Find Us On Social Media :

Sejarah Penyakit iInfeksi di Indonesia, Kerumunan Membuat Jutaan Orang di Jawa Meninggal Karena Flu Spanyol

Wabah flu Spanyol 1918.

GridHEALTH.id - Jauh sebelum virus corona (Covid-19) merebak, tepatnya pada 1918 seluruh dunia juga sempat digemparkan dengan wabah penyakit Flu Spanyol.

Banyak negara terdampak oleh Flu Spanyol, tak terkecuali Indonesia.

Bahkan jutaan orang khususnya di pulau Jawa dan Madura dilaporkan meninggal akibat wabah penyakit tersebut, sebanyak 4,37 juta jiwa di Jawa dan Madura.

Ada banyak faktor penyebab Flu Spanyol ini banyak merenggut nyawa di tanah air.

Mulai dari penanganan yang terlambat sampai abainya masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan seperti menajauhi kerumunan.

Hal tersebut pun diakui oleh Sejarawan Ravando Lie seperti yang dilansir dari laman Kompas.com (3/7/2020).

Menurutnya ketika Flu Spanyol melanda tanah air, pemerintah Hindia Belanda terlambat melakukan penanganan.

Padahal saat itu wabah tersebut telah menjangkiti masyarakat dunia.

"Itu (penanganannya) cukup terlambat karena pada 1920 ketika virus itu sudah mulai tertidur atau mungkin menghilang pada saat itu," kata Ravando di Graha BNPB, Jakarta Pusat, Kamis (30/7/2020).

Baca Juga: Jejak Sejarah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Indonesia

Pemerintah Hindia Belanda diduga berpandangan tak ada yang perlu dikhawatirkan dari wabah tersebut karena dinilai tak mematikan dan tidak separah virus influenza yang terjadi akhir abad 19.

Namun kemudian, virus kian menyebar hingga terjadi pandemi gelombang kedua yang membunuh jutaan orang di dunia.

Ketika itu pemerintah Hindia Belanda baru bergerak dengan membentuk komisi influenza yang bertugas menginvestigasi penyebaran dan mengatur turunnya penumpang di jalur-jalur pelabuhan.

Sebab, diduga kuat berpindahnya massa melalui pelabuhan menjadi sarana utama penyebaran Flu Spanyol.

Melihat sejarah ini, kata Ravando, ada kecenderungan pandemi yang terjadi di Indonesia kerap terulang polanya. Sementara, tidak ada grand design untuk menghadapi pandemi itu sendiri.

"Dalam penangananya itu terlihat bahwa tidak ada grand design dari pemerintah kolonial pada saat itu sehingga segala macam kebijakannya itu terlihat sangat insidentil, ketika wabah itu terjadi baru kebijakan diambil," ujarnya.

"Sebenarnya itu bisa dirumuskan untuk jangka panjangnya," lanjut Kandidat Doktor Sejarah University of Melbourne itu.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Sejarah Wabah dari Universitas Indonesia Syefri Luwis menyebut, informasi tentang wabah Flu Spanyol tak hanya dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga negara-negara dunia.

Baca Juga: Sejarah Coca Cola dan Ini yang Terjadi pada Peminumnya Dalam 1 Jam

Sebab, wabah itu terjadi ketika Perang Dunia I.

Dikhawatirkan menyebarnya informasi mengenai wabah itu bakal melemahkan tentara yang sedang berperang.

Syefri mengatakan, berdasarkan sejumlah penelitian, korban meninggal akibat wabah ini berkisar antara 20 hingga 100 juta orang.

"Dan (di) Hindia Belanda saat itu penelitian kami jumlah korban 1,5 juta orang. Tapi ada penelitian terbaru menyebutkan untuk Jawa dan Madura saja itu kurang lebih 4,37 juta jiwa," ujarnya.

Menurut Syefri, saat itu Pulau Jawa menjadi epicentrum wabah lantaran penduduknya sangat padat dibanding pulau-pulau lain.

Di saat yang bersamaan, para pengusaha memaksa masuk ke wilayah Hindia Belanda dengan menggunakan kapal laut.

Padahal, jalur laut disinyalir menjadi penyebar wabah.

Terjadi pula pertentangan antara para donter dan direktur kehakiman yang mana dokter melalui dinas kesehatan meminta orang tak membuat kerumunan guna mencegah penularan virus, sedangkan direktur kehakiman menentang hal tersebut.

"Itulah yang membuat ternyata penyakit bisa menyebar dengan sangat cepat," katanya.(*)

Baca Juga: Fakta Sejarah Hari TB Sedunia, Tujuan Peringatan di 2021, 'Setiap Detik Berharga, Selamatkan Bangsa dari Tuberkulosis'

#berantasstunting

#hadapicorona

#BijakGGL

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarawan Sebut Flu Spanyol Tewaskan Jutaan Orang di Indonesia karena Penanganan Terlambat"