GridHEALTH.id - Kasus penyalahgunaan narkoba terus terjadi di Indonesia.
Penggunanya dari berbagai kalangan, contoh dari kalangan entertainment. Seperti kasus DJ Joice.
Wakil Kepala Satuan (Wakasat) Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Billy Gustiano mengatakan, "Iya benar DJ Joice. Kalau nama asli Annisa Chairunisa. Dia kelahiran tahun 1999," ujar Billy dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Selatan, Selasa (28/6/2022).Joice ditangkap bersama tiga orang temannya berinisal IS, NU dan FE. Mereka ditangkap saat sedang pesta narkoba jenis sabu di dalam kamar kos-kosan.Barang bukti yang disita dari penangkapan keempat tersangka yakni satu alat hisap sabu atau bong dan dua klip seberat 0,71 gram."Mereka pada saat ditangkap sedang memakai narkoba. Hubungan mereka pertemanan. Untuk semua tersangka itu dewasa," ucap Billy.
Sanksi Bagi Penyalahguna NarkobaUntuk diketahui, narkoba merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) mengatur sanksi bagi penyalahgunaan narkoba serta pengedar narkoba didasarkan pada golongan, jenis, ukuran dan jumlah narkotika.Penyalahguna narkoba merupakan orang yang menggunakan narkoba tanpa hak atau melawan hukum.
Sanksi yang dikenakan bagi penyalahguna narkoba terdapat dalam Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika, yaitu:
* Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
* Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
* Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.Tapi jika penyalahguna terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkoba, maka ia wajib menjalani rehabilitasi, hal tersebut selaras dengan Pasal 127 ayat (3) “Dalam hal Penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, PenyalahGuna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”
Pasal Ambigu NarkobaNamun menurut Direktur Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri Brigjen Krisno H Siregar, UU tersebut juga menyimpan pasal ambigu sehingga aparat kerap keliru menerapkannya.
Baca Juga: RSIA Asih Berhenti Beroperasi Per 30 Juni, Bagaimana Nasib Pasien?
Sering kali seseorang yang ditangkap ternyata memiliki jumlah narkoba lebih banyak dari ketentuan minimal yang disebut dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), yang menyatakan bahwa kategori pengguna narkoba untuk sabu adalah bila dalam satu hari itu maksimal mengonsumsi atau memiliki 1 gram, dan 5 gram untuk ganja.Bila dalam proses penyidikan ternyata seseorang itu kemudian diketahui lebih dari yang ditentukan MA, dan/atau berbagi dengan orang lain, penyidik biasanya menggunakan Pasal 112.
Pasal 112 tersebut berbunyi, "Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun..."
Sementara Pasal 127 ayat 1 berbunyi, "Setiap penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 4 tahun.""Dalam praktiknya banyak penyidik memasukkan pasal 112 dengan hukuman minimal 4 tahun. Ini antara lain yang berkontribusi terhadap padatnya Lapas kita," kata Krisno Siregar dikutip dari detikcom (16/9/2021).
Penyalahguna Narkoba DirehabilitasiSementara itu, prihal narkoba, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengeluarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Lewat pedoman tersebut, penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika dapat dilakukan melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan.Dalam Bab IV tentang Penuntutan dalam pedoman itu, tertulis jenis dan persyaratan rehabilitasi melalui proses hukum, yaitu terdiri atas rehabilitasi medis dan sosial. Mereka yang bisa direhabilitasi yaitu tersangka yang melanggar Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika yang merupakan penyalah guna.
Baca Juga: Puasa Dzulhijjah Mulai dari Keutamaan, Amalan dan Manfaat Kesehatannya
Kualifikasi sebagai penyalah guna terdiri atas penyalah guna narkotika (vide Pasal 1 angka 15 UU Narkotika), korban penyalahgunaan narkotika (vide penjelasan Pasal 54 UU Narkotika), atau pecandu narkotika (vide Pasal 1 angka 13 UU Narkotika).Lebih lanjut, dalam pedoman itu tertuang enam persyaratan rehabilitasi bagi penyalah guna.
Syarat tersebut, antara lain, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, tersangka positif menggunakan narkotika.Kemudian, berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir atau end user.
Tersangka ditangkap atau tertangkap tangan tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti narkotika yang tidak melebihi jumlah pemakaian satu hari. Selain itu, tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga berwenang.Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Pedoman Jaksa Agung Nomor 18/2021 tersebut menjadi acuan bagi penuntut umum dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif.
Pedoman telah berlaku sejak 1 November 2021.
Sejak pedoman berlaku, maka penanganan kasus penyalahgunaan narkotika yang perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan dapat mengacu pada Pedoman Nomor 18/2021.
Baca Juga: Rompi Anti Heatstroke Bagi Jemaah Haji Indonesia dari Pemerintah
Fakta Awal NarkobaUntuk diketahui, awalnya narkoba digunakan dalam dunia medis untuk kesehatan dan pengobatan.
Misal, penghilang rasa nyeri dan memberi ketenangan.Di lingkungan kuno, narkoba menjadi salah satu opsi pengobatan bagi masyarakat tempo dulu karena berbagai jenis tanaman narkoba dapat dengan mudah ditemui di lingkungan, sehingga masyarakat dulu terbias memanfaatkan yang di sekitarnya.Tanaman psikotropika menjadi sumber makanan yang memberikan efek baik bagi tubuh khususnya dalam hal kebugaran tubuh, seperti peningkatan energi, penurunan kelelahan, hingga toleransi terhadap fluktuasi termal.Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, penelitian menunjukkan bahwa otak manusia dan narkoba saling mempengaruhi satu sama lain, yang jika digunakan tetap akan memberikan efek buruk jangka panjang.Kecanduan narkoba selain menimbulkan masalah kesehatan, narkoba juga dapat menghapus emosi rasa sakit dalam tubuh, sehingga dapat mematikan mekanisme pertahanan dasar terhadap ancaman potensial.Saat tubuh memerlukan perlawanan, tubuh sudah kehilangan rasa sakit itu sehingga tidak bisa membaca adanya ancaman.Karenanya penggunaan narkoba dilarang.(*)
Baca Juga: Wakil Presiden RI Minta MUI Keluarkan Fatwa Ganja Medis, Apa Saja Manfaatnya?