Hanya saja dari seluruh subjek penelitian, masih ada yang memahami stunting seperti ini:
- 5 dari 10 (50%) subjek penelitian tidak percaya/tidak setuju stunting dapat menghambat kognitif anak
- 4 dari 10 (39%) subjek penelitian tidak setuju bila stunting disebabkan oleh faktor kurang nutrisi dari makanan
- 6 dari 10 (58%) subjek penelitian tidak yakin jika anak yang terkena stunting berhubungan dengan pola asuh
- 5 dari 10 (47%) subjek penelitian menganggap risiko stunting bukan karena ketidakmampuan membeli pangan bergizi
Baca Juga: Literasi Gizi Rendah, Faktor Masih Tingginya Anak Indikasi Stunting
- 4 dari 10 (35%) subjek penelitian menganggap stunting bukan penyakit atau kondisi medis yang serius
- 2 dari 10 (16%) subjek penelitian tidak yakin jika stunting dapat berpengaruh buruk bagi kondisi keluarga secara keseluruhan.
Mengenai hal tersebut, Menteri Kesehatan 2014-2019, Prof. Nila Moeleok menyampaikan dalam Media Briefing Hasil Studi Pemaknaan Stunting di Masyarakat Indonesia oleh HCC pada Selasa lalu (13/12/2022).
Menurutnya, “Pengetahuan dan perspektif atau pemaknaan masyarakat adalah kunci keberhasilan intervensi stunting. Itu sebabnya peningkatan kapasitas pengetahuan kesehatan terutama terkait stunting perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan semua pihak, agar target 14% penurunan stunting dapat tercapai.”
6 Kesalahan Dalam Pemaknaan Stunting di Indonesia yang Berbanding Terbalik Dengan Bukti Ilmiah
Dari ketidak percayaan atau pun kurangnya pemahaman setiap subjek penelitian, hasilnya setidaknya ada 6 hal kesalahan pemaknaan stunting di Indonesia yang bertentangan dengan bukti ilmiah kedokteran, yaitu: