Find Us On Social Media :

Risiko Serangan Jantung dan Stroke Meningkat pada Penyintas Covid-19, Studi

Efek jangka panjang Covid-19 sebabkan stroke dan serangan jantung akibat pembekuan darah.

GridHEALTH.id – Situasi pandemi Covid-19 memang saat ini sudah mulai membaik, bahkan WHO mengatakan semakin dekat dengan titik akhir.

Akan tetapi, efek samping setelah terpapar Covid-19 atau yang biasa dikenal dengan long covid juga masih tetap mengintai para penyintas.

Sebuah studi yang dipublikasikan di Nature Medicine, pada Kamis (22/9/2022) ini, menemukan bahwa infeksi Covid-19 berdampak besar pada kesehatan otak.

Penyintas Covid-19 berisiko alami stroke

Orang yang pernah terpapar memiliki peningkatan risiko gangguan otak pada tahun pertama setelah sembuh dari infeksi.

Studi ini dilakukan oleh para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis dan sistem Perawatan Kesehatan St. Louis Health Care System.

Menemukkan adanya risiko stroke, masalah kognitif dan memori, depresi, kecemasan, hingga sakit kepala migrain pada penyintas Covid-19.

Tak hanya itu, kondisi otak para penyintas Covid-19 pun juga dikaitkan dengan gangguan gerak, mulai dari tremor dan kontraksi otot yang tidak disengaja hingga serangan epilepsi.

Tidak berhenti sampai di situ, risiko long Covid-19 lainnya yang juga mengintai yakni kelainan pada pendengaran dan penglihatan, serta kesulitan menjaga keseimbangan dan koordinasi, seperti yang dialami oleh pengidap Parkinson.

“Studi kami memberikan penilaian komperhensif tentang konsekuensi neurologis jangka panjang dari Covid-19,” kata Ziyad Al-Aly, MD, selaku peneliti dan ahli epidemiologi klinis di Universitas Washington, dikutip dari laman Washington University School of Medicine, Jumat (23/9/2022).

Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa penelitian sebelumnya telah memeriksa serangkaian hasil neurologis yang lebih sempit pada pasien Covid-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit.

Baca Juga: Akhir Pandemi Covid-19 di Indonesia dari 2 Kacamata Ahli, Dibahas Oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

“Kami mengevaluasi 44 otak dan gangguan neurologis lainnya di antara pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dan dirawat di rumah sakit, termasuk mereka yang dirawat di unit perawatan intensif,” ujarnya.

Ziyad Al-Aly mengatakan, dari hasil analisis tersebut ditemukan bahwa Covid-19 tidak seringan apa yang selama ini orang pikirkan dan infeksi ini menimbulkan efek jangka panjang yang serius.

Menurutnya, secara keseluruhan Covid-19 telah berkontribusi terhadap lebih dari 40 juta kasus gangguan neurologis yang terjadi di seluruh dunia.

Beberapa orang yang terlibat dalam studi ini belum mendapatkan vaksin Covid-19, karena pada saat penelitian dilakukan yakni Maret 2020 hingga awal Januari 2021, vaksinasi belum dilakukan.

Data yang ditampilkan juga merupakan representasi dari kasus Covid-19 sebelum munculnya varian Delta, Omicron, dan subvarian Omicron lainnya seperti saat ini.

Sementara itu, dalam penelitiannya yang lain, Al-Aly menemukan bahwa vaksin Covid-19 mengurangi risiko gangguan otak sekitar 20%.

Covid-19 berisiko sebabkan serangan jantung

Dalam studi lain, tepatnya yang dilakukan di Inggris dan diterbitkan di jurnal Circulation, ditemukan seseorang yang terpapar berisiko mengalami kondisi yang mengancam jiwa setidaknya selama 49 minggu setelah dinyatakan positif.

Dijelaskan lebih lanjut, mereka yang sudah dikonfirmasi positif Covid-19, mempunyai risiko terkena serangan jantung atau stroke 21 kali lebih tinggi, karena pembekuan darah di arteri.

“Kami diyakinkan bahwa riiskonya turun cukup cepat, terutama untuk serangan jantung dan stroke, tetapi temuan bahwa itu tetap meningkat untuk beberapa waktu menyoroti efek jangka panjang dari Covid-19 yang baru mulai kami pahami,” kata Jonathan Sterne yang merupakan salah satu peneliti, dikutip dari Live Mint, Jumat (23/9/2022).

Penelitian yang dilakukan oleh Universities of Bristol, Cambridge, Edinburgh, dan Swansea University, juga menemukan risiko yang sama pada pasien Covid-19 bergejala ringan, meski tidak terlalu tinggi seperti yang menjalani perawatan di rumah sakit.

“Kami telah menunjukkan bahwa bahkan orang yang tidak dirawat di ruamh sakit menghadapi risiko penggumpalan darah yang lebih tinggi pada gelombang pertama, meskipun risiko pada individu tetap kecil,” pungkasnya. (*)

Baca Juga: Sudah Vaksin Booster Kenapa Masih Terkena Covid-19? Ini Penjelasannya