Find Us On Social Media :

Berat dan Penuh Risiko Kesehatan Pelaku Operasi Ganti Kelamin, Salah Satunya Diabetes

Almarhum Dorce Gamalama

GridHEALTH.id - Salah satu risiko dari banyaknya risiko kesehatan yang akan merenggut kebahagiaan pelaku transeksual adalah diabetes. Inikah yang terjadi pada Dorce?

Tahu kah, kaum transeksual sudah ada sejak zaman pra sejarah.

Hanya saja saat itu masih sebatas pada tingkah laku hingga cara berpakaian. Tidak sampai proses ubah alat kelamin.

Opetrasi ubah kelamin pertama kali dilakukan di Eropa pada 1930, namun operasi yang menarik perhatian seluruh dunia dilakukan oleh seorang mantan serdadu yang bernama George, lalu mengubah namanya menjadi Christine jorgensen, di Copenhagen, Denmark, pada 1952.

Saat itu George mengubah kelamin lelaki menjadi kelamin perempuan.

Operasi yang dilakukan di Denmark ini berjalan sukses dengan mengangkat organ kelaminlaki-laki Jorgensen.

Setelah melalui proses penyembuhan lama, seluruh rangkaian operasi baru selesai pada 1954.

Operasi serupa bagi kaum transseksual di Indonesia dilakukan di Thailand dan Perancis.

Dorce Gamala, artis tanah air yang melakukan operasi ubah kelamin pada 1993, melakukannya di Indonesia. Tepatnya di Surabaya.

Baca Juga: 7 Tips Diet Sehat Untuk Ibu Menyusui, ASI Melimpah dan Tidak Kekurangan Gizi

Dalam operasi perubahan kelamin laki-laki keperempuan, alat kelamin laki-laki hampir seluruhnya dibuang. Hanya beberapa jaringan dipertahankan untuk membentuk vagina buatan.

Tapi tahu kah, minimal setahun sebelum operasi, berbagai hormon perempuan harus sudah dikonsumsi oleh yang bersangkutan untuk memulai proses perubuhan tubuh.

Sebagian besartransseksual laki-laki ke perempuan harus menjalani elektrolisis yang ekstensifdan mahal untuk menghilangkan bulu-bulu diwajah dan tubuh dan mendapatkanpelatihan untuk menaikan nada suara mereka, hingga hormon-hormon perempuanyang dikonsumsi membuat bulu-bulu tidak lagi tumbuh dan suaranya menjadi tidak maskulin lagi.

Beberapa transseksual laki-laki keperempuan juga menjalani operasi plastik untuk mendapatkan penampilan yang lebih feminim lagi, mulai dari dada, pinggung, hingga bokong.

Asal tahu saja, operasi ubah kelamin biasanya tidak dilakukan sebelum berakhirnya masa uji coba selama satu atau dua tahun.

Tahap Operasi Kelamin

Langkah paling pertama sebelum melaksanakan operasi ganti kelamin adalah menjalani sesi konsultasi dengan konselor kesehatan mental profesional.

Hal ini bertujuan untuk mendapatkan diagnosis dan psikoterapi.

Diagnosis dari gangguan identitas gender atau disforia gender dibutuhkan untuk memperoleh surat rekomendasi resmi dari terapis yang bersangkutan.

Baca Juga: Cara Mengatasi Payudara Keras dan Sakit Saat Menyusui, Ibu Harus Tahu

Surat tersebut berisi izin dan kesediaan individu tersebut untuk memulai terapi hormon di bawah pengawasan dokter.

Setelah itu akan menjalani terapi hormon estrogen dan anti-androgen diberikan kepada wanita transgender (dari pria ke wanita) untuk membantu mereka mengubah suara, massa otot, kulit, distribusi lemak tubuh, dan melebarkan pinggul.

Sedangkan terapi hormon testosteron dilakukan pada perempuan yang ingin berganti kelamin menjadi laki-laki.

Hormon androgen diberikan pada pria transgender (dari wanita ke pria) untuk membantu mereka mengembangkan karakteristik seks sekunder pria, seperti jenggot, rambut tubuh, dan suara yang berat.

Terapi hormon kemudian akan diikuti oleh uji penyesuaian hidup pasien untuk beraktivitas seperti biasa di dunia nyata sebagai orang dengan gender yang baru.

Dampak Transeksual

Ketahuilah, para pelaku transeksual lebih memikirkan dampak positifnya daripada negatifnya pasca operasi.

Dkarenakan pilihannya adalah hal yang terbaik bagi mereka, sehingga mereka merasa hilang dan terbebas dari konflik batin yang dialaminya serta membuat kondisi batinnya lebih lega dengan kehidupan barunya yang dikarenakan hasrat naluri genetik pada dirinya dapat dijalani secara pasti, meskipun aneh dimata orang lain.

