Jadi yang membedakan hipertensi pulmonal dan hipertensi sistemik adalah, pada hipertensi sistemik tekanan di pembuluh darah arteri di seluruh tubuh lebih tinggi dari normal.
Sedangkan pada hipertensi pulmonal, tekanan pembuluh darah yang tinggi hanya berada pada pembuluh darah yang berada di organ paru.
Pembuluh darah tersebut dapat menjadi kaku, rusak, sempit, sehingga bagian jantung kanan harus bekerja lebih keras untuk memompa darah.
Adapun gejala hipertensi sitemik dan hipertensi pulmonal mirip.
Pada hipertensi pulmonal, gejala awalnya bisa berupa sesak napas, kelelahan/fatigue, nyeri dada, bengkak pada kedua kaki, berdebar-debar, pusing/light-headedness.
Penyebab hipertensi pulmonal, bisa karena penyakit jantung kongenital (penyakit jantung bawaan), penyakit paru kronis, penyumbatan pembuluh darah di paru, penyakit jantung koroner (PJK), penyakit liver (sirosis), dan tekanan darah tinggi.
Baca Juga: Mengalami Diabetes Selama Kehamilan Bisa Berisiko Kena Gangguan Jantung
Menurut dr. Desilia Atikawati, Sp.P, Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan dari RS Pondok Indah – Puri Indah, saat diwawancara GridHEALTH.id menyatakan, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada segala usia, termasuk anak-anak, insidensinya pun meningkat sesuai usia.
Hipertensi pulmonal lebih sering didiagnosis pada usia 30-60 tahun.
Hal lain yang dapat meningkatkan risiko hipertensi pulmonal adalah "riwayat keluarga yang menderita hipertensi pulmonal, berat badan berlebih, gangguan pembekuan darah atau riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah di paru, pajanan asbestos, penyakit genetik (termasuk penyakit jantung bawaan), tinggal di dataran tinggi, penggunaan obat-obatan penurun berat badan tertentu, penggunaan obat terlarang, penggunaan obat SRRI untuk mengatasi depresi atau kecemasan," papar Desilia.
Baca Juga: Tanda-tanda Otentik Hamil Trimester 1 Aerola dan Puting Payudara Berubah Seperti Ini