GridHEALTH.id – Organisasi Profesi Medis di Kudus menyatakan sikap dan dukungan terkait penolakan Penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law).
Pernyataan sikapnya ini disampaikan langsung dalam Konferensi Pers yang diadakan secara langsung dan virtual pada Kamis siang (03/11/2022), diikuti GridHEALTH.id.
Penolakan RUU Kesehatan (Omnibus Law)
Beberapa pekan lalu, sudah ada lima Organisasi Profesi Medis yang terlebih dahulu menolak Penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law), yaitu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), beserta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Pada Kamis ini, penolakan juga dilakukan oleh berbagai Organisasi Profesi Medis di Kudus, diantaranya ada IDI Cabang Kudus, beserta PDGI, PPNI, IBI, dan IAI setempat.
DPR RI sendiri memang sudah mengagendakan pembahasan mengenai Rancangan Undang-undang Kesehatan (Omnibus Law) ini masuk dalam penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.
Pernyataan Sikap Organisasi Profesi Medis Kudus
Konferensi pers di Kudus ini dihadiri oleh dr. Ahmad Syaifuddin, M.Kes selaku Ketua Cabang IDI Kudus, Ns Masvan, S.Kep, M.Kes dari perwakilan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Darini, S.S.T Keb dari Ikatan Bidan Indonesia, drg. Rustanto dari PDGI, dan Apt Shohibul Umam, S.Farm dari IAI.
Dalam Konferensi Persnya siang tadi, Ketua IDI Cabang Kudus, dr. Ahmad Syaifuddin, M.Kes menegaskan merasa terbantu dengan adanya Organisasi Profesi, sehingga rencana Penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak relevan.
“Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan IDI dan Pemda malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat,” tegas dr. Syaifuddin.
Dr. Syaifuddin mengatakan IDI beserta Organisasi Profesi Kesehatan justru mendukung perbaikan sistem Kesehatan Nasional bukan untuk melakukan penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan atau Omnibus Law.
Baca Juga: 5 Organisasi Profesi Kesehatan Tolak RUU Kesehatan Masuk Proglenas Prioritas 2023
Inilah Peran Organisasi Profesi Dalam UU Selama Ini
Seluruh perwakilan dari masing-masing Organisasi Profesi Medis menegaskan bahwa sebagai organisasi kesehatan yang telah diakui, telah menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah sesuai dengan di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan (a.l UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan).
Sehingga untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas ke depannya, Organisasi Profesi Medis dan kesehatan bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang sudah ada.
Di sisi lain, justru Organisasi Profesi mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya, karena kelima Organisasi Profesi Medis tersebut sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.
Dengan adanya UU terkait Profesi Medis maka dapat menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus sudah dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
DPR Diminta Libatkan Organisasi Profesi Medis
Selain itu, dalam kesempatan yang sama, seluruhnya mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan Organisasi Profesi Kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat.
Keikutsertaan Organisasi Profesi Medis dalam pembahasan mengenai RUU Kesehatan (Omnibus Law) dapat ikut merekomendasikan praktik keprofesian sesuai dengan kondisi di lapangan suatu wilayah.
Apt Shohibul Umam, S.Farm dari IAI mengatakan bahwa Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.
IDI dan Organisasi Profesi Medis Kesehatan juga mengingatkan, bahwa situasi pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua pihak bahwa permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah.
Baca Juga: Ulah Subvarian XBB? Kasus Covid-19 di Indonesia Naik Dua Kali Lipat
Dibutuhkan kolaborasi dan sinergisitas semua pemangku kesehatan yang harus dikedepankan untuk memperbaiki sistem kesehatan saat ini dan di masa depan.
Mengingat Indonesia dalam bidang kesehatan juga masih mengalami banyak tantangan, seperti:
- Persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi (misalnya, TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar)
- Pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN
- Pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi
- Rentannya kejahatan siber dalam bidang kesehatan
Kondisi ini menurut dr. Syaifuddin haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat.
Sehingga disebutkan bahwa hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan.
“Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan.
Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil. Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini,” tambah drg. Rustanto dari PDGI. (*)
Baca Juga: Menkes; 70 Persen gagal Ginjal Akut pada Anak di Indonesia Disebabkan 3 Senyawa Kimia Berbahaya
Baca Juga: Update Gagal Ginjal Akut; 146 Fomepizole Sudah Didistribusikan Sebagai Obat Penawar