Find Us On Social Media :

Seorang Wartawan Matanya Bengkak Usai Disuntik Vaksin Covid-19, Risiko Medis atau Kelalaian Medis?

seorang wartawan dikabarkan mengalami mata bengkak usai vaksinasi Covid-19.

GridHEALTH.id - Seorang wartawan dikabarkan mengalami mata bengkak usai mendapat suntikan vaksin Covid-19 akhir pekan lalu.

Hal ini pun sempat mendapat sorotan dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Pasalnya tak sedikit warganet yang berbeda pendapatat terkait kejadian tersebut.

Dimana ada yang menilai kasus ini sebagai sebagai risiko medis, namun ada juga yang beranggapan bahwa hal itu termasuk kelalaian medis.

Baca Juga: 5 Wartawan Terkapar usai Vaksinasi, Kemenkes: Mereka Tidak Sarapan dan Tidak Cukup Istirahat Malam Hari

Menanggapi perbedaan pendapat tersebut, salah seorang dokter bernama dr. Dewa Nyoman, SH, MH, MARS pun ikut buka suara akan kejadian ini

Lewat unggahan di akun Instagramnya, ia pertama menyampaikan rasa prihatinnya kepada wartawan yang mengalami kejadian tak terduga pasca vaksinasi.

"Terkait kejadian wartawan tersebut, kepada wartawannya semoga dilancarkan dan disembuhkan dari reaksi alerginya," kata Dewa, dikutip dari RRI.co.id, Minggu (28/2/2021).

Diketahui wartawan yang mengalami pembengkakan di area matanya itu diduga memiliki alergi.

Sehingga Dewa menyayangkan kaum anti vaksin yang menyalahkan vaksinnya dan meminta pertanggungjawaban vaksinatornya.

Menurutnya kejadian itu tidak diharapkan, misalnya reaksi alergi pasca vaksinasi Covid-19.

Meski demikian, masalah ini memang bisa dibagi menjadi dua, yakni risiko medis dan kelalaian medis.

Dewa mengatakan kejadian tersebut bisa dikatakan risiko medis jika tidak diketahui riwayat alergi, baik oleh pasiennya sendiri atau dokter tidak diberitahu.

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 untuk Awak Media Dimulai Hari Ini, Jokowi: Semoga Memberikan Perlindungan saat di Lapangan

"Apabila risiko sudah dihindari semaksimal mungkin namun kejadin tetap terjadi," jelasnya.

Sementara itu, bisa dikatakan sebagai kelalaian medis, jika terdapat kontraindikasi pemberian vaksin namun tetap diberikan karena kealpaannya.

Berdasarkan hal tersebut, menurut Dewa, maka kejadian timbulnya alergi pada kasus wartawan tersebut harus dapat dibuktikan.

Seperti adanya kesamaan kandungan antara obat-obatan yang menyebabkan alergi dengan kandungan yang ada dalam vaksin tersebut.

Ia menjelaskan, kesamaan kandungan tersebut harus diketahui oleh pasien dan disampaikan kepada vaksinator.

"Apakah hal ini diketahui oleh pasien? Jika tidak maka logikanya vaksinator juga tidak akan tahu," jelasnya.

Baca Juga: Wartawan Salah Satu Profesi yang Akan Mendapatkan Vaksin Covid-19 Pertama

Menurut Dewa, jika mereka sama-sama tidak tahu, risiko tidak terduga itu seharusnya bukan kelalaian medis.

"Vaksinator tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum," tegasnya.

Lantas jika petugas vaksinator tidak dapat dimintai pertanggungjawaban maka kepada siapa tanggung jawab tersebut dibebankan?

Dewa menjelaskan vaksinasi Covid-19 merupakan program pemerintah sesuai amanat UUD untuk melindungi segenap warganya.

Baca Juga: Berikan Suntikan Vaksin Covid-19 pada Edhy Prabowo dan Juliari Batubara, Satgas: Prioritas Vaksinasi Menggunakan Pertimbangan KPK

Hal itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu, Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada wartawan tersebut sesaat setelah divaksin diduga disebabkan oleh vaksin Covid-19 karena reaksi alergi misalnya urtikaria dan oedem, reaksi anafilaksis dan pingsan.

"Yang penting pada saat ini bukan mencari siapa yang harus disalahkan. Namun, mengatasi reaksi alergi yang terjadi sembari mengkaji korelasi antara pemberian vaksin dengan terjadinya reaksi alergi," terangnya.

Dewa menegaskan, kejadian terhadap wartawan tersebut tidak dapat dan tidak perlu digeneralisir bahwa vaksin tidak aman.

Oleh karena itu, kejadian ini hanya terjadi pada orang-orang tertentu yang memiliki alergi terhadap bahan-bahan tertentu.

"Tidak semua orang alergi terhadap bahan tertentu. Contoh, orang alergi makanan udang bukan berarti udang berbahaya untuk semua orang, melainkan hanya orang yang memiliki alargi terhadap udang," jelasnya.

Baca Juga: Cukup Sekali Suntik Untuk Cegah Covid-19, Keampuhan Vaksin Ini Diakui FDA

Karenanya Dewa menekankan perlunya membedakan antara risiko medis dan kelalaian medis.

Dalam konteks pemberian vaksin harus dilihat dari adanya risiko yang terduga dan risiko yang tidak terduga.

Ia mengingatkan pasien juga memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri yaitu dengan menyampaikan sejelas-jelasnya termasuk riwayat alargi obat-obatan tertentu.

"Pertanggungjawaban Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi menjadi tanggung jawab pemerintah sepanajang telah dilakukan posedur yang benar secara medis," terangnya.

Baca Juga: Pemerintah Tegaskan Vaksin Gotong Royong Gratis untuk Karyawan dan Keluarganya, Ini Aturan Menarik Lainnya!

Sebelumnya pada akhir pekan kemarin, diperkirakan sebanyak 5.500 orang yang terdiri dari wartawan dan pekerja media mendapat giliran vaksinasi tahap kedua di Jakarta.

Diketahui vaksinasi sendiri merupakan proses pemberian vaksin dengan cara disuntik atau diteteskan pada mulut guna memicu produksi antibodi untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit infeksi.

Sementara vaksin sendiri adalah produk biologi berasal dari virus, bakteri atau dari kombinasi antara keduanya yang dilemahkan.

Menurut NHS pemberian vaksin ini bertujuan guna merangsang munculnya antibodi atau kekebalan tubuh untuk mencegah diri dari infeksi penyakit tertentu seperti Covid-19.(*)

 Baca Juga: Mulai Sesuaikan Isi Vaksin Covid-19 dengan Varian Virus Corona yang Muncul, Moderna Rilis 'South African Variant'

 #berantasstunting

#hadapicorona

#BijakGGL