Find Us On Social Media :

Alami Badai Irama Jantung Haji Lulung Wafat, Inilah yang Dimaksud Arrhythmic Storm

Badai irama jantung, setelah mengalaminya Haji Lulung wafat.

GridHEALTH.id - Badai irama jantung pasca kematian politisi Haji Lulung membuat banyak masyarakat Indonesia bertanya-tanya.

Apakah itu badai irama jantung?

Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan, dan Penunjang Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, dokter Dicky Fakhri, mengungkapkan Haji Lulung mulai ditangani di RS Harapan Kita sejak 24 November 2021 hingga dinyatakan meninggal dunia pada Selasa (14/12/2021) pukul 10.50 WIB.

Baca Juga: Diklaim Lebih Akurat, Korea Selatan Lacak Kasus Covid-19 dengan Teknologi AI

Selama perawatan diketahui pompa jantung Haji Lulung kondisinya kurang baik.

Adapun menurut Staf Medik Rawat Intensif dan Kegawatan Kardiovaskular RS Harapan Kita, dokter Dafsah Arifa Juzar mengatakan, Haji Lulung mengalami badai irama jantung setelah 4 hari perawatan.

"Jadi kalau kayak kita kan normal irama jantungnya 60 per 100 ya. Nah kalau badai irama jantung itu 200 kali per menit," jelasnya lebih jauh.

"Sehingga jantung tidak bisa memompa darah, tensinya turun," terang Dafsah, dikutip dari TribunNews (14/12/2021).

Baca Juga: Healthy Move, Aneka Latihan Terbaik untuk Meningkatkan Kesuburan

Mengenai badai irama jantung awam memang jarang mengetahui.

Karenanya tak heran badai irama jantung sangat asing bagi masyarakat.

Tapi jika kita membuka European Heart Journal Supplements, Volume 21, Issue Supplement_B, March 2019, Pages B23–B24, https://doi.org/10.1093/eurheartj/suz008, ditemukan informasi yang menyebutkan Arrhythmic storm (AS) didefinisikan sebagai tiga atau lebih episode takikardia ventrikel (VT) atau ventricular fibrillation (VF) berkelanjutan yang terjadi selama rentang 24 jam.

Baca Juga: Penyebab Banyak Orang Gemuk Menjadi Korban Covid-19, Jangan Kaget

Kondisi seperti ini lebih sering terjadi pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, baik iskemik atau idiopatik, seperti evolusi substrat aritmia dari patologi ini.

Faktor prediktif utama yang menyebabkan AS adalah disfungsi ventrikel kiri yang parah, usia lanjut, dan episode VT/VF sebelumnya.

AS atau bisa juga disebut badai aritmia membawa peningkatan mortalitas baik pada keadaan akut maupun jangka menengah-panjang, lebih tinggi daripada yang tercatat untuk aritmia ventrikel yang bukan bagian dari AS.

Tingkat rawat inap kasus ini adalah 50-80% untuk pasien yang selamat dari AS, dan mereka juga berisiko lebih tinggi masuk rumah sakit untuk gagal jantung, transplantasi jantung, dan kematian.

Di antara faktor pencetus utama kasu sini adalah: hipertonia adrenergik, iskemia akut, gagal jantung, kelainan arus kalsium intraseluler, dan ketidakseimbangan elektrolit.

Baca Juga: Laporan Vaksinasi Covid-19 Usia 6-11 Tahun Serentak Hari Ini, Wamenkes Targetnya Herd Population

Penatalaksanaan pada pasien yang mengalami AS dimulai dengan evaluasi keadaan hemodinamik dan metabolisme pasien, dan dengan pemantauan elektrokardiogram (EKG) yang berkelanjutan, dan parameter vital, dalam pengaturan perawatan intensif.

Paling paling penting adalah dokumentasi aritmia yang bertanggung jawab untuk AS (misalnya pemicu, morfologi VT, EKG dasar), juga dalam pertimbangan kemungkinan pengobatan ablasi.

Stabilisasi pasien, pencegahan kekambuhan aritmia, sedasi, dan penahanan tonus adrenergik, adalah tujuan utama dari manajemen akut pada kasus AS.

Pengobatan Arrhythmic Storm

Amiodarone adalah obat pilihan pertama, kecuali kontraindikasi (misalnya hipotiroidisme, QTc berkepanjangan) untuk pencegahan kekambuhan aritmia.

Lidokain dan azimilida adalah obat pilihan kedua yang digunakan ketika ada kontraindikasi untuk Amiodarone dan beta-blocker.

Baca Juga: Daftar Lokasi Vaksinasi Covid-19 Usia 6-11 Tahun dan Syaratnya

Verapamil harus digunakan ketika ekstrasistol berasal dari sistem His-Purkinje.

Sejauh blok adrenergik non-farmakologis, denervasi simpatis jantung kiri telah efektif dalam mengurangi kejadian aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak pada pasien dengan aritmia ventrikel ganas.

Sebagai hasil dari kemajuan yang signifikan dalam pemetaan elektrofisiologi dan teknik ablasi, prosedur ablasi transkateter telah menjadi landasan pengobatan AS, dan sekarang dianggap sebagai terapi penyelamat potensial.(*)

Baca Juga: PPKM Terkini Jawa Bali, Ada yang Level 3 dan 1 Yaitu DKI Jakarta