GridHEALTH.id - Sebuah kisah inspiratif datang dari seorang atlet angkat beban, bernama Ni Nengah Widiasih yang berhasil mengharumkan nama Indonesia setelah mendapatkan medali pertama dalam Paralimpiade Tokyo 2020.
Ni Nengah Widiasih adalah seorang atlet angkat beban yang dalam Paralimpiade Tokyo 2020 lalu bertanding di kelas 41 kg putri dan mencatatkan angkatan terbaik 98kg.
Mengutip dari Kompas.com, sekilas kisah dari Ni Nengah Widiasih atau akrab disapa Widi terkait perjuangannya saat menjadi atlet setelah bangkit dari keterpurukan akibat penyakit polio yang dialaminya.
Disebutkan bahwa Widi telah didiagnosis menderita polio sejak usia 3 tahun sehingga menyebabkan kedua kakinya tidak bisa berfungsi dengan normal.
Widi adalah anak kedua dari empat bersaudara yang lahir di Banjar Bukit, Desa Sukadana, Kabupaten Karangasem, Bali.
Berdasarkan cerita dari kakaknya, Suantaka kepada Kompas.com dikatakan bahwa Widi adalah sosok yang kerja keras dalam menjalani hidup, hingga memutuskan untuk merantau ke Yogyakarta untuk tinggal di yayasan difabel, yang mengajari Widi berbagai keterampilan agar mandiri dan berdaya.
Baca Juga: Gegara Pandemi 80 Juta Anak Berisiko Terkena Difteri, Campak dan Polio, Ini Pesan iDAI
Setelah dua tahun, Widi kembali ke Bali namun memilih tinggal di asrama Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Jimbaran, Balik dan sekolah di SLB yang kemudian mengenalkannya ke dunia olahraga angkat beban.
Beragam prestasi telah berhasil diraih Widi, diantaranya adalah ia mendapatkan medali perunggu dalam ASEAN Paragames 2008 di Thailand, lalu meraih medali perak dalam ASEAN Paragames di Malaysia, berlanjut dengan medali perunggu dalam Paralimpiade Rio de Janeiro 2016, dan medali perak di Paralimpiade Tokyo 2020.
"Perjuangan yang tidak mudah, dari latihan dia kan harus sekolah, datang dari sekolah harus latihan sampai malam. Kadang latihannya kan bukan di tempat khusus latihan seperti itu. Kadang latihannya di tempat gym, orang-orang melihatnya juga aneh kadang," kata Suantaka mengutip dari Kompas.com (27/08/2021).
Polio menjadi salah satu penyakit paling menular di dunia, sehingga membutuhkan upaya dari semua negara untuk mengatasi penyakit ini agar tidak menjadi pandemi.
Pada tanggal 24 Oktober 2022 lalu, dunia baru saja memperingati Hari Polio Sedunia dengan tema, "Together, We End Polio!", upaya yang masih terus dilakukan untuk memastikan polio hilang.
Data dari WHO menyebutkan hanya ada 6 kasus polio di dunia pada tahun 2021, dari sekitar 350.000 kasus di lebih dari 125 negara dan menjadi endemik saat itu pada tahun 1988.
Apa Itu Polio? Ini Gejala dan Penyebabnya
Polio dikenal juga dengan nama poliomielitis, yaitu sebuah penyakit sangat menular yang disebabkan oleh virus polio, di mana virus ini menyerang sistem saraf melalui mulut, dalam air atau makanan yang terkontaminasi dengan bahan feses orang yang terinfeksi dan masuk ke dalam tubuh.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus berkembang biak di usus dan diekskresikan oleh orang yang terinfeksi di feses, sehingga dapat menularkan virus ke yang lain, khususnya pada lingkungan kebersihan dan sanitasi yang buruk.
Berdasarkan penjelasan dari infeksiemerging.kemkes.go.id disebutkan gejala awal polio adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher, hingga nyeri pada anggota tubuh.
Selain gejala awal ini, ada gejala lainnya yang dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
* Polio non-paralisis (muntah, lemah otot, demam, meningitis, letih, sakit tenggorokan, sakit kepala, kaki, tangan, leher, dan punggung terasa kaku)
* Polio paralisis (sakit kepala, demam, lemah otot, kaki dan tangan terasa lemah, kehilangan refleks tubuh)
* Sindrom pasca-polio (sulit bernapas atau menelan, sulit berkonsentrasi, lemah otot, depresi, gangguan tidur dengan sulit bernapas, mudah lelah, dan massa otot tubuh menurun)
Baca Juga: Mengenal Penyakit Infeksi Enterovirus D68, Berisiko Sebabkan Anak Lumpuh Seperti Terkena Polio
Masa inkubasi virus ini memakan waktu 3-6 hari dan bisa terjadi kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari, dengan 90% orang terinfeksi tidak memiliki gejala atau hanya gejala ringan dan biasanya tidak dikenali.
