Find Us On Social Media :

Kanker Paru di Indonesia Banyak Dialami Usia Muda, Skrining dan Deteksi Dini Diperlukan

Kebiasaan merokok jadi faktor risiko utama kanker paru.

Padahal, jika terdeteksi pada stadium awal, kemungkinan untuk sembuh masih tinggi.

"Kalau stadium dini bisa dibedah dan dikatakan sembuh atau curable. Kalau stadium 3 dan lainnya tidak bisa dibedah, jadi harus tatalaksana lebih lanjut," jelas dokter Sita.

Skrining dan Deteksi Dini

Untuk meningkatkan kualitas dan harapan hidup, maka skrining dan deteksi dini sangat diperlukan.

Ketua Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO) Prof. DR. dr. Elisna Syahrudin, mengatakan kanker paru butuh proses yang panjang, paling cepat terjadi dalam kurun waktu 10 tahun dari kondisi sehat.

"Karena proses sel normal menjadi kanker itu butuh waktu yang panjang. Di sanalah, bisa melakukan pencegahan melalu skrining dan deteksi dini," jelasnya.

Deteksi dini dilakukan pada orang-orang dengan gejala, sedangkan skrining terhadap orang dalam kondisi sehat.

Skrining direkomendasikan menggunakan tomografi komputer berdosis rendah (LDTC), yang menggunakan komputer dengan sinar-x berdosis rendah.

Hasilnya berupa gambar untuk membantu mendeteksi kelainan paru-paru. Di Amerika Serikat, alat ini mampu menekan angka kematian akibat kanker paru sekitar 247 kematian per 100.000 orang per tahun.

Adapun kelompok yang direkomendasikan untuk skrining kanker paru, masuk dalam kategori berikut:

* Berusia 45-71 tahun.

* Mempunyai riwat paparan asap rokok: perokok aktif, bekas perokok kurang dari 15 tahun, dan perokok pasif.

* Ada riwayat kanker paru dalam keluarga: ayah/ibu/saudara kandung. (*)

Baca Juga: Tangan Sering Berkeringat, Benarkah Tanda Penyakit Paru Basah?