Find Us On Social Media :

Alasan Logis dan Ilmiah Mengapa Manusia Dilarang Makan Daging Anjing

Daging anjing bukan untuk dikonsumsi. Berbahaya bagi kesehatan.

GridHEALTH.id - Sejak 15.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik seperti tes DNA dan penemuan fosil, anjing termasuk kategori hewan mamalia karnivora yang telah mengalami proses domestifikasi (pengadopsian prilaku hewan dari kehidupan liar ke dalam kehidupan manusia).

Adanya proses domestifikasi berdampak terhadap perubahan pola prilaku anjing, dimana sebelumnya anjing yang bersifat liar berubah menjadi anjing yang jinak, bisa dilatih dan diajak bermain, serta tinggal bersama manusia.

Pola prilaku tersebut masih bertahan sampai sekarang sehingga anjing kini tidak hanya sekedar hewan peliharaan, melainkan sudah menjadi “teman hidup” manusia.

Tapi ada juga yang menjadikan anjing sbagai santapan. Hal tersebut tak terlepas dari maraknya peredaran penjualan daging anjing untuk dikonsumsi.

Salah satu olahan daging anjing yang banyak beredar yaitu sate anjing.

Baca Juga: Jalani Operasi Saraf Kejepit, Ganindra Bimo Rasakan Gejala Sakit Tak Tertahankan Selama 5 Tahun, Inilah yang Sebenarnya Terjadi

Tingginya konsumsi daging anjing saat ini tidak terlepas dari makin menjamurnya warung-warung RW (Rintek Wuuk, istilah dalam bahasa Manado yang berarti “bulu halus” alias sebutan lain untuk anjing).

Konsumsi daging anjing pun di Indonesia didukung oleh mitos yang beredar di masyarakat tentang khasiat mengkonsumsi daging anjing yang mampu mengatasi penyakit asma, beberapa alergi, sampai meningkatkan gairah seksual.

Padahal, jika ditinjau dari segi kesehatan, daging anjing justru membahayakan untuk dikonsumsi.

UU Tentang Daging Anjing

Unyuk itulah, Pemda Bali sendiri telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Bali Nomor 524/5913/DISNAKKESWAN/2019 tentang pelarangan perederan dan perdagangan daging anjing, merupakan salah satu solusi guna mencegah penjualan maupun peredaran daging anjing yang ada di Bali.

Dalam instruksi tersebut, ditekankan bahwa daging anjing bukanlah bahan pangan asal hewan yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.

Baca Juga: Bayi 16 Bulan di Bekasi Miliki Berat Badan 27 Kilogram, Inilah Bahaya dan Komplikasi Obesitas

Hal tersebut dipertegas pula dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang definisi pangan. Dikutip dari laman Kesmavet Ditjen PKH Kementerian Pertanian, definisi pangan berdasarkan UU No. 18/2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan perairan baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Jadi jika merujuk pada definisi tersebut, maka daging anjing tidak termasuk kategori pangan karena anjing tidak termasuk kategori produk peternakan.

Hal senada diutarakan oleh Ketua Animal Defenders Indonesia, Doni Herdaru. Menurutnya, ada banyak sekali bakteri yang dapat menjangkit manusia dari daging anjing. Termasuk bakteri salmonella dan bakteri coli.

Bukan Rabies Tapi Bakteri Berbahaya Mematikan

Jadi bukan masalah rabies yang menjadi momok jika seseorang mengonsumsi daging anjing."Rabies itu ditularkan melalui air liur, tidak yang lain. Lalu masuknya dari luka atau aliran darah, bukan aktif dalam saluran pencernaan," ujarnya, di Kantor Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023), dikutip dari Kompas.com (15/03/2023).

Baca Juga: 5 Obat Asam Urat Tradisional yang Dipercaya Bisa Sembuhkan Nyeri

Jadi, lanjutnya, "Namun terkait konsumsi, pada daging anjing banyak sekali potensi bakteri yang bisa menjangkit manusia. Termasuk salah satunya bakteri salmonella dan coli, belum lagi cacingan." "Misalnya ada yang bilang, 'Kalau gitu kita awasi kesehatannya', tetap tidak bisa karena daging anjing tidak masuk Undang-Undang Pangan," jelasnya.Hal yang harus kita tanamkan ke masyarakat prihal daging anjing, mitos terkait manfaat kesehatan dari mengkonsumsi daging anjing tidak benar adanya.

Pwnting diketahui, dikutip dari laman Kesmavet Ditjen PKH Kementerian Pertanian, Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan, 70% dari penyakit yang baru muncul pada manusia dalam kurun waktu puluhan tahun terakhir adalah penyakit yang berasal dari hewan dan hal ini sebagian besar disebabkan oleh upaya manusia untuk mencari sumber makanan yang berasal dari hewan.

Karenanya perlu dilakukan edukasi masyarakat untuk mematahkan mitos tersebut serta mengedukasi bahwa daging anjing bukan hanya tidak layak dikonsumsi manusia (bukan kategori pangan), melainkan juga beresiko membawa penyakit seperti E. Coli, Salmonella, Kolera dan Trichinellosis.

Selain itu, penanganan anjing mulai dari penangkapan sampai proses penyembelihan di daerah endemis rabies akan meningkatkan resiko terpapar rabies sekaligus meningatkan penyebaran rabies.(*)

Baca Juga: Mengatasi Asam Urat Tinggi dengan Obat Asam Urat Alami Daun Sirih Cina, Begini Cara Pakainya