Find Us On Social Media :

Akali Risiko Kenaikan Harga Pangan Supaya Tetap Bisa Berikan Gizi Cukup, Agar Anak Tidak Stunting

Risiko harga pangan akan naik tetap ada, orangtua perlu pastikan kecukupan gizi protein hewani anak agar tidak stunting, bisa dari telur.

GridHEALTH.id – Tahun ini diprediksi oleh banyak ahli dunia menjadi tahun yang tidak mudah karena adanya risiko terjadinya resesi, begitu pun dengan Indonesia.

Bayang-bayang akan resesi dan kondisi lainnya yang memengaruhi, seperti cuaca dan persiapan menuju lebaran. Itu semua bisa menyebabkan kenaikan harga pangan, yang sudah sempat dirasakan pada minggu awal Januari 2023.

Meski tidak terjadi secara signifikan, namun jika kenaikan harga pangan terus berlangsung, kondisi ini dapat memengaruhi banyak sektor, termasuk status gizi anak Indonesia. Di sisi lain, pemerintah tengah mengupayakan penurunan stunting pada anak Indonesia.

Sebagai orangtua, diperlukan pemahaman lebih jauh mengenai stunting dan bagaimana sebenarnya cara yang mudah dilakukan untuk memenuhi gizi anak di tengah adanya kemungkinan kenaikan harga pangan.

Oleh karena itu, kenali lebih jauh mengenai cara mudah cegah stunting, sehingga tidak perlu khawatir jika ada risiko kenaikan harga pangan.

Baca Juga: Hindari Masalah Mata Akibat Menatap Layar Komputer dengan Yoga Mata

Karena gizi anak tetap dapat terpenuhi dan mencegah stunting. Berikut ini ulasannya!

Apa Itu Stunting?

Berdasarkan pengertian dari WHO, stunting adalah balita yang berperawakan pendek dengan tinggi badan di bawah tinggi usia seharusnya, dan disebabkan oleh kekurangan gizi kronik.

“Tidak semua balita pendek itu stunting, karena yang namanya stunting itu adalah pendek yang disebabkan kekurangan gizi kronik. Ada yang pendek tapi normal, memang keluarganya pendek-pendek semua, ada juga yang waktu kecil dia kecil aja tapi begitu remaja, dia kejar (pertumbuhannya), namanya constitutional growth delay, bisa juga disebabkan karena kelainan genetik,” jelas Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Ph.D, Sp.A(K) selaku pembicara dalam temu media IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu kecukupan gizi anak menjadi penting dan penentu dalam tumbuh kembangnya, akan mengalami stunting atau tidak. Dengan pemahaman mengenai stunting, maka risiko orangtua membuat anak menjadi obesitas pun juga berkurang.

Mengapa Stunting Perlu Dikendalikan?

Angka stunting di Indonesia masih tinggi, maka dalam dua tahun ke depan, pemerintah memasang target akan menurunkan angka stunting menjadi 14%, dengan penelitian dari SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) terakhir menyebutkan angka stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada tahun 2022 dari sebelumnya 24,4% di tahun 2021.

Baca Juga: Balita 2,5 Tahun Ditampar Orang Dewasa, Trauma di Kepala Bisa Merusak Otak

Para ahli pun meminta kepada orangtua untuk memprioritaskan kecukupan gizi anak terlebih dahulu. Bukan tanpa alasan, hal ini karena dapat memengaruhi penurunan kualitas sumber daya manusia.

Penurunan kualitas hidup anak dapat terjadi secara signifikan saat anak dinyatakan stunting, selain pertumbuhan tinggi badan yang di bawah rata-rata, kondisi anak juga berisiko menyebabkan perkembangan otak terganggu, dan obesitas yang berakhir pada risiko penyakit tidak menular, “Dua masalah inilah yang menjadi masalah dunia, karena ini memengaruhi nanti kualitas dari SDM kita,” kata Prof. Damayanti.

