GridHEALTH.id - Dipidanakan oleh BPOM RI terkait Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi batas aman, PT Yarindo Farmatama menolak tuduhan tersebut.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, bahwa PT Yarindo Farmatama dan Universal Pharmaceutical Industries diduga telah melakukan pelanggaran UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam hal ini, BPOM bekerjasama dengan Bareskrim Polri untuk melakukan pemeriksaan dari dua perusahaan tersebut, saksi ahli pidana, dan saksi dari distributor.
"Berdasarkan pemeriksaan tersebut, patut diduga telah terjadi tindak pidana yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu," kata Penny dalam konfrensi pers di Serang, Banten, Senin (31/10/2022).
Dijelaskan lebih lanjut, PT Yarindo Farmatama dan Universal Pharmaceutical Industries dianggap telah memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar, persyaratan, dan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Inilah Ciri-ciri Perempuan yang Punya Risiko Terkena Osteoporosis
Perundang-undangan tersebut:
* Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, Pasal 196, Pasal 98 ayat 2 dan ayat 3, dengan ancaman penjara pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 miliar.
* Pasal 62 ayat 1 dan UU RI nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
BPOM pun menyebut, PT Yarindo Farmatama menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol sebesar 48 mg/ml, di mana syaratnya harus kurang dari 0,1 mg/ml.
Mengenai hal tersebut PT Yarindo Farmatama memberikan menjawab tuduhan tersebut.
Baca Juga: 5 Jenis Antibiotik Pada Anak yang Aman Diberikan dan Dosis Pemakaiannya
Diwakili Manager Bidang Hukum Vitalis Jebarus, PT Yarindo Farmatama dengan tegas menolak tuduhan tersebut.“Tentang mengubah bahan baku obat dengan bahan baku yang tidak memenuhi syarat adalah pernyataan yang tidak benar dan sangat merugikan bagi PT. Yarindo Farmatama karena pada tahun 2020 NIE sudah menggunakan bahan baku pelarut dari Dow Chemical yang berstatus pharmaceutical grade," kata Vitalis dalam keterangannya dikutip Rabu (1/11), dilansir dari Kumparan.com (1/11/2022).NIE adalah nomor izin edar, disebut juga dengan notifikasi obat. Jika perusahaan sudah mengantongi NIE dari BPOM, maka obat tersebut baru boleh diedarkan."Dibuktikan dengan COA dan BPOM telah menyetujui penggunaan bahan baku tersebut pada produk Flurin DMP Sirup dengan terbitnya NIE pada bulan Mei 2020,” ungkapnya.Salah satu produk PT Yarindo Farmatama yang dimaksudkan BPOM adalah Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml. Saat ini, Flurin DMP telah ditarik dari peredaran dan dilarang dan diperintahkan dimusnahkan.
Lebih lanjut Vitalis menegaskan, BPOM masih belum bisa mendukung kesimpulan bahwa pengobatan obat dalam bentuk sirop Flurin DMP memiliki keterkaitan dengan kejadian gangguan ginjal akut ini.“Terhadap pernyataan Kepala BPOM berkaitan tidak melakukan kualifikasi pemasok supplier bahan baku obat (BBO), dengan ini kami sampaikan CV. Budiarta sebagai supplier bahan baku Propylene glycol yang sudah digunakan oleh PT. Yarindo Farmatama sejak tahun 2007. Dan sudah masuk dalam approve vendor list PT. Yarindo Farmatama dan tidak pernah ada isu terkait masalah bahan baku tersebut,” tegas Vitalis.“Dan perlu kami tegaskan kerja sama dengan CV Budiarta tersebut sudah diketahui oleh BPOM dan bahkan disetujui dengan terbitnya dokumen Surat izin edar Produk Flurin DMP Sirup,” tutup Vitalis.(*)
Baca Juga: Nutrisi dan Vitamin Ibu Hamil Untuk Membentuk Kesehatan Tulang si Kecil