GridHEALTH.id - Oximeter di masa pandemi menjadi barang yang banyak diburu.
Terlebih bagi mereka yang terpapar Covid-19.
Pasalnya dengan barang kecil ini, oximeter bisa mengukur kadar oksigen dalam darah kita.
Pada masa varian Omicron ini, oximeter menjadi penting untuk dimiliki.
Sebab mereka yang terpapar infeksi Covid-19, tidak harus menjalankan perawatan di rumah sakit, tapi cukup di rumah.
Kecuali untuk kasus berat, dan pada penderita komorbid juga lansia.
Karenanya oximeter sangat dibutuhkan. Sebab pemantauan kadar oksigen dalam darah menjadi hal utama pada pasien Covid-19, sekalipun di rawat di rumah.
Sehingga jika ada penurunan kadar okgen dalam darah pada pasien bisa cepat terdeteksi dan dilakukan penanganan cepat dan tepat, untuk keselamatan pasien.
Macam-macam Oximeter
Baca Juga: Percepat Pemulihan Pasien Covid-19 Dengan Makan 6 Buah Berikut Ini
Oximeter yang umum digunakan adalah berbentuk penjepit kecil, dalam penggunannya dijepitkan di ujung jari.
Harganya mulai dari ratusan ribu hingga jutaan.
Tapi dalam perekembangannya ada juga oximeter digital yang memanfaatkan teknologi aplikasi.
Jadi mengukur kadar oksigen dalam darah bisa di layar android.
Ada banyak aplikasi yang menydiakan oximeter apps, bisa dengan mudah diunduh di plystore ataupun iStore.
Tapi ada temuan anak bangsa yang berbeda dengan oksimeter aplikasi, walau sama-sama menggunakan teknologi digital dan digunakan secara online.
Oximeter online temuan Rizky Hadi Saputra, mahasiswa S1 Teknik Komputer Universitas Dinamika (Stikom) Surabaya ini, kerabat atau keluarga pasien yang melakukan isoman (isolasi mandiri) di rumah bisa memantau sendiri saturasinya.
“Selain itu, alat ini juga bisa digunakan para nakes untuk memantau pasien COVID-19 dari jarak jauh,” ucap Rizky, Jumat (11/3), dikutip dari Kumparan (11/3/2022).
Rizky menjelaskan, bahwa inovasinya ini sudah tersambung dengan sistem online yang bisa dikunjungi di website monitoringsaturasi.online.
Baca Juga: Hilangkan Wajah Kusam dengan Lendir Siput Agar Sehat dan Bercahaya
“Saat pasien memasukkan jarinya ke dalam alat saturasi ini, maka hasilnya akan ditampilkan di layar dan juga di website tersebut,” jelasnya.Alat yang memiliki panjang 8,4 cm dan lebar 3 cm ini dibuat dengan memanfaatkan teknologi 3D printing dan dilengkapi bahan-bahan Wemos D1 Mini sebagai microcontroler serta wifi Max30102 sebagai sensor eksimetri saturasi oksigen (Sa02).
Selain itu, alat ini juga dilengkapi dengan Oled 0.96 inc yang berfungsi untuk menampilkan hasil di layar serta Buzzer sebagai penanda jika hasil saturasi di bawah 90.
“Agar bekerja, alat saturasi ini harus disambungkan ke powerbank atau batere internal sebagai daya untuk menyalakan alat secara otomatis,” tuturnya.
Setelah itu, pasien bisa langsung memasukkan jari dan mendekatkan pada sensornya, lalu menunggu sekitar 10 detik untuk mengetahui hasilnya.
“Hasilnya nanti akan tampak di layar dan tersambung langsung di website monitoringsaturasi.online, sesuai dengan nama yang sudah diinputkan sebelumnya,” tambahnya.Jika hasil pemeriksaan saturasi di bawah angka 90 persen, alat akan otomatis berbunyi dan memberi peringatan.
Bahkan alat ini juga sudah diujicobakan pada beberapa rekannya, dan nilai akurasinya mencapai 99 persen.
Ke depan, Rizky akan terus mengembangan alat tersebut, khususnya pada bagian tampilan agar lebih mudah menyesuaikan hasil dan nama pengguna, jika dipakai secara bersamaan oleh beberapa orang.
Baca Juga: 9 Makanan Tinggi Protein yang Baik Dikonsumsi Pasien TBC, Bisa Bantu Pemulihan
Jadi oximeter cipatakan anak bangsa ini berbeda dengan oximeter berbasis apps.
Untuk diketahui, hasil pengukuran saturasi oksigen menggunakan aplikasi tak bisa dijadikan acuan utama mengingat standar pengukuran tingkat oksigen dalam darah pada aplikasi dan oksimeter medis, berbeda.
Dalam pemeriksaan medis, perangkat mengirimkan dua panjang gelombang cahaya yang berbeda melalui pemindaian ujung jari oleh sensor.
Gelombang cahaya tersebut adalah merah (red light) dan infrared. Hemoglobin, protein yang membawa oksigen ke dalam darah, menyerap lebih banyak infrared ketika membawa oksigen.
Sebaliknya, jika tidak membawa cukup banyak oksigen maka menyerap lebih banyak cahaya merah.
Dari situlah perangkat menghitung seberapa banyak oksigen yang bersirkulasi di dalam tubuh.
Sementara itu, smartphone rata-rata hanya memiliki cahaya putih (white light).
Sehingga, smartphone tidak bisa memeriksa secara akurat, dilansir dari The Verge (2/7/2021).(*)
Baca Juga: 5 Trik Simpel Untuk Mengatasi Asam Lambung yang Sering Kumat