Find Us On Social Media :

Fenomena Quite Quitting, Benarkah Ada Manfaatnya Bagi Kesehatan?

Fenomena quite quitting dilakukan pekerja yang alami burnout.

GridHEALTH.id - Fenomena quite quitting belakangan sedang banyak dibicarakan, terutama oleh para pekerja muda.

Quite quitting merupakan lawan dari hustle cultre dan dianggap lebih baik bagi kesehatan.

Namun, apakah anggapan tersebut benar adanya? Sebelum itu, ketahui dulu apa yang dimaksud dengan quite quitting.

Dilansir dari Verywell Mind, quite quitting adalah tren di mana para pekerja menetapkan batasan bagi diri mereka di tempat kerja dan tidak berusaha keras memiliki pencapaian.

Ini artinya, mereka hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan job desk dan membuat batasan dengan atasan.

"Itu (quite quitting) mungkin saat karyawan menemukan keseimbangan kerja atau kehidupan yang lebih baik, berhenti bekerja di atas dan di luar tempat kerja mereka," kata Maria Kordowicz, PhD, profesor di University of Nottingham.

"Misalnya, dengan tidak bekerja di luar waktu kerja yang dialokasikan atau tidak lagi menempatkan produktivitas tanpa henti di atas kesejahteraan mereka," sambungnya.

Apa penyebab quite quitting dilakukan oleh sejumlah orang?

Maria Kordowicz menjelaskan, sebenarnya banyak hal yang jadi pemicu fenomena ini. Tapi, yang paling utama adalah bekerja lembur dan burnout.

Seseorang yang melakukan quite quitting tidak begitu saja menerapkan tren ini. Sebaliknya, psikolog konsultan Elena Touroni, PhD, mengatakan ada titik balik yang membuat mereka menerapkan hal ini.

"Mereka mungkin telah megerahkan banyak upaya dalam pekerjaan untuk memenuhi tututan kerja tetapi mengalami kurangnya pengakuan," ujarnya.

Baca Juga: Burnout Syndrome Dampak Negatif Mengerikan Bagi Para Pekerja Keras dan Gila Kerja

Ia melanjutkan, "Ini mungkin membuat mereka merasa kehilangan motivasi dan memeriksa secara mental sehingga perilaku tersebut berubah menjadi quite quitting."

Adakah manfaat quite quitting bagi kesehatan?

Melansir Healthline, psikolog dan ahli kesejahteraan Lee Chamber mengatakan, meskipun fenomena quite quitting adalah hal baru dan belum ada risetnya, tapi tren ini dapat membantu para pekerja yang mengalami burnout.

"Quite quitting berpotensi meningkatkan penetapan batas, serta membantu orang menjauh dari toxic productivity (produkitivitas berlebih)," ujarnya.

"Inu dapat memberdayakan mereka untuk mengambil kendali atas waktu istirahat dan pertumbuhan mereka, serta menciptakan ruang untuk refleksi tentang bagaimana mereka dapat menanamkan kesejahteraan dalam hidupnya," jelasnya.

Tanpa disadari, quite quitting pada akhirnya juga akan meningkatkan produktivitas para pekerja.

"Memastikan Anda memiliki waktu istirahat yang ditetapkan untuk Anda dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi saat Anda bekerja," jelas Tania Taylor, seorang psikoterapis.

Efek negatif quite quitting

Meski quite quitting dapat membantu pekerja yang sedang burnout, tapi tren ini juga memiliki dampak buruk bagi yang menjalaninya.

Menurut Chamber, quite quitting mmebuat seseorang merasa tidak terlibat dalam pekerjaan hingga memengaruhi kepuasan, yang pada dasarnya penting bagi kesehatan mental.

"Ini (quite quitting) berpotensi membuat karyawan merasa peran mereka tidak ada artinya, tidak ada gunanya, dan membosankan," pungkasnya. (*)

Baca Juga: Stres Dapat Menyebabkan Rambut Beruban, 4 Pengobatan Rumahan Untuk Mencegahnya