GridHEALTH.id - Selama ini penggunaan ganja dalam bentuk apapun di Indonesia adalah ilegal dan tidak dibenarkan. Memang dalam sejarahnya tanaman bergerigi ini telah digunakan untuk produksi tali dan tekstil, tetapi ketenaran ganja berasal dari penggunaannya sebagai minuman keras dan obat.Banyak orang telah mengetahui tentang tanaman yang berasal dari Asia Tengah ini dan manfaatnya selama ribuan tahun.Namun, ada juga risiko dampak yang parah: penurunan kemampuan kognitif dan kerusakan fungsi otak jangka panjang.
Menurut Non-representative Global Drug Survey 2021, secara global ganja adalah zat psikoaktif kedua yang paling umum digunakan setelah alkohol dan sebelum nikotin.
Tapi kitapun harus tahu, bahwasannya ganja itu ada tiga jenis manfaat juga efeknya berbeda.
Melansir Conference on Management, Business, Innovation, Education and Social Science, dalam jurnal journal.uib.ac.id/index.php/combines, yang dipaparkan oleh Rahmi Ayunda, Vina:
Pertama ganja medis, ganja medis ini yang membawa manfaat positif pada dunia medis, dimana ganja dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan dengan diolah menjadi obat oleh pasien aau industri.
Contoh obat yang diproduksi dari ganja yakni: Marinol dan Cesamet (merupakan obat semprot dari ganja), Epidiolex, Sativex.
Baca Juga: WHO Keluarkan Peringatan, Cacar Monyet Bisa Jadi Pandemi Selanjutnya
Sebenarnya penggunaan ganja untuk kepentingan medis telah berlangsung sejak lama, tercatat dalam kitab Pen T'sao Ching merupakan kitab yang memuat pengobatan herbal pertama di dunia.
Terdapat catatan yang dicatat sekitaran tahun 2900 - 2700 SM oleh kaisar sheng nun yang menyebutkan bahwa tanaman ganja memiliki khasiat untuk menghilangkan rasa sakit.
Dalam buku yang ditulis oleh Peter Dantovski berjudul kriminalisasi ganja menyebutkan kesaksian seseorang yang mengatakan bahwa ganja dapat menyembuhkan penyakit ginjal (DANTOVSKI, 2013), selain itu pada penelitian juga ditemukan fakta dimana ganja digunakan sebagai bagian dari bahan pengobatan berbagai penyakit seperti menyembuhkan dan mengurangi gejala penyakit seperti radang usus ( inflammatory bowel disease/IBD ), meningkatkan kualitas hidup para pengidap kanker, meningkatkan nafsu makan pada penderita HIV/AIDS, hepatitis C, gangguan stres, pascatrauma, epilepsi, dan beberapa penyakit lainnya. Kedua ganja rekreasi, salah satu pemanfaatan ganja ialah digunakan untuk tujuan rekreasi (senang-senang) dikarenakan ganja dipercaya dapat memeberikan efek “tinggi” kepada pengguna.
Tidak jarang para pengguna ganja reakreasi ini mengatakan dengan menggunakan ganja dapat membantu mereka mencari imajinasi maupun kreativitas dalam karirnya.
Adit Indranatan yang berprofesi sebagai seorang tukang sablon memberikan kesaksian bahwa sejak 2008 ia telah menggunakan ganja dalam menekunin bidang pekerjaannya selama itu juga semua karya-karya desainnya didapatkan dari inspirasi menggunakan ganja dan ia juga mengatakan ganja tersebut tidak menggangu kesehatannya bahkan ia merasa lebih energik saat bekerja. Ketiga ganja hemp (ganja industri), ini adalah varietas Cannabis sativa dari spesies tanaman yang sama seperti ganja, namun secara genetik hemp ini digunakan untuk industri non-obat, yang lebih mengacu pada penggunaan industri untuk tekstil, bahan bangunan, makanan, kertas dan plastic.
Tanaman ini lebih mengacu kepada penggunaan industri dikarenakan ganja industri ini hanya mengandung THC (Tetrahydrocannabinoids) sekitar 0,3% - 1,5%.
Serat dari hemp atau ganja industri ini terpanjang kuat dan tahan lama dibandingkan dengan serat yang lain, disisi lain pembudidayaan ganja industri juga terbilang mudah karena ia dapat tumbuh dengan mudah.
Baca Juga: Pertolongan Pertama Jika Melihat Korban Tenggelam, Jangan Telat Karena Bisa Mengancam Jiwa
Tanggapan DPR RI Terhadap GanjaMengenai ganja, DPR RI pertanyakan sikap pemerintah terkait pemanfaatan tanaman ganja yang diperuntukkan untuk pengobatan.Hal tersebut diutarakan anggota DPR RI Arsul Sani, dalam RDP bersama Kementerian Hukum dan HAM.
