Find Us On Social Media :

Pil Covid-19 Paxvloid Pfizer Diklaim Efektif 89 Persen, Harga Mirip Pil Molnupiravir Merck

Dua obat yaitu Molnupiravir dan Paxvloid sama-sama diklaim punya efektivitas tinggi melawan Covid-19.

GridHEALTH.id - Dunia boleh berharap, setelah vaksin Covid-19 yang gencar diberikan, pil obat Covid-19 pertama yang bisa diminum memiliki hasil uji coba memuaskan dan akan segera dipasarkan untuk mengurangi risiko kesakitan dan kematian akibat pandemi virus corona.Pil molnupiravir buatan raksasa farmasi Amerika Serikat (AS) Merck dan obat paxlovid racikan Pfizer sama-sama diklaim mengurangi risiko rawat inap atau kematian, dengan efektivitas tinggi.Keduanya adalah pil yang harus langsung diminum setelah gejala pertama Covid-19 muncul, untuk menghindari bentuk penyakit yang serius dan rawat inap di rumah sakit.Setelah berbulan-bulan melakukan penelitian, Merck dan Pfizer akhirnya mengatakan mereka telah mencapai hasil uji coba yang memuaskan.Pada awal Oktober Merck mengatakan, sedang mengajukan persetujuan di AS untuk pil molnupiravir-nya, dan Pfizer mengikutinya pada Jumat (5/11/2021) dengan paxlovid.Keduanya adalah antivirus yang bekerja dengan mengurangi kemampuan virus bereplikasi, sehingga memperlambat penyebaran penyakit.

Baca Juga: Studi Laboratorium Tunjukkan Molnupiravir Kurangi Angka Kematian dan Rawat Inap Akibat Varian Virus Corona

Baca Juga: Healthy Move, Jumping Jack Olahraga Kardio Bisa Dilakukan Semua UmurRelawan yang mengonsumsi molnupiravir risiko rawat inapnya berkurang hingga 50% dan yang meminum paxlovid risiko rawat inap turun hampir 90%.

Pfizer sedang dalam diskusi aktif dengan 90 negara mengenai kontrak pasokan untuk pilnya, kata Chief Executive Officer Albert Bourla dalam sebuah wawancara.

"Tujuan kami adalah agar semua orang di dunia dapat memilikinya secepat mungkin," kata Bourla melansir Reuters (07/11/2021).

Bourla menambahkan bahwa untuk negara-negara maju, Pfizer mengharapkan harganya mendekati harga obat Merck.

Harga kontrak Merck di AS adalah sekitar 700 dollar AS (Rp 10 juta) untuk terapi selama lima hari.

Untuk negara-negara berpendapatan rendah, Bourla mengatakan Pfizer sedang mempertimbangkan beberapa opsi, dengan tujuan "tidak ada penghalang bagi mereka juga memiliki akses."

Pil Merck telah disetujui oleh regulator Inggris di dunia pertama pada Kamis (4/11/2021).  Reuters melaporkan, Pil Covid-19 Pfizer perlu diberikan sedini mungkin, sebelum infeksi terjadi, agar lebih efektif.

Baca Juga: Diet Gaya Baru, Makan Intuitif Mencegah Penurunan Berat Badan Yo-yo

Baca Juga: Suntikan Penguat Covid-19, Apakah Kandungannya Sama dengan Vaksin Awal?

Analisis yang direncanakan terhadap 1.219 pasien dalam penelitian Pfizer memeriksa rawat inap atau kematian di antara orang-orang yang didiagnosis dengan Covid-19 ringan hingga sedang dengan setidaknya satu faktor risiko untuk mengembangkan penyakit parah, seperti obesitas atau usia yang lebih tua.

Di antara mereka yang diberi obat Pfizer dalam waktu tiga hari setelah timbulnya gejala, pil tersebut menurunkan kemungkinan rawat inap atau kematian untuk orang dewasa yang berisiko mengembangkan Covid-19 parah sebesar 89% dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo.

Di antara pasien ini, 0,8% dirawat di rumah sakit dan tidak ada yang meninggal dalam 28 hari setelah perawatan. Sementara tingkat rawat inap 7 persen dan tujuh kematian pada kelompok plasebo.

Hasilnya nyaris serupa untuk pasien yang dirawat dalam lima hari gejala, yakni 1% dari kelompok perlakuan dirawat di rumah sakit, dibandingkan dengan 6,7% untuk kelompok plasebo, yang termasuk 10 kematian.

Pfizer mengatakan bahwa itu mewakili 85 persen efektivitas dalam mencegah rawat inap atau kematian.

Tetapi banyak otoritas kesehatan masih yakin, vaksin paling utama. Bahkan dengan potensi yang ditawarkan oleh pil Pfizer dan Merck, mencegah infeksi Covid-19 melalui penggunaan vaksin secara luas tetap menjadi cara terbaik untuk mengendalikan pandemi yang telah dimiliki lebih dari 5 juta orang di seluruh dunia.

 "Vaksin akan menjadi alat paling efektif dan andal yang kita miliki dalam pandemi ini," kata Dr Grace Lee, profesor pediatri di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford melansir Reuters.

Baca Juga: Risiko Stroke Meningkat Bila Pengobatan Hipertensi Tidak Tepat, Studi

Baca Juga: Berapa Banyak Karbohidrat yang Kita Butuhkan Setiap Hari? Begini Cara Menghitungnya

"Obat oral ini akan meningkatkan kemampuan kita untuk benar-benar mengurangi risiko penyakit parah, rawat inap, dan kematian, yang sangat besar, tetapi tidak akan mencegah infeksi." (*)