Baca Juga: Apa Itu Stunting, Penyebab dan Cara Menghindarinya? Ternyata Harus Dilakukan Sejak Momen Ini

“(Perawakan pendek pada stunting) Ini hanya marker atau pertanda bahwa anak ini sebenarnya kekurangan gizi, yang ditakutkan itu justru karena dia tidak cukup makanan, maka perkembangan otak juga akan terhambat. Ini menyebabkan kecerdasannya menurun. Kemudian karena kekurangan gizi jangka panjang, menyebabkan oksidasi, lemaknya ditahan, sehingga berakhir dengan obesitas dan kemudian hari jadi penyakit tidak menular,” jelas Prof. Damayanti mengenai pentingnya pencegahan stunting.

Penelitian dari Waber yang disampaikan oleh Prof. Damayanti menyebutkan, 65% orang yang pernah mengalami gizi kurang di masa kecilnya hanya memiliki IQ (tingkat kecerdasan) di bawah 90, artinya hanya mampu sekolah sampai SMP.

Banyak kasus stunting di Indonesia yang bila tidak ditangani dengan baik dan terdeteksi sejak awal, anak tetap mengalami pertumbuhan yang kurang, hasilnya ada anak yang harus masuk sekolah luar biasa (SLB) karena efek jangka panjang dari stunting.

Hasil dari laporan Bank Dunia tahun 2020, Indeks Sumber Daya Manusia, yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja di masa depan dari anak yang dilahirkan saat ini, Indonesia berada di peringkat 87 dari 174 negara. Untuk Asia Tenggara sendiri, Idonesia tertinggal 0,54 dari Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand.

Cara Mudah Mencegah Stunting

Kecukupan protein hewani menjadi kunci dalam pertumbuhan anak, karena protein hewani mengandung asam amino yang bila kadarnya cukup di dalam tubuh, dapat mengaktifkan sistem perkembangan tubuh anak. Selain itu menjadi sumber mikronutrien (zat besi, seng, dan lainnya) yang mudah diserap tubuh.

Sehingga orangtua perlu memenuhi protein hewani pada anak terlebih dahulu dibandingkan dengan jenis asupan lainnya. Saat anak terpenuhi protein hewaninya, biarlah sumber nutrisi lainnya menjadi pelengkap, namun pastikan protein hewaninya terpenuhi terlebih dahulu.

Hal yang perlu diingat orangtua, mencegah stunting tidak selalu harus dari protein hewani yang mahal, ada beragam pilihan protein hewani yang kandungannya baik untuk tubuh dan masih terjangkau, di tengah risiko kenaikan harga pangan.

Mulai dari telur, ayam, beragam jenis ikan, belut, hingga makanan lokal lainnya yang diketahui memiliki kandungan protein hewani tinggi. Seperti memberikan telur setiap hari dan susu pun bisa dilakukan sebagai langkah pencegahan.

Baca Juga: Pfizer Dituduh Rekayasa Varian Covid-19? Cek Faktanya Berikut!

“Dengan uang 150 sampai 250 ribu saja, anak dalam dua minggu sudah kembali lagi, yang tadi asalnya dia udah mulai turun, kembali dalam seminggu sudah bagus, gajadi stunting hanya dengan uang 150 ribu per anak. Artinya apa? Bisa murah ya, tinggal yang 10 persennya (yang sudah terlanjur stunting) ditangani di rumah sakit oleh dokter spesialis anak,” jelas Prof. Damayanti saat ditanya lebih lanjut oleh GridHEALTH.id.

Sehingga dengan demikian, diharapkan apabila terjadi kenaikan harga pangan, tidak membuat kondisi anak-anak Indonesia kekurangan gizi, karena saat stunting tidak tertangani maka sudah terlambat untuk membantu mengejar ketertinggalan perkembangan kecerdasan seseorang.

Jangan lupa untuk membawa anak ke posyandu secara teratur, agar tumbuh kembang anak lebih terpantau dan jika terdeteksi sejak dini, tidak perlu menunggu anak hingga memasuki kondisi stunting. “Kalau stuntingnya sudah terjadi, susah sekali nanganinnya, hasilnya juga gabisa optimal. Jadi kita yang penting adalah bagaimana mencegah stunting,” kata Prof. Damayanti. (*)

Baca Juga: 1 dari 5 Anak Indonesia Stunting, Cegah dengan Makan Ikan 4 Kali Seminggu Bagi Ibu Hamil