Find Us On Social Media :

Berasal dari Wilayah dengan Angka Stunting Tertinggi, Nono Justru Juara Matematika Kalahkan 7000 Peserta dari Berbagai Negara

Nono menjadi juara satu kompetisi matematika dunia mengalahkan peserta dari berbagai negara.

GridHEALTH.id - Kabar mengharukan datang dari seorang pelajar bernama Nono. Ia telah berhasil mengukir prestasi yang membanggakan.

Siswa kelas II SD ini, berhasil menjadi juara dalam kompetisi bergengsi Abacus Brain Gym (ABG) International Mathematics Competition.

Ia berhasil mengalahkan 7.000 peserta dari berbagai negara dan menempati posisi juara pertama, mengungguli peserta dari Qatar dan Amerika Serikat.

Cerdas Sejak Kecil

Ibunda Nono, Nuryati, mengatakan kalau putranya saat kecil sangat aktif dan mampu bicara dengan lancar.

Memasuki usia 5 tahun, Nono bahkan sudah bisa membaca dan mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

"Dia ini baru usia satu tahun sudah aktif berbicara. Saat masuk PAUD dia sangat pintar, bahkan minta untuk ikut kursus Bahasa Inggris," ujar Nuryati, dikutip dari Kompas.com (20/1/2023).

Nono berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya, Raflim Tnunay, bekerja sebagai pekerja bangunan dan ibunya guru kontrak di Sekolah Dasar (SD) Inpres Buraen 2.

Fasilitas belajar yang dimiliki Nono juga seadanya dan lokasi tempat tinggalnya jauh dari pusat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Namun, Nono membuktikan bahwa meskipun berasal dari wilayah dengan status gizi yang kurang, tapi ia mampu berprestasi dan tidak mengalami stunting.

Berdasarkan data Riskesdas 2018, proporsisi status gizi buruk dan gizi kurang balita menurut provinsi, NTT menjadi wilayah dengan presentase tertinggi.

Meksipun terjadi penurunan dibandingkan tahun 2013, tapi jumlahnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya.

Baca Juga: Influencer Gitasav Jadikan Stunting Sebagai Ejekan, Ini Akibatnya Salah Memaknai Stunting

Selain mengalami kekurangan gizi, Nusa Tenggara Timur juga menjadi salah satu provinsi dengan prevalensi atau angka kejadian stunting tertinggi di Indonesia.

Data tersebut diperoleh dari hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dikeluarkan pada 2021 lalu.

Pengaruh Stunting Pada Otak

Stunting adalah kondisi kurang gizi kornis atau terjadi dalam waktu lama, mulai dari sejak dalam kandungan hingga berusia dua tahun.

Kebanyakan orang mengenal efek dari kondisi ini adalah membuat tubuh anak pendek. Itu memang salah satu ciri-ciri stunting.

Tapi lebih dari sekedar memengaruhi tinggi, stunting juga dapat berdampak pada perkembangan otak.

Melansir laman News Unair, bahkan otak menjadi organ tubuh pertama yang terpengaruh jika anak mengalami kekurangan gizi kronis.

Tubuh yang tidak bisa mendapatkan nutrisi yang cukup, akan menyebabkan kerusakan perkembangan neural yang serius.

Pada akhirnya, ini akan menurunkan IQ atau kecerdasan intelektual seorang anak dan memengaruhi kemampuannya dalam belajar.

Tak hanya itu, kemampuan anak untuk memecahkan masalah dan mengingat pun juga cenderung lemah.

Akibatnya, anak stunting cenderung mengalami keterlambatan saat sekolah dan mempunyai performa akademik yang rendah.

Kemampuan matematika anak yang mengalami kondisi ini 7% lebih rendah dibandingkan dengan anak yang sehat.

Jika dibiarkan, ini akan berdampak pada kehidupannya di masa depan dan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang kurang berkualitas.

Tapi Nono membuktikan tidak semua anak NTT stunting, juga Keluarga sederhana bisa mencukupi kecukupan gizi anaknya dengan baik.(*)

Baca Juga: Anemia dan Stunting pada Anak Masalah Klasik Belum Terselesaikan, IronC Bisa Jadi Solusi?