Find Us On Social Media :

Orang Dengan Auto Imun Rentan Terpapar Covid-19, Butuh Asupan Vitamin D Setiap Hari

Sinar matahari, sumber utama asupan vitamin D untuk orang dengan autoimun.

 

GridHEALTH.id - Orang dengan auto imun (ODAI) adalah sebutan untuk orang-orang yang hidup dengan kondisi autoimunitas.

ODAI adalah kelompok yang rentan terkena Covid-19  karena tubuhnya mengalami gangguan imunologi serta mudah terjadi peradangan atau inflamasi.

Autoimun adalah sebuah kondisi kesehatan di mana sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antara zat asing yang dianggap asing dan membahayakan tubuh dengan bagian tubuh penyandangnya, sehingga menyebabkan masalah kesehatan kronis, bahkan kematian jika menyerang organ yang memiliki peran vital. Dewan Pakar Medis Marisza Cardoba Foundation (MCF), Prof. Dr.dr. Zakiudin Munasir SpA(K), mengatakan, “Banyak data yang melaporkan bahwa infeksi Covid-19 yang fatal maupun kondisi autoimunitas terjadi pada orang-orang dengan kadar vitamin D yang rendah.

Bisa dimengerti karena vitamin D berperan pada respon imun dan pengaturan sistem imun untuk mengatasi reaksi inflamasi yang hebat," katanya pada  webinar bertajuk “Peran Vitamin D pada COVID-19 bagi Orang Dengan Auto Imun (ODAI)”, yang digelar oleh Marisza Cardoba Foundation (MCF) di Jakarta (30/09/2022). Prof. Zaki juga menjelaskan bahwa vitamin D merupakan salah satu jenis vitamin yang berfungsi sebagai hormon yang mengatur metabolisme kalsium dan pertumbuhan tulang. Vitamin D juga berperan dalam pengaturan sistem imun.

Sumber Vitamin D berasal dari sinar UV matahari yang mengubah prekursor provitamin D di kulit menjadi vitamin D. Sekitar 20% berasal dari makanan seperti susu, ikan, dan lainnya. “Dosis vitamin D bergantung kadar vitamin D pada pasien, tidak bisa dirata-ratakan. Kalau sumbernya cukup setiap harinya, mungkin tidak perlu mengonsumsi suplemen. Tetapi kebanyakan kita kurang sinar matahari walau sinar matahari berlimpah. Dari makanan hanya menyumbang 20%,” jelas Prof. Zaki. “Usahakan kadar vitamin D cukup terutama dari sinar matahari, sekitar jam 10  pagi sampai jam 2 siang. Kalau pagi sekitar 15 menit,  kalau siang 5 menit cukup. Jangan lupa juga terapkan pola makan yang memenuhi gizi seimbang, cukup protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral,” ujar Prof Zaki.

Di kesempatan sama, Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD, KHOM, salah satu Pendiri dan Ketua Dewan Pengawas Marisza Cardoba Foundation, mengatakan, “Autoimun memang penyakit yang bisa mematikan namun bisa dikendalikan.

Penyebabnya antara lain akibat terpapar bahan-bahan kimia atau yang dianggap tidak natural oleh tubuh”.                                                                                               “Sumber bahan-bahan kimia itu antara lain dalam makanan yang ada di sekitar kita, yang , sangat logis menjadi perangsang rusaknya antibodi dalam tubuh. Dua generasi lalu, penyakit autoimun sangat langka. Tapi sekarang, jumlahnya meningkat tajam. Kebanyakan generasi muda yang menderitanya,” jelas Prof. Aru lebih lanjut.

Baca Juga: Ruam Hingga Lepuh Seluruh Tubuh, 5 Kondisi Autoimun Langka yang Diderita Penerima Vaksin Covid-19

Baca Juga: Kenali Ciri-ciri Kanker Payudara dilihat dari Benjolan yang Muncul

Marisza Cardoba, pendiri MCF yang juga ODAI menambahkan, “Kekurangan vitamin D pada infeksi Covid-19 tentu menyebabkan respons imunnya tidak berjalan dengan baik dan infeksinya bisa fatal.

Oleh karena itu MCF membentuk media AUTOIMUN.ID untuk terus mengkampanyekan dan mengajak masyarakat agar memperhatikan kadar vitamin D dalam darah guna meminimalisir risiko autoimunitas dan gejala Covid-19  yang fatal.

AUTOIMUN.ID dapat diakses melalui YouTube, Instagram dan Website dan berisi banyak informasi dari pakar mengenai autoimunitas serta penerapan pola hidup sehat”.  “Autoimun adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Orang dengan autoimun produktivitasnya menurun, hanya mampu beraktivitas 5-6 jam  sehari dengan keluhan seperti nyeri sendi, mudah lelah, rambut rontok, sering sariawan, demam yang tidak beraturan, dan sebagainya, sementara penyakit ini belum dapat disembuhkan,” imbuh Marisza Cordoba.