Find Us On Social Media :

Komentar IDI Setelah Vaksin Terawan Berhasil Membuat Seorang Gadis 'Bisa Jalan Lagi'

Vanessa, gadis 13 tahun yang bisa jalan lagi usai disuntik vaksin Nusantara oleh dokter Terawan.

GridHEALTH.id - Nama mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto belakangan memang kembali mendapat perhatian publik.

Terbaru, Terawan menjadi pembicaraan setelah berhasil membuat seorang gadis bisa berjalan lagi dengan vaksin nusantara yang ia suntikan.

Lantas bagaimana tanggapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)?

Dilansir dari cnbcindonesia.com (2/5/2022), Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban memberikan komentar lewat cuitan di akun Twitter-nya.

Dalam cuitannya itu, Zubairi mengatakan sangat mendukung jika memang vaksin nusantara bisa menyembuhkan.

Akan tetapi, ia menilai ke khasiatan vaksin tersebut harus dilakukan penelitian lebih lanjut.

Sehingga jika betul-betul berfungsi maka bisa digunakan secara luas.

"Ketika Vaksin Nusantara disebut bisa menyembuhkan, maka saya dukung penelitiannya lebih lanjut."

"Kalau hanya satu, belum bisa disebut berkhasiat, butuh bukti lebih jauh lagi," ujarnya.

Baca Juga: Dengan Vaksin Darah Tinggi Tidak Perlu Minum Obat Tiap Hari, Vaksin Pengobatan Penyintas Hipertensi

Lebih lanjut, Zubairi menyebutkan jika vaksin sebetulnya bukan untuk menyembuhkan.

Namun vaksin diberikan untuk memberikan daya lindung seseorang terhadap virus.

Dengan demikian, maka klaim hanya dari satu pasien yang menyatakan sembuh setelah disuntik vaksin tidak bisa jadi dasar persetujuan BPOM, FDA, EMA, atau NHS untuk dijadikan pengobatan.

Oleh karena itu, ia mendorong untuk dilakukan uji klinis lebih lanjut untuk mengetahui keamanan dan keefektifan vaksin Nusantara tersebut.

"Tetap harus melalui uji klinik 1,2, dan 3, yang kemudian dinyatakan efektif dan aman pada skala besar," pungkasnya.

Dikutip dari iasmed.org, uji klinis sendiri adalah setiap tindakan eksperimen pada manusia yang dilakukan untuk mempelajari efikasi dan keamanan produk.

Dimana orang yang menjadi sampel bisa sampai ribuan atau puluhan ribu, serta waktu yang dibutuhkan pun tidak sebentar bahkan bisa bertahun-tahun.

Dalam uji klinis, terdapat empat fase yang harus dilalui suatu produk sebelum dinyatakan sebagai obat atau vaksin.

Pada fase I, dosis produk akan diuji pada manusia sehat (melibatkan sedikit subjek penelitian), untuk melihat bagaimana tubuh manusia memetabolisme vaksin tersebut.

Baca Juga: Gagal Ginjal Jadi Komplikasi Yang Bisa Terjadi Pada Pasien Covid-19 Parah, Ahli Menjelaskan Mengapa Bisa Terjadi

Apakah hasilnya sama dengan apa yang terjadi pada hewan. Jika lolos uji klinis 1 maka produk boleh melanjutkan ke uji klinis fase 2.

Fase II, dalam tahapan ini percobaan akan dilakukan secara spesifik pada manusia sakit, tergantung pada tujuan dan sesuai produk yang sedang diuji.

Misalnya dalam kasus Covid-19 ini, berarti manusia sakit yang di uji adalah pasien positif virus corona.

Namun, manusia sakit yang menjadi percobaan tidak sembarangan, mereka harus menandatangani perjanjian hukum yang diawasi oleh kode etik dan pemerintah, serta produknya pun masih belum boleh dipasarkan.

Pada fase ini akan dievaluasi pemberian dosis dan keamanannya. Jika lolos ujian fase dua maka akan lanjut ke fase tiga.

Kemudian masuk fase III, meski vaksin sudah boleh diproduksi tapi masih belum bisa dipasarkan. Pada fase ini juga banyak sekali syarat yang harus dipenuhi.

Apabila lolos ujia fase III (dinyatakan efektif dan aman) maka obat tersebut boleh didaftarkan ke lembaga yang berwenang dalam menangani pemasaran vaksin dan boleh dijual di pasaran.

Fase terakhir alias fase IV adalah post marketing surveillance, yakni kegiatan pengawasan untuk melihat aspek keamanan, khasiat dibandingkan dengan vaksin standar sebelumnya, dan mutu produk tersebut di populasi.

Sebab produk telah dipasarkan di masyarakat dan dokter pun sudah boleh membuatkan resepnya.

Baca Juga: Cara Efektif Cegah Infeksi Hepatitis Akut pada Anak, Ini Imbauan IDI dan IDAI

Hal ini dilakukakan karena bisa saja ditemukan very long term effect (efek jangka sangat panjang) dari produk yang telah diedarkan.

Sehingga tak jarang pada beberapa kasus terjadi penarikan vaksin dari peredaran di masyarakat setelah fase 4 ini.

Dari jumlah populasinya yang besar (melibatkan ribuan pasien), harus diagnosis tertentu, dan tindak lanjut yang lama karena harus dinilai efek jangka pendek, menengah, hingga panjang.

Selain itu, ditahapan ini juga vaksin yang diteliti akan diuji stastistik bersama dengan plasebo atau 'obat kosong'.

Dimana beberapa orang secara acak (random) akan dipilih sebagai subjek penelitian.

Percobaan ini akan membantu peneliti mengetahui apakah vaksin tersebut benar-benar efektif atau hanya sugesti pasien yang merasa lebih baik karena tahu mereka telah mengonsumsi vaksin tersebut.(*)

Baca Juga: Selain Sinovac, Ini Pilihan Vaksin Halal Rekomendasi dari MUI