GridHEALTH.id - Sebagaimana diketahui, Vaksin Nusantara adalah vaksin COVID-19 yang diinisiasi Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Sejak awal penelitiannya, vaksin COVID-19 ini menuai banyak sekali polemik. Puncak polemik itu terjadi ketika sejumlah anggota Komisi IX DPR dikabarkan akan disuntik Vaksin Nusantara dalam uji klinis fase II di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).
Padahal, dalam proses pengembangannya Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tidak memberikan izin untuk melakukan uji klinis fase II terhadap manusia. Pasalnya, untuk uji klinis fase 1 saja vaksin ini dinyatakan tidak lulus.
Tapi saat ini, atas arahan Presiden Republik Indoensia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, vaksin Nusantara menjadi salah satu opsi vaksin booster Covid-19.
Selain vaksin Nusantara, vaksin lain yang menjadi opsi booster vaksin Covid-19 dalam program Merah Putih yakni vaksin Unair dan Biotis, Bio Farma dan Baylor College, Kalbe Farma-Genexin, dan Anhui.
"Arahan Bapak Presiden, beberapa opsi vaksin booster yang akan disiapkan dengan Vaksin Merah Putih yang dikembangkan BUMN dengan Baylor (Medical College), vaksin kerja sama dalam negeri termasuk yang masuk dalam program Merah Putih adalah Unair dan Biotis, Bio Farma dan Baylor College, Kalbe Farma-Genexin, dan Anhui, plus vaksin Nusantara," paoar Airlangga saat konferensi pers vitrual Evaluasi PPKM (20/12/2021).
Revisi Perpres dan Permenkes
Saat ini pemerintah sedang dalam proses melakukan revisi peraturan presiden (perpres) dan peraturan menteri kesehatan (permenkes).
Selain itu, sedang dilakukan kajian untuk realisasi vaksin dosis ketiga dari Pfizer, Sinovac, dan AstraZeneca.
Untuk diketahui, dalam Permenkes lama, seperti dipaparkan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialisasikan.
Alasannya, vaksin Nusantara bersifat individual atau autologus.
"Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri," jelas Nadia seperti yang dimuat dalam keterangan Kemenkes, Rabu (1/9/2021).
Pun saat itu vaksin nusantara dinyatakan tidak lulus uji kliinis fase 1.
1. Ada syarat BPOM yang tidak terpenuhi
Baca Juga: Mengenal 4 Derajat Keparahan Ambeien Pada Ibu Hamil dan Cirinya
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), ada beberapa syarat yang belum terpenuhi.
Di antaranya adalah Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Good Laboratory Practice dan Proof of Concept yang belum memenuhi kriteria standar ketetapan vaksin yang berlaku.
"Dan juga (pihak pengembang Vaksin Nusantara) kerap mengabaikan evaluasi dari Badan POM," kata Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K), Anggota Tim Advokasi vaksin Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
2. Tidak memenuhi kaidah klinis
Hal itu juga diikuti dengan alasan lainnya yakni pengembangan Vaksin Nusantara dianggap tidak memenuhi kaidah klinis yang berlaku.
"Dan juga ada perbedaan lokasi penelitian antara etik dan pelaksanaan," ujar Erlina dalam diskusi daring bertajuk Menguak Problematika Vaksin Nusantara, Senin (26/4/2021).
Baca Juga: Mempersiapkan Kehamilan di Masa Pandemi, Penting Skrining Tambahan Untuk Menghindari Risiko Tertular
Sebagai informasi, diketahui bahwa lokasi penelitian Vaksin Nusantara ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Kariadi Semarang. Sedangkan, komite etik vaksin ini ada di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.
Di dunia internasional atau berlaku universal, suatu standar yang disebut The International Conference on Harmonization - Good Clinical Practice (ICH-GCP) digunakan sebagai standar kualitas etik dan ilmiah.
Standar ini dipergunakan untuk dijadikan acuan dalam mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan subjek manusia. Standar ini tidak dipenuhi dalam pengembangan Vaksin Nusantara.
Ditegaskan Erlina, hal ini penting untuk melindungi hak asasi manusia dan juga bentuk upaya menjaga keselamatan manusia yang menjadi subyek uji klinik.
"Jadi standar patient safety (keselamatan pasien atau partisipan) itu harus dipertahankan," tegasnya.
Baca Juga: Cara Diabetes Merusak Kesehatan Paru, Lakukan Ini Untuk Menanganinya
3. Tidak ada uji praklinik pada binatang
Pada Novermber 2020 lalu, tim peneliti mengajukan 1 protokol untuk semua tahapan uji klinis (fase 1-3). Namun, kata Erlina, pengajuan ini tidak disetujui oleh Badan POM karena belum sesuai dengan standar pengembangan obat dan vaksin.
"Karena seharusnya, fase 1 itu satu protokol, fase 2 itu satu protokol dan fase 3 satu protokol dan seterusnya," kata Erlina.
Kemudian dilanjutkan, uji klinis fase 1 ini juga tidak disertai data pengujian praklinis.
BPOM meminta laporan studi toksisitas, imugenesitas dan studi lain untuk mendukung pemilihan dosis dan rute; tetapi permintaan tidak dipenuhi dengan justifikasi sudah lama digunakan pada manusia dan bersifat autologus.
Baca Juga: Booster Vaksin Moderna Efektif Lawan Omicron, Antibodi Meningkat 37 Kali Lipat
Padahal dalam langkah atau proses uji klinis pengembangan vaksin haruslah melalui studi praklinis terlebih dahulu, sebelum berlanjut ke uji klinis fase 1, II, III dan IV.
"Mereka juga tidak melalui uji praklinik terhadap binatang," ucap dia.
Seperti kita ketahui, tanpa transparansi hasil uji praklinik, Vaksin Nusantara sempat menghebohkan masyarakat Indonesia karena direncanakan akan disuntikkan kepada sejumlah tokoh publik dan juga anggota DPR.
Hal ini mendapat kecaman dan ditentang banyak pihak termasuk BPOM, serta para ahli vaksinasi dan pakar lainnya.
4. Komponen tidak sesuai
Baca Juga: Aneka Obat Diabetes, Mulai dari Suntik Insulin Hingga Pengobatan Oral
Erlina menyebutkan, permasalahan berikutnya yang membuat Vaksin Nusantara tidak lulus uji klinis fase 1 adalah komponen penelitian yang tidak sesuai pharmaceutical grade (masalah sterilitas).
Selain komponen yang tidak sesuai, pengembangan Vaksin Nusantara ini kebanyakan adalah alat dan bahan-bahan produk yang diimpor.
"Tapi bukan masalah impornya yang tidak disetujui, tetapi memang banyak masalah kaidah klinis penelitian vaksin itu yang harus memenuhi standar," tegas Erlina, dikutip dari TribunPalu.com (21/12/2021).
Terawan Berterimakasih
Baca Juga: Booster Vaksin Moderna Efektif Lawan Omicron, Antibodi Meningkat 37 Kali Lipat
Kini vaksin nusantara telah masuk dalam list vaksin booster di Indonesia. Mengenai hal ini dr, Terawan pun mengucapkan terimakasih kepada Presiden.
Inisiator vaksin nusantara, dr Terawan, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas perhatian kepada vaksin dalam negeri itu.
Hal itu disampaikan mantan Tenaga Ahli Terawan Agus Putranto, Andi.“Pak Terawan mengucapkan terima kasih kepada Pak Jokowi karena pemerintah menyiapkan Vaksin Nusantara jadi vaksin booster Covid-19,” kata Andi menyampaikan pesan Terawan, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL (21/12/2021).Menurut Andi pengembangan Vaknus masih terus dilakukan. Para peneliti belakangan juga telah menguji efikasi Vaknus untuk mencegah penularan Covid-19 varian Omicron. "Hasilnya sangat memuaskan,” jelasnya.(*)
Baca Juga: Omicron Hanya Ganas di Negara 2 Sinar UV, Indonesia Memiliki 8-12 Sinar UV