Menurutnya, banyak usulan dan masukan dari masyarakat, jika ganja digunakan untuk pengobatan.“Banyak usulan dan masukan dari masyarakat terkait ganja untuk pengobatan, saya ingin mengetahui sikap pemerintah seperti apa,” katanya dalam RDP bersama Kementerian Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 23 Mei 2022, dilansir dari wartaekonomi.co.id (30/05/2022).“Saya sedih juga, kalau terulang lagi kasus-kasus seperti Fidelis di Kalimantan, yang menanam ganja untuk pengobatan istrinya, kemudian diproses pidana, dia masuk penjara dan istrinya meninggal,” ucap Arsul mengingatkan.Merespon hal itu, Anggota DPD PAN Kabupaten Aceh Utara Teuku Muji Lagang, meminta kepada pemerintah untuk bisa menanggapi permintaan Arsul Sani.Menurutnya, sudah banyak Negara di luar sana yang sudah memanfaatkan tanaman ganja. Pemanfaatannya disini adalah dengan dijadikan untuk industri kesehatan, makanan, dan pakaian.
Penelitian Ganja di Luar Negeri
Baca Juga: CDC Temukan Gejala Covid-19 Muncul Lagi Selesai Penggunaan Antivirus Paxlovid
Sebuah studi Spanyol baru-baru ini diterbitkan oleh para peneliti di Universitas Almeria menemukan bahwa fungsi seksual meningkat pada konsumen ganja, dan bahwa mereka mengalami orgasme yang lebih baik."Peningkatan ini biasanya dikaitkan dengan pengurangan kecemasan dan rasa malu, yang memfasilitasi hubungan seksual," kata para peneliti, diansir dari dw.com.Peneliti AS di Oregon State University belum lama ini mengusulkan cannabinoid sebagai cara untuk mencegah dan mengobati COVID-19, karena mereka memblokir virus memasuki sel, berpotensi menawarkan perlindungan terhadap infeksi virus corona.Studi mereka menunjukkan bahwa asam CBGA (asam cannabigerolic) dan CBDA (asam cannabidiolic) mengikat protein lonjakan dan mencegah Sars-CoV-2 memasuki sel, tulis para peneliti dalam Journal of Natural Products. Berbeda dengan tetrahydrocanabinol (THC) yang terkenal dalam ganja, CBGA dan CBDA tidak bersifat psikoaktif.
Tapi harus diketahui juga, penggunaan ganja juga dapat menyebabkan gangguan kognitif jangka panjang, terutama pada orang muda yang otaknya masih berkembang.Fakta tersebut baru-baru ini diperkuat lagi oleh analisis baru dari 10 meta-studi yang diterbitkan dalam jurnal Addiction.
Analisis data dari 43.000 peserta menunjukkan bahwa keracunan ganja (yang terjadi setelah mengkonsumsi THC dalam jumlah besar) dapat menyebabkan gangguan kognitif ringan hingga sedang, mempengaruhi keterampilan pengambilan keputusan, kemampuan untuk menekan reaksi yang tidak pantas atau mempelajari sesuatu dengan membaca dan mendengarkan, serta waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas mental. Dan gangguan ini dapat bertahan di luar durasi keracunan."Penggunaan ganja di masa muda dapat menyebabkan penurunan pencapaian pendidikan dan pada orang dewasa, kinerja kerja yang buruk dan kemampuan mengemudi yang berbahaya. Konsekuensi ini mungkin lebih buruk pada pengguna biasa dan berat," kata Alexandre Dumais, Associate Clinical Professor of Psychiatry di Université de Montréal dan salah satu rekan penulis studi.
Ketahuilah, korteks serebral pengguna ganja remaja secara signifikan lebih tipis di daerah-daerah tertentu daripada orang-orang dalam kelompok pembanding, seperti yang ditunjukkan oleh pemindaian otak terhadap 800 remaja yang merupakan bagian dari penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry Juni 2021.
Baca Juga: Polemik Pelabelan BPA pada Air Minum Kemasan Galon, Benarkah Polikarbonat Tidak Aman?
Malah disebut penggunaan ganja berat juga dapat memicu psikosis, terutama pada remaja.
Mereka yang merokok ganja setiap hari tiga kali lebih mungkin mengalami episode psikotik dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kontak dengan ganja, sebuah penelitian di seluruh Eropa menunjukkan pada tahun 2019.Para peneliti dari rumah sakit jiwa di Universitas Ulm bahkan mengamati peningkatan delapan kali lipat pada psikosis dalam periode waktu 2011 hingga 2019, yang mereka kaitkan, antara lain, dengan peningkatan kandungan THC secara signifikan di banyak persendian.(*)
Baca Juga: Antivirus Tecovirimat Disebut Ampuh Percepat Penyembuhan Cacar Monyet