GridHEALTH.id - Kisah nyata penyintas HIV/AIDS yang bertahan belasan tahun dengan penyakitnya.
Melansir dari tayangan Youtube Harian Kompas, pada 2019 di Indonesia kasus HIV di Indoensia telah mencapai 50. 282.
Jika dikelompokan berdasarkan profesi, ibu rumah tangga menempati kasus HIV tertinggi, mencapai 17 ribu kasus.
Temuan awal HIV/AIDS pada kaum homoseksual dan pekerja seks komersial tak jarang membuat masyarakat menilai orang dengan HIV/AIDS mereka yang berperilaku seks menyimpang.
Tahu kah, penyintas HIV tidak saja berjuang sembuhkan penyakitnya, HIV/AIDS juga melawan stigma buruk dari masyarakat.
Hal ini juga dirasakan oleh Radias Hages Trianda atau yang kerap disapa Hages Budiman.
Dirinya sudah mengidap HIV sejak tahun 2006 silam.
Hages mengetahui dirinya terinfeksi karena almarhum suami pertamanya.
"Jadi tahu ketika almarhum suami saya yang pertama itu sakit. Setelah keadaan memburuk, kemudian dokter menyuruh dia periksa HIV. Setelah dicek hasilnya positif."
"Dokter juga menyarankan saya untuk tes HIV, ketika dites hasilnya positif juga," terang Hages.
Hages mengaku jika perempuan dengan HIV ini sering kali mendapatkan stigma negatif.
Baca Juga: Kisah Para Penyintas HIV di Indonesia, Berjuang Melawan Diskriminasi Masyarakat
Pasalnya, dinilai pengidap HIV dimiliki oleh perempuan nakal atau tidak benar.
"Terutama juga teman-teman dari LGBT, pekerja seks, pecandu Napza, itu stigmanya lebih kencang dibandingkan dengan ibu rumah tangga," terangnya.
Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga bisa terkena HIV.
Bahkan, ada yang mendapatkan diskriminasi dari keluarga sendiri sejak kecil.
"Dulu saya mendapatkan stigmanya itu dari teman dekat saya, dari teman kecil saya, lalu menyebar ke tetangga. Sampai akhirnya saya tidak diperbolehkan datang ke rumah ibu saya," jelas Hages.
Seorang kisah penyintas HIV/AIDS yang sudah belasan tahun ini juga menjelaskan penularan yang bisa terjadi.
Mulai dari hubungan badan, jarum suntik, atau penularan ibu ke anak melalui proses melahirkan.
Hingga akhirnya, pada tahun 2011 Hages kembali menikah dengan seorang aktivis HIV sekaligus penyandang.
Sebelumnya, Hages sempat putus asa tak ingin mendapatkan keturunan.
Tapi dengan adanya Program Pencegahan dari Ibu ke Anak (PPIA) itulah yang membuat dirinya beranikan diri untuk memiliki anak.
"Dia yakin sekali bahwa saya bisa mempunyai keturunan yang negatif," jelasnya.
Baca Juga: Kisah Hidup Memey Rochtriyati Penyintas HIV Mendirikan Smile Plus
Hages pun juga berusaha untuk tidak memberi ASI pada sang anak.
Hingga akhirnya, ia dan suami merasa beruntung karena penyakit yang diidapnya tidak tertular pada sang anak.
Pada tahun 2011, Hages bersama teman ODHA lainnya mendirikan Kuldesak.
Dalam komunitas Kuldesak tersebut menjalankan beragam kegiatan, seperti sosialisasi, advokasi, melakukan kunjungan, dan masih banyak lainnya.
Dengan adanya komunitas tersebut, Hages berharap untuk menepis stigma negatif dari masyarakat soal ODHA.
Begitulah kisah nyata penyintas HIV/AIDS yang bertahan belasan tahun untuk berjuang bersama ODHA lainnya.(*)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Bunga Penyintas HIV, Berhasil Melawan Ganasnya Virus