GridHEALTH.id - Melahirkan yang menjadi kodrat perempuan penuh risiko, nyawa taruhannya.
Salah satu risiko yang paling besar melahirkan normal adalah rahim robek saat proses melahirkan normal.
Asal tahu saja, di Indonesia, rahim robek alias ruptur uteri merupakan salah satu penyebab kematian maternal dan janin dalam rahim paling tinggi.
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan terutama untuk janin.
Apabila ruptur uteri terjadi dirumah sakit dan pertolongan dapat diberikan dengan segera, angka mortalitas ibu dapat ditekan sampai beberapa persen.
Akan tetapi di Indonesia, seringkali penderita dibawa ke rumah sakit dalam keadaan syok, dehidrasi, atau sudah adanya infeksi intrapartum. Sehingga angka kematian ibu menjadi sangat tinggi.
Kematian ibu segera setelah terjadinya ruptur uteri umumnya karena perdarahan, sedangkankematian ibu yang terjadi kemudian umumnya karena infeksi (misalnya peritonitis).
Penelitian deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung periode 2000-2002, melansir laporan ilmiah jurnal kedokteran yang ditulis oleh Ratna Dewi Puspita Sari, dari Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung (juke.kedokteran.unila.ac.id), disebutkan mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan.
Selain itu evaluasi di RSHS dan 3 rumah sakit lain pada periode 1999-2003 menunjukkan insiden kasus ruptur uteri di RSHS 0,09% (1:1074) dan di rumah sakit lain sedikit lebih tinggi yaitu 0,1%(1:996).
Baca Juga: Awal Februari 2022 TPU Rorotan Kembali Ramai, Petugasnya Kembali Sibuk Memakamkan Korban Covid-19
Maka dari itu dapat disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang negatif baik pada kematian ibu maupun bayi.
Penting diketahui, ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan oleh: