah pahit yang satu ini bisa jadi paling memiliukan di dunia medis.

Bagaimana tidak, dirinya yang berada di lingkungan paling berbahaya di dunia, harus menerima kenyataan terkena radiasi paling membahayakan di dunia.

Baca Juga: Jokowi Resmi Reshuffle, Budi Gunadi Sadikin Gantikan Menteri Kesehatan Terawan, Ini Latar Belakangnya

Ya, dirinya bernasib malang karena terpapar radiasi nuklir sebesar 17 Sievert.

Ajaibnya dia sanggpu bertahan hidup dan diperjuangan hidup oleh para dokter dan ilmuan.

Kisah ini terjadi di sebuah area pusat tenaga nuklir, dan korban bekerja di sana di bawah bendera JCO sebagai seorang teknisi.

Di hari nahas terjadi, korban sedang bekerja seperti biasa. Dirinya saat itu sedang memindahkan tujuh wadah yang berisi uranul nitrat untuk diisikan ke tanki pengendapan.

Belum juga sempat memindahkannya ke tanki, tetiba saja terjadi rekai berantau tak terkontrol yang mengeluarkan pasrtikel radiasi nuklir maha dahsyat.

Baca Juga: Chalazion Serupa dengan Bintitan tapi Bisa Membuat Penglihatan Kabur

Asal tahu saja, melansir Tribun Tavell, banyaknya radiasi yang mengenai pekerja tersebut setara dengan hiposenter bom atom Hiroshima.

Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada dirinya saat itu sebagai manusia hidup terdekat dengan sumber radiasi.

Kejadian tersebut menjadi kecelakaan nuklir Tokaimura menjadi kecelakaan nuklir terburuk di Jepang sepanjang sejarah.

Sepertri diberitakan Tribun Travell yang melansir laman Unbelieveable Fact pada Kamis (18/2/2021), kecelakaan itu terjadi pada 30 September 1999.

Baca Juga: Berat Badan Harus Naik Tiap Bulan, Berapa Idealnya Kenaikan BB pada Ibu Hamil?

Korban bernama Hisashi Ouchi (35) dan Shinohara terkena radiasi nuklir sebesar 10 Sievert, dan Yokokawa yang terpapar radiasi nuklir sebantak 3 Sievert

Saat itu Ouchi mengalami nyeri di sekujur tubuh serta mual dan kesulitan bernapas.

Ia juga kehilangan kesadaran di ruang dekontaminasi setelah muntah.

Paparan radiasi yang terjadi pada Ouchi sangat parah sehingga kromosomnya hancur dan jumlah sel darah putihnya anjlok mendekati nol.

Sebagian besar tubuhnya mengalami luka bakar tinggak tinggi, hingga organ dalamnya pun rusak.

Baca Juga: Diklaim Berhasil Tekan Laju Kasus Covid-19, Jokowi Perpanjang PPKM MIkro hingga 8 Maret 2021

Karena kondisinya semakin memburuk, ia dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Tokyo dan kabarnya menjalani transfusi sel induk perifer pertama di dunia.

Ia diberi banyak darah, cairan, dan obat-obatan yang bahkan saat itu belum tersedia di Jepang.

Dia juga harus menjalani transplantasi kulit karena semua jaringan kulit dan pori-porinya rusak.

Setelah dirawat selama seminggu, Ouchi mengatakan, "Aku tidak tahan lagi, aku bukan kelinci percobaan."

Namun, dokter tetap merawatnya dan mengambil langkah-langkah tepat agar ia bisa bertahan hidup.

Baca Juga: Waduh, Hanya Karena Ini Tentara Amerika Menolak Disuntik Vaksin Covid-19

Setelah berjuang selama 83 hari, Ouchi meninggal karena gangguan akut pada sistem organnya.

Badan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menyatakan dia meninggal pada 21 Desember 1999, pukul 11.21 waktu setempat.

Pada tanggal 27 November, jantung Ouchi berhenti berdenyut selama 70 menit.

Namun dokter berhasil menjaganya tetap hidup dengan transfusi darah dan cairan berbagai obat-obatan agar denyut nadinya kembali stabil.

Baca Juga: Vaksin Nusantara Direspon Negatif, dr Tifa; Heran Banyak Ilmuan dan Dokter Indonesia Nyinyir pada Karya Anak Bangsa

Akhirnya, pada 21 Desember, terjadi kerusakan pada bagian hati yang tidak disadari para dokter.(*)

Baca Juga: Gawat, Varian Virus Corona Baru di Finlandia Tak Terbaca Oleh PCR!

#berantasstunting

#HadapiCorona

#BijakGGL