Virus ini juga dibuktikan telah dibawa secara pasif oleh lalat dengan memindahkan virus ke makanan, ada tiga jenis virus yang ditemukan berupa virus polio vaksin/sabin, virus polio liar/WPV (wild poliovirus), dan VDPV (vaccine derived poliovirus) atau virus polio vaksin/sabin yang bermutasi.
Selain disebabkan oleh virus ini, ada beberapa faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi lebih tinggi, seperti daerah padat/pengungsi/kumuh, mobilitas penduduk dari wilayah endemis polio, kontak langsung anak balita dengan orang yang terinfeksi, dan tingkat imunisasi polio di suatu daerah.
Sedangkan kelumpuhan diperkirakan lebih berisiko pada pasien yang memiliki imunitas lemah, sedang hamil, pengangkatan amandel (tonsilektomi), suntikan intramuscular seperti obat-obatan, olahraga berat, dan cedera.
Pencegahan Infeksi Polio
Polio bisa menyerang semua usia, namun paling banyak menyerang anak di bawah lima tahun.
Tidak ada obat untuk seseorang yang telah terinfeksi polio, yang bisa dilakukan adalah melakukan tindakan suportif dan pencegahan terjadinya cacat, sehingga anggota gerak diusahakan kembali berfungsi senormal mungkin.
Setelah virus ini menjadi penyakit infeksi yang begitu cepat meluas, dunia mencari dan menemukan vaksin yang efektif untuk menekan infeksi, sebagai bentuk pencegahan.
Saat ini ada empat jenis vaksin yang bisa digunakan untuk mencegah infeksi penyakit polio, yaitu:
- Oral polio vaccine (OPV)
- Monovalent oral polio vaccines (mOPV1 dan mOPV3)
Baca Juga: Virus Polio Mewabah di Inggris dan AS, Anak di Bawah Usia 10 Tahun Diberikan Vaksin Booster
- Bivalent oral polio vaccine (bOPV)
- Inactivated polio vaccine (IPV)
Selain pencegahan, deteksi dini dan perawatan dini mempercepat kesembuhan dan mencegah bertambah beratnya cacat.
Jenis-jenis Polio
Penyakit infeksi menular ini digolongkan ke dalam beberapa jenis, sesuai dengan kriterianya, yaitu:
1. Polio nonparalisis - Jenis polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan dan umumnya baru muncul gejala ringan setelah 6-20 hari terpapar, kemudian akan berlangsung selama 1-10 hari dan menghilang sendirinya.
2. Polio paralisis - Jenis polio yang berbahaya karena menyebabkan kelumpuhan saraf tulang belakang dan otak secara permanen, dengan gejala awal seperti polio nonparalisis namun dalam seminggu muncul gejala tambahan seperti hilangnya refleks tubuh, otot tegang dan nyeri, serta tungkai atau lengan lemas.
Kondisi Kasus Polio di Indonesia Saat Ini
Awal abad ke-20, penyakit ini menjadi penyakit yang paling ditakuti karena melumpuhkan ratusan ribu anak setiap tahunnya, namun tahun 1950-an dan 1960-an sudah mulai terkendali setelah adanya vaksin yang efektif melumpuhkan.
Di Indonesia sendiri polio pernah menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) dan berhasil ditangani setelah dilaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio secara tiga tahun berturut (1995-1997), hasilnya virus polio liar asli Indonesia sudah tidak ditemukan.
Berdasarkan data dari WHO dalam Buletin Surveilans dan Imunisasi Edisi Maret 2020, sempat kembali dikejutkan dengan ditemukannya kasus polio di Indonesia, Myanmar, Filipina, dan Malaysia pada tahun 2018, setelah pada tahun 2014 WHO menyatakan Indonesia bebas polio.
Baca Juga: Kasus Polio Pertama Muncul di New York Setelah Hampir 10 Tahun
Meski sekarang kasus polio di Indonesia bisa dibilang tidak ada, namun tetap perlu hati-hati apabila ada negara tetangga yang menemukan kasus baru dan memastikan imunisasi polio rutin lengkap anak-anak terus berjalan dengan baik. (*)