Dikarenakan sudah jelas jenis kelamin yang sejalan dengan tingkah laku serta batinnya, serta tidak merasa kebingungan dalam menentukan identitas yang sesuai dengan hasratnya, para pelaku transeksual lebih merasa lega serta bebas dari jerat ketidak pastian genetik pada tubuhnya, dan jikalau pasca operasi masih saja ada yang mengejek, mereka para pelaku transeksual lebih cuek dan tidak memikirkannya dibandingkan sebelum operasi yang sangat menekan batinnya.

Baca Juga: Menggunakan Mayones 1 dari 6 Bahan Alami Usir Kutu Rambut Membandel

Tapi para pelaku transeksual yang melakukan ubah kelamin, mereka sedikit sekali atau bahkan tidak sama sekali memikirkan dampak negativenya, semisal pengibrian seorang pria dengan mengangkat testisnya, yang bisa menyebabkan kemandulan tetap.

Selain itu operasi ganti kelamin juga bisa menimbulkan konflik dalam rumah tangga, sebab suami atau istri yang telah menjalani operasi ganti kelamin tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri yang normal.

Orang yang telah menjalani operasi ubah kelamin itu tidak akan dapat lagi memberikan keturunan, dan tidak dapat pula memenuhi kebutuhan biologis atau seksualnya secara normal.

Efek Samping dan Bahaya Ubah Kelamin

Operasi ganti kelamin tidak bisa dilakukan sekali. Agar hasilnya lebih optimal, biasanya dokter menyarankan untuk menjalani beberapa kali operasi lagi.

Oleh karena itu, ada beberapa risiko dampak atau komplikasi yang bisa dialami oleh pelaku transeksual setelah prosedur ini dijalankan.

Berikut adalah sederet risiko efek samping menjalani operasi ganti kelamin:

* Perdarahan dan infeksi

Munculnya perdarahan dan infeksi merupakan efek samping operasi ganti kelamin yang paling sering terjadi.

Baca Juga: FKG UI; Hanya dengan Berkumur dan Gargle Turunkan Risiko Infeksi Covid-19

Saat operasi, dokter akan membuat banyak sayatan pada penis atau vagina.

Proses tersebut berisiko melukai pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan dalam jumlah banyak.

Luka operasi juga rentan terinfeksi oleh bakteri, terutama dari jenis staph.

Pada kasus yang parah, infeksi dapat menyebar ke aliran darah, kemudian menyebabkan sepsis.

Sepsis yang tidak ditangani dengan tepat berisiko mengakibatkan kegagalan organ.Infeksi saluran kemih (ISK)

Mengingat operasi dilakukan pada alat kelamin, ada kemungkinan bakteri dapat menyebar ke saluran kemih.

Hal ini sejalan dengan sebuah survei jangka panjang yang dimuat dalam kongres PRS Global Open tahun 2016.

Ada pasien yang menjalani operasi ganti kelamin ternyata mengalami efek samping menyerupai gejala ISK.

Gejala ISK tersebut meliputi nyeri panggul, aliran urine yang lemah, susah buang air kecil, dan sering buang air kecil pada malam hari.

Baca Juga: Pentingnya Suplemen Vitamin E, Meningkatkan Imunitas di Masa Pandemi

* Masalah kesehatan terkait perubahan hormon

Sekitar satu tahun sebelum operasi, pasien akan diminta untuk menjalani terapi hormon.

Pria yang ingin menjalani operasi transgender menjadi perempuan perlu menempuh terapi estrogen dulu guna memunculkan ciri reproduksi feminin.

Begitu pula dengan perempuan yang ingin menjalani prosedur kelamin ini, akan menjalani terapi testosteron guna mendapatkan efek sebagai pria.

Nah, kedua hormon ini tidak luput dari efek samping.

Terapi estrogen bisa meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah pada paru-paru dan pembuluh darah di area kaki.

Kondisi ini tentu dapat memicu komplikasi saat operasi berlangsung.

Di sisi lain, terapi testosteron berisiko meningkatkan tekanan darah, penurunan respons tubuh terhadap insulin, dan perubahan abnormal pada jaringan lemak.

Perubahan ini berpeluang menimbulkan obesitas, hipertensi, serta diabetes di kemudian hari.

Baca Juga: Pentingnya Suplemen Vitamin E, Meningkatkan Imunitas di Masa Pandemi

Halinikah yang dialami oleh Dorce Gamalama, sebelum meninggal karena Covid-19 mengalami sakit diabetes?(*)