Nah, produksi sitokin yang berlebihan ini menyebabkan terjadinya umpan balik positif pada sel kekebalan lainnya, yang memungkinkan lebih banyak sel kekebalan untuk direkrut ke lokasi cidera yang dapat menyebabkan kerusakan organ penderita.
Salah satu kondisi klinis paling menonjol yang terkait dengan badai sitokin termasuk sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), yang menyebabkan sejumlah besar kematian akibat SARS-CoV-2 atau Covid-19.
Jika tidak ditangani, badai sitokin oleh COVID-19 menghasilkan kerusakan imunopatogenik yang tidak hanya menyebabkan ARDS dalam banyak kasus, tetapi juga dapat berlanjut menjadi kerusakan jaringan yang luas, kegagalan organ, dan kematian.
Mengobati badai sitokin pada COVID-19
Jika sudah demikian apa yang akan dilakukan dokter?
Penelitian terbaru menemukan bahwa periode kritis 5-7 hari ada antara waktu diagnosis COVID-19 dan sindrom disfungsi organ ganda (MODS).
Sedangkan sekitar 80% pasien cenderung membaik setelah direntang waktu ini, sekitar 20% pasien akan mengalami pneumonia berat, sekitar 2% pada akhirnya akan menyerah pada virus ini.
Untuk diektahui, saat ini sejumlah besar terapi anti-inflamasi sedang dipelajari untuk mengobati badai sitokin dalam COVID-19.
Untuk secara langsung mengurangi efek merusak dari badai sitokin pada individu yang dites positif COVID-19.
Karenanya para peneliti merekomendasikan agar imunoterapi diberikan pada saat diagnosis badai sitokin.
Beberapa strategi imunoterapi terkenal yang telah diusulkan untuk tujuan ini termasuk antibodi penetral, yang dapat diperoleh dari plasma pasien yang sebelumnya selamat dari infeksi COVID-19, penghambat IFN, penghambat fosfolipid teroksidasi (OxPL), dan reseptor sphingosine-1-fosfat 1 (S1P1) antagonis.
Studi klinis lebih lanjut masih harus dilakukan untuk mengevaluasi sepenuhnya kemampuan opsi pengobatan ini untuk berhasil menghambat badai sitokin yang diinduksi oleh COVID-19.(*)
Baca Juga: Apa Jenis Olahraga Aman Bagi Penyandang Diabetes? Ini Jawaban Dokter