Find Us On Social Media :

Risiko Kanker Meningkat Bila Sering Mendengkur Saat Tidur, Studi

Hubungan antara kebiasaan mendengkur akibat sleep apnea dengan risiko kanker.

GridHEALTH.idKanker adalah kondisi saat sel-sel di dalam tubuh tumbuh dengan tidak normal dan menyebar ke bagian yang lain.

Sel yang tumbuh berlebih pada tubuh biasanya membentuk tumor, yang berupa gumpalan jaringan. Ada yang bersifat ganas atau bisa menjadi kanker dan jinak, yang artinya tidak bersifat kanker.

Menurut National Cancer Institute, benjolan kanker bisa menyebar ke jaringan sehat yang ada di dekatnya dan membentuk tumor baru atau dikenal dengan nama metastasis.

Risiko terjadinya kanker beragam misalnya usia yang bertambah tua, riwayat keluarga, pengaruh lingkungan, kondisi kesehatan tertentu, hingga kebiasaan sehari-hari.

Risiko kanker meningkat bila sering mendengkur

Sebuah studi terbaru yang dilakukan di European Respiratory Society (ERS), di Bacelona, Spanyol, belum lama ini menemukkan orang yang saat tidur ngorok, berisiko terkena kanker.

Terutama pada orang-orang yang mengidap penyakit obstructive sleep apnea atau OSA. Meksipun tidak semua orang yang mendengkur mengalami kondisi ini, tapi kebiasaan tersebut salah satu gejalanya.

OSA adalah gangguan tidur yang umum terjadi, di mana seseorang yang sedang tidur mengalami penyumbatan di saluran pernapasannya.

Akibatnya, napas pun berhenti beberapa kali selama tidur malam. Pada akhirnya menyebabkan dengkuran keras, terengah-engah, tersedak, dan mengantuk pada malam hari.

Gangguan ini diperkirakan dialami oleh 7-13% dari populasi manusia di dunia. Beberapa orang berisiko tinggi mengalaminya.

Misalnya saja mereka yang mempunyai berat badan berlebih atau obesitas, mengidap diabetes, merokok, atau mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar.

Baca Juga: Waspada Keganasan Kanker Rongga Mulut, Gejala Awalnya Mirip Sariawan

Lantas, apa kaitannya dengan risiko kanker?

“Sudah diketahui bahwa pasien obstructive sleep apnea memiliki peningkatan risiko kanker tetapi belum jelas apakah ini disebabkan oleh OSA itu sendiri atau faktor risiko terkait kanker, seperti obesitas, penyakit kardiometabolik, dan gaya hidup,” kata Dr. Andreas Palm, peneliti senior di Uppsala University, dikutip dari Scitechdaily.com, Jumat (9/9/2022).

“Temuan kami menunjukkan bahwa kekurangan oksigen karena OSA secara independent terkait dengan kanker,” sambungnya.

Dalam menemukan hubungan antara kebiasaan ngorok dengan risiko tinggi kanker, dokter Palm dan timnya melakukan pemantauan terhadap 62.811 partisipan selama lima tahun.

Pada Juli 2010 dan Maret 2018, pasien dirawat dengan continuous positive airway pressure (CPAP), yang memberikan teaknan udara positif melalui masker untuk menjaga saluran udara tetap terbuka saat tidur.

Para peneliti menghubungkan data ini dengan data yang diberikan oleh Swedish National Cancer Registry, serta data sosial ekonomi dari Statistics Sweden.

“Kami menemukan bahwa pasien dengan kanker memiliki OSA yang sedikit lebih parah, diukur dengan rata-rata indeks apnea-hypopnea 32 berbanding 30, dan indeks desaturasi oksigen 28 berbanding 26,” jelasnya.

Dokter Palm lebih lanjut menambahkan, “Dalam analisis subkelompok lebih lanjut, ODI lebih tinggi pada pasien dengan kanker paru (38 berbanding 27), kanker prostat (28 berbanding 24), dan melanoma ganas (32 berbanding 25).”

Studi ini menambahkan informasi terkait sleep apnea yang tidak ditangani, dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker.

Mengobati sleep apnea sekaligus mengurangi risiko kanker, menurut Mayo Clinic bisa dilakukan dengan mengubah gaya hidup. Misalnya menurunkan berat badan bila obesitas, rutin berolahraga, dan penuhi asupan cairan.

Kemudian berhenti merokok, gunakan dekongestan hidung atau obat alergi, jangan tidur telentang, dan hindari minum obat penenang atau obat tidur. (*)

Baca Juga: 6 Gejala Kanker Darah yang Sering Tak Disadari, Keringat Malam Hari