Find Us On Social Media :

Covid-19 Varian Eris Sudah Masuk ke Indonesia, Kenali 5 Gejalanya

Varian Eris dinilai berpotensi rendah sebabkan ancaman global.

GridHEALTH.id - Varian baru Covid-19 yakni Eris, terdeteksi sudah masuk ke Indonesia sejak beberapa bulan lalu.

Dicky Budiman pakar epidemiolgi Griffith University bahkan mengatakan, sub-varian Eris ini sudah ada cukup lama di Tanah Air.

"Data menunjukkan, EG.5.1 atau Eris sampel pertama itu paling awal tercatat di Jakarta, Indonesia, dan itu di awal-awal Maret," ujarnya dikutip Kompas (7/8/2023).

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, membenarkan hal tersebut.

"Kalau dari laporan GISAID sudah ada 12 kasus di Indonesia," ujarnya.

Pelacakan masih terus dilakukan, karena kasusnya terbilang sudah cukup lama terjadi.

Varian Eris masih memiliki kaitan dengan subvarian Omicron XBB.1.9.2.

Varian ini pun menjadi perhatian setelah menyebabkan lonjakan kasus di Inggris.

Selain Inggris, negara yang terpengaruh oleh varian baru Covid-19 ini yakni China dan Amerika Serikat (AS).

Gejala Varian Eris

Melansir Express UK, gejala yang ditimbulkan oleh varian Covid-19 ini memiliki kesamaan dengan varian Omicron.

Adapun gejala varian Eris yang paling umum dilaporkan antara lain seperti berikut:

Baca Juga: Banyak Anak Terinfeksi Omicron, Lebih Banyak yang Akan Mengembangkan Penyakit Parah

1. Hidung meler atau tersumbat

2. Sakit kepala

3. Kelelahan, ringan atau berat

4. Bersin-bersin

5. Sakit tenggorokan

Dalam Pengamatan WHO

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang mengamati varian baru Covid-19 ini. Potensi untuk menjadi sebuah ancaman yang serius, menurut mereka terbilang rendah.

"Berdasarkan bukti yang tersedia, risiko kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh EG.5 dievaluasi sebagai rendah di tingkat global," jelas mereka dikutip dari The Guardian.

Mereka menjelaskan, meskipun telah terjadi peningkatan prevalensi dan kemampuannya untuk lolos dari kekebalan, tapi belum ada perubahan berkaitan tingkat keparahan yang dilaporkan.

Pernyataan serupa juga dikeluarkan oleh Christina Pagel seorang profesor riset operasional di University College London.

"Ini mungkin akan menyebabkan gelombang lebih banyak kasus dan semua masalah yang ditimbulkan, (seperti) lebih banyak rawat inap dan long covid," ujarnya.

"Tetapi (tidak ada) alasan saat ini untuk berpikir (itu akan) lebih buruk daripada gelombang sebelumnya tahun ini," sambungnya. (*)

Baca Juga: Status Covid-19 di Indonesia Resmi Endemi, Positif Covid-19 Tetap Harus Isolasi?